"Leon!"
Merasa terpanggil. Pemuda itu membuang putung rokoknya kemudian membalikkan badan dan mendapati Vivian berjalan menghampirinya. "Dasar lelet, kenapa lama sekali? Kau tau berapa lama aku menunggumu di sini?"
"Ck," Vivian berdecak dan menatap Leon dengan kesal. "Memangnya siapa yang memintamu untuk menungguku di sini? Ngomong-ngomong apa yang terjadi pada kening dan pipimu?" tunjuk Vivian pada perban yang melingkari kening Leon dan menutup luka di tulang pipinya.
"Tidak apa-apa, hanya luka kecil saja. Naiklah." Leon menunjuk jok belakang dengan dagunya.
"Memangnya kita mau kemana?"
"Cerewet, sudah naik saja. Nanti kau juga akan tau." Pinta Leon sekali lagi. Perintahnya mutlak dan seolah-olah tidak ingin di bantah.
Gadis itu mendengus kesal, dengan terpaksa Vivian naik keatas motor Leon. Beruntung hari ini ia tidak memakai rok ataupun dress yang akan menyulitkan dirinya sendiri.
Vivian melingkarkan kedua tangannya pada perut Leon dan menyandarkan tubuhnya pada punggung lebar pemuda itu.
Leon terdiam untuk beberapa saat, mata abu-abunya menatap gamang sepasang tangan putih Vivian yang melingkari perutnya. Tidak ingin terlalu ambil pusing, segera saja Leon tancap gas. Motor besarnya melaju menuju jalan raya.
Vivian menutup matanya dan semakin mempererat pelukannya pada perut Leon ketika pemuda itu menambah kecepatan pada laju motornya.
Motor besar Leon menyalip beberapa kendaraan yang ada di depannya dan tidak sekali pun Vivian berani membuka matanya. Ia takut, sungguh-sungguh takut.
"Buka matamu, kita sudah sampai." Kata Leon setelah ia menghentikan laju motornya.
Vivian membuka matanya dan melepaskan pelukannya pada perut Leon. Hal pertama yang tertangkap oleh mata hazelnya ada hamparan Bunga Canola yang membentang luas dari ujung barat sampai ujung timur.
Vivian turun dari motor besar Leon dan berjalan menuju hamparan bunga cantik itu.
Leon mendengus geli melihat tingkah kekanakan Vivian.
Kedua mata Vivian berbinar-binar melihat hamparan kuning yang membentang luas dihadapannya tersebut.
Di saat yang sama, bayangan sang kakak yang sedang bersama kekasihnya kembali memenuhi fikiran Leon. Hatinya kembali terbakar mengingat pemandangan menyakitkan itu.
Ia fikir setelah meninggalkan rumah tidak akan bertemu atau pun melihat batang hidung kakaknya itu. Tapi dugaan Leon ternyata salah. Mustahil jika mereka tidak akan bertemu sementara mereka berada di satu kota yang sama.
Vivian menghentikan acara berputar-putarnya ketika melihat wajah sedih Leon. Dari sorot mata yang dia pancarkan, Vivian merasa yakin jika sesuatu telah terjadi pada pemuda itu. Meninggalkan tempatnya, kemudian Vivian menghampiri Leon.
"Ada apa? Apa sesuatu telah terjadi?" tanya gadis itu penasaran.
Leon mengangkat wajahnya, mata abu-abunya bersiborok dengan mata hazel milik dara jelita yang berdiri di depannya. "Hari ini aku melihatnya, dia bersama seseorang dan mereka terlihat cukup dekat."
"Maksudmu kakakmu?" Leon mengangguk
"Rasanya benar-benar menyakitkan melihatnya dengan orang lain. Apa dia benar-benar tidak memiliki hati nurani? Bagaimana bisa dia bersikap biasa saja seolah tidak terjadi apa-apa setelah menghancurkan hatiku!" geram Leon sambil mengepalkan kedua tangannya.
Vivian diam tidak memberikan respon apa pun. Gadis itu menundukkan wajahnya menatap kakinya yang terbalut hils putih berhiaskan pita dan tiara.
Matanya mulai memanas, namun sebisa mungkin Vivian menahannya agar tidak sampai menetes. Ia tidak ingin menunjukkan keadaannya yang sebenarnya di depan Leon. Vivian tidak ingin Leon sampai tau bila dirinya hancur.
"Aku sungguh-sungguh muak dengan semua ini. Aku tidak menyangka jika dia akan mempermainkanmu seperti ini. Setelah semua yang kami lalui, setelah semua yang dia berikan padaku."
"Kasih sayang yang melimpah, perhatian yang berbihan. Aku fikir semua itu karena dia mencintaiku. Tapi dengan entengnya dia mengatakan jika semua yang di berikan padaku selama ini adalah bentuk kasih sayang seorang kakak kepada adiknya. Apa menurutmu ini masuk akal, tidak kan?"
"......" namun tidak ada tanggapan.
Vivian tidak merespon ucapan Leon sedikit pun. Gadis itu terus diam sambil menatap kosong ke depan. "YAKKK...!!! SEBENARNYA KAU INI MENDENGARKANKU ATAU TIDAK, SI!!!" bentak Leon penuh emosi.
Leon benar-benar kesal karena Vivian mengabaikannya. Ia sudah berbicara panjang lebar tapi gadis itu tidak meresponnya sama sekali
"Maaf...." sesal Vivian kemudian menundukkan wajahnya,
"Sudahlah lupakan." Ketus Leon lalu beranjak dari hadapan Vivian.
"Leon..."
Pemuda itu menghentikan langkahnya mendengar panggilan Vivian. "Apa kau tidak ingin mencoba membuka hatimu untuk orang lain? Maksudku bukan orang yang sama denganmu, tapi untuk seorang sepertiku layaknya orang normal pada umumnya"
"Kau itu terlihat normal yang tidak memiliki kelaian apapun. Kau berbeda dengan kebanyakkan sejenismu di luaran sana. Kau tidak pernah melakukan hal-hal mengerikan seperti yang mereka lakukan."
"Kau hanya menyukai kakakmu tanpa pernah bersentuhan fisik seperti pasangan yang lainnya. Kau juga layak berada di sisi seorang yang mencintaimu dengan tulus." Leon terdiam, ditolehkan kepalanya menghadap Vivian.
"Cobalah untuk menjadi normal. Dan cobalah untuk melupakan kakakmu, kau mengerti maksudku kan?"
Leon mendengus. "Itu tidak semudah yang kau katakan, Vi. Memang mudah mengatakannya tapi tidak saat kau mela-"
Belum sempat Leon menyelesaikan kalimatnya. Sepasang tangan mungil menakup wajahnya. Dan sepasang mutiara hazel milik Vivian mengunci dalam manik abu-abu milik Leon.
"Kau tidak akan pernah tau sebelum kau mencobanya. Jika kau mau, aku bisa membantumu melupakan kakakmu, dan membuatmu menjadi normal." Ucapnya bersungguh-sungguh.
"Bagaimana caranya? Bagaimana caranya kau akan membantuku dan membuatku menjadi normal sementara kau tau sendiri jika hatiku hanya untuk-"
"Berkencanlah denganku." Vivian menyela cepat. Kedua matanya tampak berkaca-kaca. Leon terpaku mendengar kalimat yang di lontarkan oleh sahabatnya itu
"Vivian,"
"Aku mencintaimu. Bukan sebagai sahabat, tapi sebagai seorang wanita kepada pria."
Entah setan apa yang merasuki diri Leon. Tiba-tiba saja pemuda itu menarik tengkuk Vivian dan mel*mat singkat bibirnya sebelum akhirnya mendekap tubuh itu kedalam pelukannya.
Leon akui, setiap kali berdekatan dengan Vivian, dia merasakan kenyamanan yang tidak pernah ia rasakan pada siapa pun termasuk Adrian.
Perhatian dan ketulusan yang Vivian berikan padanya selama ini seakan-akan dirinya masih berguna di dunia ini. Tapi bisakah ini di sebut cinta? Bukankah masih terlalu awal......?
"Jika begitu ... Ajari aku ... Ajari aku untuk menjadi normal seperti yang kau inginkan." Lirih Leon berbisik.
Vivian menutup matanya, air mata kembali menetes dari mutiara hazelnya. Gadis itu semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh Leon. Akhirnya mereka memulai sebuah hubungan.
"Terimakasih karena sudah memberiku kesempatan." Bisiknya parau. Leon menggeleng. Dieratkan pelukannya pada tubuh Vivian.
Dan jika saja gadis lain yang memintanya. Mungkinkah Leon tidak akan menurutinya? Selama ini Leon tidak pernah berfikir untuk menjadi normal. Namun mendengar apa yang Vivian katakan membuat Leon tersentuh.
Selama ini Leon merasa jika dirinya tidak normal karena mencintai kakak kandungnya sendiri. Leon tidak pernah berkencan dengan siapa pun dan orang mana pun, apalagi melakukan hal gila seperti yang di lakukan oleh pasangan gila pada umumnya.
Leon melepaskan pelukannya pada tubuh Vivian, mata abu-abunya mengunci mutiara hazel milik gadis itu. Mengangkat jari-jarinya untuk menghapus air mata gadis yang baru resmi menjadi teman kencannya.
Leon menakup wajah Vivian dan kembali mel*mat singkat bibirnya. Tidak ada penolakan. Vivian justru menyambut ciuman Leon dengan senang hati.
"Sudah hampir petang. Sebaiknya kita pulang," katanya lembut.
Leon mengangkat tangan kirinya dan mengulurkan pada Vivian. Gadis itu tersenyum tipis dan menerima uluran tangan Leon. Vivian merasakan jari-jarinya di remas lembut oleh pemuda itu.
Vivian tidak bisa mengungkapkan kebahagiaannya dengan kata-kata, ia sangat bahagia karena Leon telah resmi menjadi miliknya. Meskipun tidak mudah, namun Vivian akan membuat Leon menjadi normal yang pada akhirnya hanya mencintainya saja.
.
BERSAMBUNG.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Franda Frans
semoga Leon bisa benar-benar berubah dan ga nyakitin Vivian
2021-11-19
0
Mia_Mia
Next Thor 🥰🥰🥰😍😍😍😍🌹🌹🌹🙏🙏🙏
2021-11-18
0
Riani Ani
Aku berharap Leon gak nyakitin hati Vivian setelah mereka jadian
2021-11-18
0