BUKU SUMBER KANTUK

Aku pergi ke arah pondok untuk beristirahat.

"Meow..?! (Apa kau bodoh berteriak dengan begitu keras?!)" Poko mendekati ku. Yah sekarang kemampuanku maksudku kegilaan ku bertambah, aku mengerti setiap yang di katakan Poko walaupun dia hanya mengeong.

"Aku hampir mati di patuk ular!" jawabku kesal.

"Meow! (Kenapa kau tidak mati saja!)" ucapnya berlari menjauhi ku.

"Kucing Sialan!!" umpatku.

Setelah lelahku hilang, aku kembali ke danau untuk menyegarkan diri. Ku buka baju yang ku kenakan dan masuk ke dalam danau. "deg..." Aku merasa seseorang sedang mengawasiku. Aku mulai memperhatikan sekitarku takut ada orang mesum yang mengincarku. Sepertinya hanya perasaanku saja, aku melanjutkan merasakan surgawi penyegaran tubuh.

*****

Hari mulai sore, akupun memutuskan untuk kembali ke rumah bibi dengan membawakannya buah-buahan yang ku petik dengan susah payah. Ditengah perjalanan aku melihat bunga berwarna biru, dengan keisenganku, ku petik satu dan aku remas di tanganku. Wow tanganku berbercak biru, mungkin ini bisa dijadikan pewarna fikirku dan memetik beberapa bunga lagi.

Di depan rumah bibi terparkir seekor kuda, sepertinya bibi sedang ada tamu. Aku menunggu di dalam hutan depan rumah bibi. Tamu itupun keluar, tidak terlihat jelas bagimana wajahnya, yang jelas dia menunggangi kuda itu berarti dia kemungkinan adalah seorang bangsawan atau berasal dari kerajaan. Setelah kuda yang terparkir itu pergi bersama tuannya, aku berjalan ke rumah bibi.

"Bibi.." panggilku langsung memeluk bibi. Ya aku harus menjadi anak manis agar tidak dibuang.

"Kau darimana saja nak?" tanya bibi khawatir.

"Lihat aku membawakan bibi buah-buahan yang ku petik dari hutan"

"Lalu apa itu?" bibi menanyakan bunga yang ku petik tadi.

"Ini.. entahlah aku temukan di saat perjalanan kesini." Ucapku jujur. "Mungkin bisa dijadikan pewarna pakaian sambungku." Bibi hanya tersenyum.

"Baiklah bagaimana jika mengeringkannya" ucap bibi.

"Baiklah," jawabku tersenyum.

"Bibi apakah kau bisa mengajarkanku beberapa obat-obatan untuk menyembuhkan luka? Lihat kaki ku sering tergores ranting pohon karena tanpa alas kaki" rengekku manja.

"Baiklah, bibi akan mengajarkanmu."

Sampai sore berganti malam bibi mengajariku bagaimana cara merawat luka agar tidak terkena infeksi. Aku juga diberikan sebuah buku tentang tumbuh-tumbuhan yang berbahasa inggris.

"Jika ada yang tidak kau tau, kau bisa menanyai bibi karena itu bahasa kuno." Aku tersenyum "Baik bibi, terima kasih" ucapku jadi di dunia ini bahasa inggris adalah bahasa kuno, dan bahasa tulisan mereka bahasa apa?

"hoaamm" aku mengantuk membaca buku di tanganku. Ahh kebiasaanku ternyata tidak berubah, aku akan mengantuk jika di hadapkan dengan buku tentang pengetahuan dan mataku tetap segar saat dihadapkan dengan komik.

"Tidurlah.." Ucap bibi sambil menyuruhku berbaring, diambilnya buku di tanganku ditaruh di atas meja, dikecupnya keningku seraya mengatakan selamat malam sayang.

*****

"Meow.. (hey bangun)" ucap Poko menepuk pipi ku.

"egh, lima menit lagi.." ucapku setengah sadar. Dengan berat aku membuka mata, di meja sudah disediakan sarapan untukku.

"Bibi mau kemana?" tanyaku melihat bibi yang sudah rapi.

"Bibi mau ke kota, ada yang mau bibi beli.. istirahatlah lagi.." aku mengangguk mengerti.

"Membosankan" gerutuku. Seharian aku hanya berdiam diri di dalam rumah bibi dengan buku yang semalam ku baca. 'lebih baik aku keluar..'

"Meow! (ada yang datang!)" terdengar langkah kaki kuda mendekati rumah bibi. Aku spontan bersembunyi di bawah tempat tidur.

"Sepertinya tidak ada orang" ucap seorang pria. Mereka lalu pergi meninggalkan rumah bibi.

'Sepertinya aku harus kembali ke hutan'

"Meow..? (Apa kau akan ke danau?)"

"Tentu saja, aku mau menyegarkan tubuhku.." ucapku sambil merenggangkan tubuh.

"Kau juga harus mencobanya" ucapku melirik Poko. "Meow! (kau saja sendiri!)"

Sebelum sampai danau aku mulai memperhatikan sekitar, setelah ku rasa tidak ada yang aneh tidak ada orang dan tidak ada yang mencurigakan akupun mulai melakukan ritual penyegaran tubuh. Ku mulai dengan membuka pakaianku, meletaknya di pinggiran danau yang agak tersembunyi, lalu memasukan diri ke dalam air.

Keisengankupun muncul, diam-diam aku menghampiri Poko yang berdiri membelakangi danau.

"Huph! Byuurr!!" Aku mengangkat dan menceburkan Poko beserta diriku ke dalam air.

"MEOOWWW!!! (APA KAU GILA!)"

"Hahahaha, Lihatlah Poko bukankah ini menyenangkan" ucapku senang karena berhasil menjahili Poko, wajah Poko menjadi merah dan itu menggemaskan.

*****

Poko dan aku kembali ke pondok kami setelah selesai melakukan ritual dan mengambil beberapa buah-buahan. Kami memasuki pondok terbangkalai yang menjadi tempat pertama kali kami bermalam. Menurutku pondok ini tidak buruk juga, hanya saja karena sudah lama tidak ditempati jadi banyak debu dan sarang laba-laba, ini juga jadi pekerjaan rumahku untuk mebersihkannya.

"Bruk!!" Aku melangkah keluar pondok sambil bersembunyi setelah mendengar benda jatuh.

'hmm, tidak ada apa-apa' bantinku. "MEOOWW!!" teriak Poko membuatku langsung menoleh. Terlihat seorang pria dengan pakaian hitam sedang terduduk di bawah pohon dekat pondok dengan darah segar mengalir.

Dengan hati malaikat aku menghampirinya, sepertinya dia sudah kehilangan banyak darah.

"Poko bantu aku membawanya ke dalam pondok!"

"Meow! (Kau memang bodoh bagaimana caranya dengan tubuh kecil ini!)" Dia benar.

"Hey, hallo, apa kamu masih sadar?" Dia menoleh dengan sekuat tenaga dan mengangguk. 'astaga tampan!'.

Aku membantunya berjalan sampai ke dalam pondok. Ku buka pakaiannya, terlihat beberapa luka goresan, luka gigitan, dan seperti ini sepertinya luka dari anak panah. "egh.." rintihnya menahan sakit saat tidak sengaja ku sentuh lukanya.

"Poko, bisakah kamu mencari daun-daunan untuk obat luka seperti yang ada di rumah bibi?"

"Meow.." Poko mengangguk mengerti dan langsung pergi mencari.

Mataku tertuju pada sebuah ember. 'ah ini bisa digunakan untuk mengambil air agar aku bisa membersihkan lukanya'. Akupun membiarkan pria itu terbaring tak berdaya di dalam pondok dan menuju danau untuk mengambil air bersih.

Kembali ke dalam pondok dia masih dalam keadaan yang sama, aku mulai membersihkan lukanya membersihkan darah yang menempel di kulitnya. Poko kembali dengan membawa dua macam tumbuhan, satu batang daun talas dan satunya lagi daun pepaya kecil seperti di rumah bibi yang bibi sebut Jatropha Multifida.

Aku mulai mematahkan batang daun talas dan menempelkan getahnya ke luka untuk menghentikan pendarahan. Setelah beberapa saat pendarahan berhenti, ku bersihkan lukanya kembali dan menempelkan getah dari Jatropha Multifida.

"Egh.. siapa kau?" ucap pria asing ini setelah sadar.

"harusnya aku yang nanya kamu siapa? Kenapa banyak luka di badan kamu? Dan kenapa kamu bisa berada di dalam hutan ini di dekat pondokku" Dia terdiam mendengar pertanyaanku yang bertubi-tubi.

"Namaku Hana" sambungku. " Siapa namamu?" tanyaku.

"Max" ucapnya singkat. 'sialan aku diacuhkan!'

"Arggh, Apa yang kau lakukan wanita!" teriaknya saat aku dengan sengaja menekan pinggiran lukanya.

"Membunuhmu secara perlahan!" dia merintih kesakitan. "Sudah aku bilang namaku Hana! HA NA!!" sambungku kesal.

"Meow.. (Kau benar-benar bisa membunuhnya)"

"Makanlah" ucapku sambil memberinya buah-buahan yang ku petik tadi. Dia menurut mengangguk dan memakan buah apel yang ku berikan.

"Kenapa seorang wanita bisa berada di dalam hutan?" tanyanya memecahkan keheningan. Akupun ingin menjawab namun ku urungkan karena dia menanyakan hal tersebut dengan mata mengarah ke Poko.

"Meow..?"

"Hey kau bodoh? Kenapa tidak kau tanyakan langsung saja pada wanita ini!" ucapku kesal. Dia membuang muka tidak menoleh ke arah ku. "Terima kasih" ucapnya pelan. 'hegh, ternyata dia tau cara mengucapkan terima kasih'.

"Aku tinggal di desa seberang hutan ini, dan aku mencari beberapa tanaman di hutan ini." Ucapku mencari alasan.

"Bukannya kau bilang ini pondokmu?"

"egh, emm ya ini pondokku," jawabku gagap "Aku menemukan pondok ini, dan menjadikannya tempat ku beristirahat saat aku lelah" ucapku meyakinkan.

"hmm, Aku akan pergi" ucapnya sambil mengenakan kembali baju yang ku lepas tadi. "Terima kasih, Hana" sambungnya dan mencium keningku.

"Egh?" aku terdiam. Dia melesat keluar dan tidak terlihat. 'apa dia terbang?'

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!