Leon memicingkan matanya dan menatap punggung Vivian yang semakin menjauh dengan tatapan penuh selidik. Pemuda itu merasa heran dengan perubahan sikap sahabatnya itu. Tadi Vivian bersikap baik-baik saja, tapi sekarang dia bersikap aneh.
Leon mendengus berat, Leon mengayunkan kedua kakinya secara bergantian, dan dengan cepat ia menyusul Vivian yang sudah menunggunya di halaman rumah minimalisnya.
Bahkan tatqpqnnya berubah dingin ketika menatapnya."Jangan lupa kunci pintunya," kata Vivian tanpa menatap lawan bicaranya. Gadis itu mengalihkan tatapannya dan menatap ke arah lain.
Leon melemparkan kunci itu pada Vivian yang kemudian di simpan di tas kecilnya. Leon berjalan menuju motor sport merahnya yang terparkir di halaman rumah Vivian.
Dengan langkah santai, Vivian menghampiri Leon yang sudah selesai memanaskan motor besarnya. "Ayo," Vivian duduk di belakang dengan kedua tangan yang ia letakkan di atas bahu tegap pemuda itu.
Motor besar Leon perlahan melaju meninggalkan halaman rumah Vivian dan keluar menuju jalan raya. Leon mengemudikan motornya dengan kecepatan tinggi, Vivian yang terkejut refleks memeluk pinggang Leon dengan dada menempel sempurna pada punggung pemuda itu.
Bagi Vivian moment semacam ini sangat berarti, namun tidak untuk Leon. Leon tidak merasakan apa pun meskipun Vivian memeluknya seperti itu, Leon merasa biasa-biasa saja.
20 menit kemudian mereka tiba di pusat perbelanjaan, Vivian pun segera turun dari motor besar Leon dan berjalan menuju pintu masuk, di sana ia menunggu Leon yang sedang memarkirkan motor besarnya.
Tak jauh dari tempat Vivian berdiri, terlihat beberapa pria yang terus mencuri pandang kearahnya, orang itu menatap Vivian dari ujung rambut sampai ujung kaki. Bangkit dari duduknya, orang itu menghampiri Vivian.
"Hai cantik, sendirian saja. Boleh dong kami temani." Pria itu mencoba menggoda Vivian namun dihiraukan olehnya. Vivian tak tak mau peduli.
"Tidak sopan," dengan kasar Vivian menyentak tangan orang itu dari dagunya dan menatapnya tajam.
Bukannya merasa marah dan lekas pergi, orang itu memandang rekan-rekannya lalu memberi kode pada mereka untuk mengamankan Vivian yang menurutnya sangat liar itu.
Vivian mundur beberapa langkah kebelakang, perasaannya mulai tidak enak, Vivian yakin jika orang-orang itu memiliki niat buruk padanya"Ma..mau apa kalian?" tanya Vivian terbata-bata. Dia sangat ketakutan sekarang.
"Santai cantik, tidak usah takut. Kami bukan orang jahat kok. Bagaimana kalau kamu ikut kami dan menemani kami bersenang-senang??" Ucap salah satu dari preman-preman itu.
"Lepaskan," jerit Vivian histeris.
Sekuat tenaga gadis itu mencoba melepaskan cengkraman dua orang yang memegangnya, namun apa daya. Tenaga Vivian tidaklah sebanding dengan mereka. "LEON!! tolong...." dan teriakan keras Vivian sampai pada telinga Leon.
"Bang*at, lepaskan gadis itu."
Bruggg...!!!!
Leon menarik pakaian belakang pria yang hendak melecehkan Vivian, kakinya menendang tulang rusuk salah satu dari dua orang itu hingga terkengkang kebelakang.
"Kurang ajar, apa yang kalian lihat? Hajar pemuda sok pahlawan itu." merasa tidak terima, bos dari para perusuh itu memberi perintah pada anak buahnya untuk menghajar dan mengeroyok Leon.
Adu pukul antara Leon dan pria-pria itu pun tidak dapat terhindarkan lagi, meskipun hanya seorang diri namun hal itu tidak membuat Leon gentar sedikit pun.
Dan tidak sampai 10 menit, Leon berhasil mengatasi orang-orang itu. Leon menghampiri Vivian dan memastikan apa gadis itu baik-baik saja.
"Kau tidak apa-apa???" tanya Leon memastikan. Vivian menatap Leon sejenak lalu mengangguk tipis. Meyakinkan pada Leon jika dirinya baik-baik saja.
"Ya, hanya pergelangan tanganku yang sedikit nyeri." Jawabnya.
Leon meraih tangan Vivian dan mendapati pergelangan tangan gadis itu memerah. "Nanti kita kompres, sebaiknya sekarang kita masuk ke dalam. Bukankah kau ingin berbelanja." Vivian pun mengangguk.
Leon merangkul punggung Vivian. Keduanya pun berjalan beriringan memasuki pusat perbelanjaan. Vivian merasakan pipinya memanas karena sentuhan fisik antara dirinya dan Leon.
Leon meninggalkan Vivian dan mengambil troli lalu mendorongnya menuju rak berisi berbagai jenis barang dengan Vivian berjalan di sampingnya.
Pertama mereka menuju rak yang menyediakan berbagai jenis bahan makanan, lalu mereka menuju rak yang menyediakan buah-buahan segar dan sayuran. Lalu menuju rak berisi sarden dan daging kalengan.
"Malam ini kau ingin makan apa, Leon?" tanya Vivian yang masih setia berjalan di samping Leon.
Leon mengangkat bahunya. "Entah, terserah kau saja." jawabnya asal.
"Hhmm." Vivian tampak menimbang-nimbang jenis makanan apa saja yang akan ia beli kali ini.
Jika biasanya ia hanya memikirkan perutnya saja, tapi kali ini tidak. Ada orang lain yang ikut tinggal satu atap dengannya. Dan Vivian tau pasti makanan apa yang paling Leon sukai.
Kemudian Vivian mengambil beberapa bungkus mie instan, daging kalengan, pasta dan sarden lalu memasukkan kedalam troli yang masih kosong.
"Ayo." mereka kembali berkeliling untuk menemukan barang-barang yang mereka butuhkan.
Kebersamaan mereka di iringi candaan kecil, Leon dengan jahil mengolesi pipi Vivian dengan tepung yang bocor. Dan berlanjut dengan Vivian yang membalasnya, dan hal itu terus berlanjut, mereka saling membalas.
Diam-diam Vivian mengulum senyum tipis, moment semacam ini begitu berarti untuknya, meskipun Leon tak merasakan hal yang sama.
Jika boleh berharap. Vivian berharap waktu berhenti berputar detik itu juga agar kebersamaannya dengan Leon tidak cepat berakhir. Vivian ingin memiliki lebih banyak waktu bersama pemuda yang dicintainya itu.
"Leon, kau lebih suka yang mana? Jeruk atau apel?" Vivian menunjukkan dua jenis buah pada pemuda tampan di sampingnya.
Leon bersidekap dada, menimbang buah mana yang akan ia pilih, bukan menunjuk salah satu dari kedua buah yang Vivian tunjukkan padanya. Leon malah mengambil anggur hijau dan anggur merah.
"Bagaimana kalau yang ini saja??" Vivian mendengus.
Dengan kesal Vivian mengembalikan apel dan jeruk itu ketempatnya lalu memasukkan dua jenis anggur itu kedalam troli.
"Bukankah kau sangat menyukai jeruk? Kenapa tidak kau ambil juga??" Leon menarik plastik trasparan yang ada di samping Vivian lalu memasukkan puluhan jeruk ke dalam kantong itu.
"Tidak usah banyak-banyak. Toh, hanya aku sendiri yang memakannya. Bukankah kau sangat membenci jeruk, itulah kenapa aku tidak jadi mengambilnya." Tutur Vivian panjang lebar.
Leon tidak memberikan jawaban lagi. Pemuda itu mengusap kepala Vivian lalu melewatinya begitu saja. Vivian tersenyum sambil memegangi kepalanya yang baru saja di pegang oleh Leon. Gadis itu tersenyum lebar.
"Vivian, ayo.."
"Yakk!! Leon, tunggu aku!!"
.
.
.
"Sudah dapat semua yang kau butuhkan?" tanya Leon memastikan.
Vivian mengangguk. "Sudah." Jawabnya tersenyum.
Setelah hampir dua jam berkeliling, akhirnya mereka mendapatkan semua barang yang mereka butuhkan. Leon dan Vivian membawa semua belanjaannya menuju kasir dan membayarnya.
Dua kantong besar sudah berada di genggaman Leon. Leon menolak ketika Vivian menawarkan untuk membantu membawakan belanjaan itu. Vivian tersenyum tipis, dengan hati riang, gadis itu menyusul Leon yang sudah berjalan menuju parkiran.
"Yakk!! Leon,kenapa aku ditinggalkan lagi?!"
"Karena kau lelet!!"
.
.
.
T.B.C
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Yanti Jambi
serruubanget mereka miga leon berubah dan membuka hatinya ke vivian
2021-11-19
0
Jessline Wang
Leon gak normal tapi jago bela diri ya. Seru Thor ceritanya dan bikin penasaran juga
2021-11-18
0
Baby Sya
Kapan Leon sadar sama perasaan Vivian? 🤔🤔
2021-11-18
0