Berhati Malaikat

Rasanya masih tidak percaya jika ia dan Leon kini telah resmi menjadi sepasang kekasih.

Ada rasa hangat menjalari perasaan Vivian saat mengingat ciuman mereka sore tadi, namun rasa sakit seketika menggerogoti hatinya mengingat bila hati Leon bukanlah untuknya melainkan untuk orang lain.

Tapi Vivian tidak bisa menyerah begitu saja, ia sudah berjanji pada Leon jika ia akan membantu membuatnya menjadi normal.

Vivian akan mengajarkan pada Leon arti sesungguhnya dari jatuh cinta, cemburu dan merindu. Vivian tidak akan menyerah sebelum berhasil membuat Leon beralih padanya dan hanya mencintainya.

"Vi,"

Vivian menolehkan kepalanya mendengar seseorang memanggil namanya. Gadis itu tersenyum menyambut Leon yang baru saja keluar dari kamarnya.

"Kau sudah bangun? Bagaimana, apa masih pusing?"

"Berapa lama aku tertidur?" alih-alih menjawab pertanyaan Vivian, Leon malah balik bertanya.

"Sekitar dua jam. Oya aku sudah menyiapkan makan malam. Sebaiknya kau mandi dulu setelah ini kita makan malam sama-sama." Ujar Vivian dengan senyum manis tersungging di bibir merah mudahnya.

Leon tidak memberikan jawaban apa-apa. Sebagai gantinya pemuda itu menganggukkan kepalanya. Vivian menarik kursi yang ada di depannya untuk duduk.

Vivian akan menunggu Leon untuk makan malam bersama dengan sabar, meskipun sebenarnya dia sudah sangat lapar. Tapi Vivian akan menahannya sebentar.

Namun rasa lelah dan kantuk yang tidak bisa tertahankan lagi tiba-tiba mendera tubuh dan matanya.

Vivian meletakkan kepalanya di atas lipatan tangannya di meja, matanya semakin lama semakin memberat sampai akirnya ia benar-benar tertidur dalam posisi duduknya.

10 menit kemudian Leon keluar dari kamarnya. Pemuda itu terlihat lebih segar setelah membersihkan diri.

Tubuhnya dalam balutan jeans belel hitam, kemeja kotak-kotak tanpa lengan dan singlet putih yang menjadi dalaman kemejanya. Leon tetap terlihat tampan meskipun perban masih belum mau beranjak dari kening dan tulang pipinya.

Pemuda itu menghentikan langkahnya di samping Vivian. Kedua mata berlapis lensa abu-abunya terus menatap wajah Vivian yang terlihat damai.

Leon terus menatap wajah ayu Vivian tanpa berniat membangkunnya. Di amati setiap lekukan wajah gadis itu mulai dari mata, hidung sampai bibir. 10 tahun mengenal gadis itu, Leon baru menyadari bila Vivian memiliki wajah yang sangat cantik.

Tidak salah jika banyak pria yang jatuh cinta padanya. Hanya Leon satu-satunya pria terbodoh di dunia ini karena tidak pernah menyadari kecantikkan Vivian. Leon tersenyum simpul.

Selang beberapa saat, Leon melihat pergerakan Vivian. Gadis itu membuka matanya secara perlahan, kedua mutiara hazel itu membelalak mendapati Leon sudah duduk disampingnya

"Maaf, aku ketiduran." Ucapnya penuh sesal.

"Tidak apa-apa, ya sudah kita makan sekarang." Vivian mengangguk.

.

.

.

Setelah acara makan malam selesai. Kini pasangan kekasih itu duduk di depan televisi. Sesekali Vivian menolehkan kepalanya menatap sisi wajah Leon yang hanya menatap lurus kedepan.

Gadis itu tersenyum miris, seharusnya ia memang tidak mengharapkan lebih. Setidaknya untuk saat ini.

Vivian tidak ingin membuat Leon menjadi tidak nyaman. Vivian akan melakukannya secara perlahan dan bertahap. Kediaman Leon membuat Vivian memicingkan matanya. Vivian yakin jika saat ini Leon tengah memikirkan sesuatu. "Ada apa?" tanya Vivian.

Pemuda itu menggerakkan kepalanya , menatap mata hazel Vivian. "Kau masih memikirkan mengenai hubungan kakakmu dengan kekasihnya itu?"

Leon terdiam beberapa saat, menutup matanya dan menarik nafasnya dalam-dalam. "Ya," jawabnya singkat.

Vivian tersenyum miris mendengar jawaban Leon. Gadis itu memalingkan wajahnya mencoba menyembunyikan kesedihannya.

"Vivian," panggil Leon.

Vivian buru-buru menghapus air matanya yang jatuh tanpa bisa ia cegah. Memaksakan untuk tetap tersenyum. "Ya," Leon mengertutkan dahinya, jarinya menyentuh pipi Vivian yang basah.

"Kau menangis?" tanyanya memastikan.

Vivian menggeleng. "Tidak, wajahku basah karena telapak tanganku berkeringat. Tiba-tiba wajahku terasa gatal dan aku menggosoknya, mungkin karena itu wajahku jadi basah, ya karena keringat di jariku." Dustanya. Meskipun perih, tapi Vivian tetap memaksakan untuk tersenyum.

Leon tau Vivian sedang berbohong. Jelas-jelas itu adalah air mata bukan keringat. Leon semakin merasa bersalah pada gadis ini.

Keheningan tiba-tiba melanja kebersamaan mereka berdua. Yang terdengar hanya suara TV yang menyala.

Leon tersentak saat Vivian tiba-tiba saja melingkarkan kedua tangannya pada lengannya yang terbuka dan menyandarkan kepalanya pada bahunya. "Aku mohon, biarkan seperti ini sebentar saja." Pintanya parau.

Leon tidak memberikan respon apa pun. Pemuda itu hanya diam layaknya sebuah patung yang tidak bernyawa. Digulirkan pandangannya pada rambut coklat Vivian yang selembut sutra.

Terbesit keinginan Leon untuk mengelus rambut indahnya dan akhirnya ia lakukan juga.

Perlahan Vivian menutup matanya merasakan lembutnya sentuhan Leon pada kepalanya. Dan semoga ini menjadi awal yang baik untuk mereka berdua.

"Ya Tuhan, bantu aku. Buat dia mencintaiku,"

🌹

Mungkin banyak yang bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi antara Leon dan sang kakak, sampai-sampai Leon menganggap jika kasih sayang yang dia berikan padanya adalah cinta, meskipun pada kenyataannya bukan.

Sebenarnya kakaknya normal, begitu pula dengan Leon, hanya saja dia tidak menyadari hal tersebut. Karena selama ini dia hanya salah mengartikan kasih sayang kakaknya saja.

Sejak lahir Leon tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu, karena ibu mereka meninggal ketika melahirkan Leon.

Tuan Reno sempat menyalahkan Leon sebagai penyebab kematian istrinya, dan membencinya selama bertahun-tahun, hingga usia Leon beranjak dewasa.

Tuan Reno menganggap jika Leon adalah anak pembawa sial, untuk itu dia tidak mau menyentuh sedikit pun putra bungsunya tersebut bahkan sejak dia dilahirkan.

Dari situlah Adrian mengambil tiga peran sekaligus untuk Leon. Sebagai Ibu yang selalu menyayangi dan menghapus air matanya ketika Leon kecil menangis, sebagai ayah yang selalu mengatakan betapa bangganya dia ketika Leon mendapatkan nilai terbaik di sekolahnya dan sebagai kakak yang selalu menyayangi dan melindunginya.

Dia memberikan kasih sayang yang berlimpah untuk Leon karena dia tidak ingin adiknya itu tumbuh tanpa kasih sayang. Sejak kecil Adrian membiarkan Leon terus bergantung padanya.

Dia tidak pernah memarahinya meskipun Leon tumbuh menjadi pemuda begajulan yang memiliki hobi balap liar, mabuk-mabukan sampai tawuran. Dan dari situlah Leon salah mengartikan kasih sayang kakaknya.

Dan apa yang terjadi pada Leon saat ini tentu bukan sepenuhnya salah dia, karena sang kakak selalu berperan penting kenapa Leon sampai memiliki perasaan yang salah. Karena dia terlalu menyayangi dan memanjakan adiknya.

"Leon,"

Pemuda itu mengangkat wajahnya mendengar suara lembut seorang gadis masuk dan berkaur di dalam pendengarannya. Terlihat Vivian menghampirinya sambil menenteng kotak p3k di tangan kirinya, Leon mengulum senyum tipis.

Pemuda itu menggeser sedikit duduknya memberi ruang untuk sang kekasih. Leon memperhatikan penampilan Vivian dari ujung rambut sampai ujung kaki

"Kau sudah mau pergi?" tanya Leon. Vivian yang sibuk mengeluarkan kapas, perban, plaster dan obat merah mengangkat wajahnya lalu mengangguk.

"Aku ada kuliah jam 8,"

"Bisahkah kau mengganti pakaianmu?" Vivian memicingkan matanya dan menatap Leon penuh tanda tanya.

"Kenapa? Aku rasa tidak ada yang salah dengan pakaianku. Bukankah biasanya aku memakai pakaian seperti ini?" ucap Vivian sambil memperhatikan penampilannya sendiri. Tubuh rampingnya terbalut dress kuning soft di atas lutut tanpa lengan.

"Aku tidak suka kau memakai pakaian seperti itu saat keluar rumah apalagi yang kau datangi adalah tempat umum. Bisakah kau mengganti pakaianmu sekarang?" tanya Leon sekali lagi. Vivian tersenyum kemudian mengangguk.

"Baiklah, setelah aku membersihkan lukamu dan mengganti perbanmu ."

Vivian melepas lilitan perban yang melingkari dahi Leon kemudian beralih pada kapas yang menjadi lapisan dalamnya.

Gadis itu mulai membersihkan keringat di sekitar lukanya, lalu mengoleskan salep luka dan obat merah sebelum membebatnya kembali dengan perban.

Vivian juga melakukan hal yang sama pada luka di tulang pipi dan lengan kiri atasnya. Luka-luka itu sudah di obati dan tertutup kembali.

Vivian sedikit tersentak saat merasakan genggaman pada jemarinya.

Gadis itu menolehkan wajahnya membuat mata hazelnya bersiborok dengan mata abu-abu milik Leon yang juga tengah menatap padanya, sudut bibir Vivian tertarik keatas lalu menyandarkan kepalanya di bahu Leon.

Leon melepaskan genggamannya dan beralih merangkul punggung Vivian. Sebuah kecupan kecil mendarat pada bibirnya.

"Kenapa kau bisa jatuh cinta padaku? Dan sejak kapan kau mencintaiku?" tanya Leon sambil meremas lembut jari-jari Vivian.

"Sejak kapan ya? Em, aku rasa di awal pertemuan pertama kita, 10 tahun yang lalu."

"10 tahun yang lalu?"

Leon melonggarkan pelukannya dan menatap Vivian tidak percaya. "Selama itu? Lalu kenapa kau tidak pernah mengatakannya padaku?" tanya Leon tanpa melepaskan kontak matanya.

Vivian menurunkan tangan Leon dari punggungnya kemudian bangkit dan berjalan menuju jendela besar di ruangan itu. Mata hazelnya menatap sendu puluhan bunga mawar yang tumbuh dengan subur di taman miliknya.

"Bagaimana mungkin aku bisa mengatakannya sedangkan aku tau kau mencintai kakakmu. Selama ini aku hanya bisa menyimpan rasa sakitku setiap kali kau menceritakan tentangnya. Dia seseorang yang sangat berharga untukmu, sementara aku apa?"

"Jika saja kau normal, mungkin akan lebih mudah untukku mengatakannya padamu. Tapi, Leon ... aku tau ini lebih sulit untukku...!" Vivian menundukkan kepalanya, suaranya terdengar parau. "Mengingat jika kau adalah ... seorang... yang tidak normal." Lanjutnya dengan nada rendah.

Leon terdiam mendengar penuturan Vivian. Rasa bersalah kembali memenuhi perasaannya dan membuat sesak dadanya, lagi-lagi ia membuat terluka perasaan gadis yang sudah sangat baik dan tulus padanya.

Dalam hidupnya, ini peratama kalinya Leon merasa sebersalah ini pada orang lain terlebih lagi itu adalah seorang wanita.

Semenjak perasaan untuk Adrian tumbuh dengan subur di hatinya, Leon menutup rapat-rapat dirinya pada mahluk yang di sebut wanita kecuali Vivian.

Karena hanya Vivian satu-satunya teman wanita yang Leon miliki, dan hanya padanya ia bisa bercerita segalanya tanpa Leon sadari bagaimana hancurnya perasaan gadis berhati malaikat itu.

"Vivian, aku-"

"Astaga.... bagaimana aku bisa lupa. Leon, sebaiknya aku ganti baju sekarang. Aku ada kuliah 45 menit lagi." Ucap Vivian dan berlalu begitu saja meninggalkan Leon sendiri di ruang tengah.

.

BERSAMBUNG.

Terpopuler

Comments

Mia_Mia

Mia_Mia

Beruntungnya Leon di cintai gadis seperti Vivian

2021-11-19

0

Yanti Jambi

Yanti Jambi

moga leon berubah dan mencintai vivian dgn tulus

2021-11-19

0

Franda Frans

Franda Frans

huuuuuuhhh apa Leon udah mulai mencoba berubah

2021-11-19

0

lihat semua
Episodes
1 Diusir
2 Berbelanja
3 Kecelakaan
4 Memulai Sebuah Hubungan
5 Berhati Malaikat
6 Berjuang Bersama
7 Jeritan Hati
8 Cemas
9 Pingsan
10 Tidak Suka
11 Tentang Cinta
12 Hadiah Kecil Untuk Vivian
13 Beruntungnya Dirimu
14 Karena Kau Tulus Padaku
15 Cinta Tidak Butuh Alasan
16 Cintaku Layak Diperjuangkan
17 Takut Petir
18 Hampir saja
19 Tidak Pernah Berubah
20 Pertemuan Vivian Dan Tuan Valentino
21 Terguncang
22 Fakta Yang Sebenarnya
23 Kau Sebuah Pengecualian
24 Maria Valentino
25 Dipenjara
26 Ya, Aku Berjanji
27 Berantakan
28 Jangan-Jangan cemburu
29 Aku...Cemburu
30 Memang Yang Terbaik
31 Nyaris Tertabrak
32 Batalnya Kerjasama
33 Vivian Gadis Bar-Bar
34 Tawuran dan Cidera
35 Seperti Ibu Dan Anak
36 Duka seorang Ibu
37 Sifat Asli Vivian
38 Mimpi Serasa Nyata
39 Tidak Ada Lagi Keraguan
40 Menjadi Duda Sebelum Menikah
41 Meminta Pembuktian
42 Vivian Ditusuk
43 Misteri Kancing Baju
44 Hidup Baru
45 Rubah Bermuka Dua
46 Senjata Makan Tuan
47 Saling Memiliki
48 Pernikahan Dan Kenangan
49 Vivian Hamil
50 Pria Dingin Tapi Romantis
51 Keinginan Bumil
52 Semakin Manja
53 Kemalangan Berry
54 Janinnya Mengundurkan Diri
55 Kematian Sarah
56 Wajah Leon Di rusak
57 Menerima Apa Adanya
58 Pendarahan
59 Barbar
60 Rencana Berry
61 Tanding Minum
62 Hadiah Kecil Untuk Berry
63 Ganteng-Ganteng Kok Gila
64 Tidak Ingin Terulang Kembali
65 Gara-Gara Drama
66 Kelahiran Dan Kebahagiaan
Episodes

Updated 66 Episodes

1
Diusir
2
Berbelanja
3
Kecelakaan
4
Memulai Sebuah Hubungan
5
Berhati Malaikat
6
Berjuang Bersama
7
Jeritan Hati
8
Cemas
9
Pingsan
10
Tidak Suka
11
Tentang Cinta
12
Hadiah Kecil Untuk Vivian
13
Beruntungnya Dirimu
14
Karena Kau Tulus Padaku
15
Cinta Tidak Butuh Alasan
16
Cintaku Layak Diperjuangkan
17
Takut Petir
18
Hampir saja
19
Tidak Pernah Berubah
20
Pertemuan Vivian Dan Tuan Valentino
21
Terguncang
22
Fakta Yang Sebenarnya
23
Kau Sebuah Pengecualian
24
Maria Valentino
25
Dipenjara
26
Ya, Aku Berjanji
27
Berantakan
28
Jangan-Jangan cemburu
29
Aku...Cemburu
30
Memang Yang Terbaik
31
Nyaris Tertabrak
32
Batalnya Kerjasama
33
Vivian Gadis Bar-Bar
34
Tawuran dan Cidera
35
Seperti Ibu Dan Anak
36
Duka seorang Ibu
37
Sifat Asli Vivian
38
Mimpi Serasa Nyata
39
Tidak Ada Lagi Keraguan
40
Menjadi Duda Sebelum Menikah
41
Meminta Pembuktian
42
Vivian Ditusuk
43
Misteri Kancing Baju
44
Hidup Baru
45
Rubah Bermuka Dua
46
Senjata Makan Tuan
47
Saling Memiliki
48
Pernikahan Dan Kenangan
49
Vivian Hamil
50
Pria Dingin Tapi Romantis
51
Keinginan Bumil
52
Semakin Manja
53
Kemalangan Berry
54
Janinnya Mengundurkan Diri
55
Kematian Sarah
56
Wajah Leon Di rusak
57
Menerima Apa Adanya
58
Pendarahan
59
Barbar
60
Rencana Berry
61
Tanding Minum
62
Hadiah Kecil Untuk Berry
63
Ganteng-Ganteng Kok Gila
64
Tidak Ingin Terulang Kembali
65
Gara-Gara Drama
66
Kelahiran Dan Kebahagiaan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!