Nindiya, gadis ceria yang penuh dengan semangat. Sifatnya yang baik hati serta penyayang, membuat dirinya mungkin akan disenangi setiap orang. Namun sayangnya ia hanya gadis biasa. Ia jarang bertemu dengan orang luar.
Ia seorang gadis yang hanya berada di sekitar hutan di sebelah desa Banyuasih. Dulunya desa Banyuasih adalah desa yang tentram, sebelum adanya pembantaian lima belas tahun lalu.
Kini, desa tersebut, telah menjadi kenangan. Karena desa Banyuasih yang sekarang, hanyalah sebuah hutan yang tidak berpenghuni. Walaupun ada, itu hanya Nindiya bersama seorang yang dianggap kakeknya.
Hari ini, ia tengah memancing di sungai. Berharap ia mendapatkan sesuatu. Gadis berumur dua puluh tahun itu duduk santai. Sesekali ia mengangkat pancingannya.
"Akhh... Belum dapat juga?" ia kembali melempar pancingannya.
"Menunggu itu pekerjaan yang membosankan! Huhhh...," ia mendengus dengan kesal. Hanya pipinya yang mengembung.
Ia telah menunggu dari pagi, sampai terik belum dapat yang ia inginkan. Sesekali ia menarik kailnya. Dan ia belum puas. Ia melihat umpan yang hanya koin emas yang berada di ujung benang itu.
Tidak seperti kebanyakan orang, ia bahkan tidak memakai umpan seperti cacing tanah, atau ulat. Karena ia berpikir, apa yang ingin ia dapatkan, tidak mau memakan apa yang dia beri untuk umpan.
Sementara seorang pemuda melihatnya dari jauh. Ia berniat mengambil ikan untuk dia santap bersama dua rekannya. Namun ia tidak sengaja, melihat seorang gadis sedang menunggu dengan jenuh. Terlihat lucu memang, karena ia sesekali mengembungkan pipinya yang sedikit tembem. Tetapi ia melihat gadis kurus tersebut sesekali mengangkat kailnya.
"Raditya, itu ada perempuan cantik. Kok sendirian?" kata seorang pemuda yang berada di sampingnya.
"Sepertinya ia sedang memancing. Tetapi belum dapat. Kurasa sungai ini tidak ada ikannya." Raditya membalas ucapan pemuda tersebut.
"Tidak ... di sini banyak ikannya. Kamu yang ambil ikan. Kami berdua mencari ranting kering." Kedua rekan Raditya kemudian meninggalkannya.
"Iya benar, tapi jangan biarkan gadis itu lari. Kami belum berkenalan dengannya," imbuh seorang lelaki yang juga teman Raditya.
"Kalian ini. Kalau soal wanita cantik nomer satu. Awas kalau kalian lama-lama. Nanti aku jadi lumutan nunggunya!" Raditya kemudian mendorong kedua rekannya untuk segera bergegas.
"Iya deh. Iya. Ayo Indera!" ajak pemuda tersebut.
"Mmm ... ayo Bayu! daripada kita mengganggu," Indera tahu maksud dari Bayu, ia tidak menyangkal. Daripada dengan orang perguruan yang menurut mereka tidak cocok, lebih baik jika Raditya bersama dengan gadis tersebut.
Kedua teman Raditya pergi ke dalam rimbunnya pepohonan di hutan. Bayu mengumpulkan kayu bakar, sedangkan Indera mencari umbi-umbian.
Raditya segera mengambil anak panahnya yang ia gendong. Ketika ia melihat sungai, ia menemukan banyak ikan yang berenang dengan bebasnya.
"Banyak ikan, tetapi mengapa gadis itu belum juga dapat ikan?" gumamnya, tanpa disadari, Nindiya mendengar gumaman Raditya.
"Eh ...," Nindiya kaget karena merasakan ada yang mendekat.
"Siapa kamu?" kerena penasaran, ia tidak melihat banyak orang semenjak peristiwa lima belas tahun lalu.
Nindiya sudah siaga menghadapi Raditya. Ia memasang kuda kuda dan melepaskan pancingannya ke tanah. Karena ia pikir, mungkin saja Raditya adalah orang yang bersama menghancurkan desanya.
"Maaf, saya hanya ingin mencari ikan. Tidak ada niat lain." ungkap Raditya kemudian, ia tidak ingin membuat gadis itu mencurigainya.
"Beneran? Ohh ...," ia melihat pemuda itu sejenak sebelum mengiyakannya.
Kini pandangan mata Nindiya, terarah kepada Raditya. Terlihat jelas wajah pemuda yang berada di hadapannya. Sejenak, jantungnya bergetar dengan cepat. Begitupun dengan Raditya. Ia tidak pernah melihat Nindiya sebelumnya. Tetapi perasaanya kini tertuju pada gadis tersebut.
"Hmm ... cantik!" tanpa sadar, Raditya bergumam pelan.
"Apa?" Nindita tidak bisa mencerna ucapan Raditya yang tanpa sengaja memujinya.
Dan mereka saling memalingkan wajah. Nindiya mengambil kembali pancingannya. Ia terlihat gugup karena mungkin ia baru pertama kali melihat seorang lelaki selain dari kakeknya.
"Kurasa disini banyak ikannya. Apakah sulit dipancing?" tanya Raditya karena baru saja ia tahu tempat tersebut.
"Tidak juga. Tapi aku belum dapat yang kumau." balasnya sambil melihat kearah sungai.
"Sudah berapa lama?" tanya Raditya, setelah merasa sedikit canggung.
"Dari pagi, tapi tiap hari, aku nunggu di sini." Nindiya menjawab pertanyaan l Raditya dengan tanpa melihat kearah pemuda tersebut.
"Apa?!" Raditya tentu kaget. Karena ini sudah terik. Sementara itu, ia menatap gadis tersebut seperti tidak merasa lelah menunggu.
"Apa. Apanya?" ia membalas ucapan Raditya. Karena ia tidak mengerti maksudnya.
"Apa memang tidak bisa memancing?" dengan spontan, Raditya mengatakan itu, membuat Nindiya terlonjak kaget.
"Eehhh ...." Ia menatap Raditya dengan kesal. Karena memancing, harus bersabar.
"Lihat ini!" Raditya menyombongkan dirinya. Diambilnya anak panah dari wadahnya.
Raditya melepaskan anak panahnya ke arah sungai. Dan melesat mengenai ikan besar. Dan tiga ikan sekaligus tertancap di anak panahnya.
"Uhh ... Lumayan," ungkap Raditya merasa senang karena berhasil mendapatkan ikan banyak di depan seorang gadis.
Menurut Raditya, Nindiya pasti akan terkagum kagum akan kemampuannya memanah. Karena ia adalah pemanah terbaik di perguruannya.
"Hahh? Cuma dapat tiga?" gadis tersebut tersenyum. Ia tidak menyangka, kalau pemuda dihadapannta tidak lebih baik darinya.
"Apa?!" Raditya tidak terima, baginya, ia sudah merasa hebat.
"Ini lebih baik daripada kamu yang memancing dari pagi belum dapat satupun!!" ia merasa harga dirinya diinjak injak oleh seorang gadis.
"Dasar bodoh!" ucap Nindiya, senyum diwajahnya mengembang.
"Siapa yang bodoh?! Kau lihat kan saya dapat tiga sekali panah!" dengan sewotnya, Raditya benar-benar merasa menjadi lelaki yang tidak berguna. Padahal menurutnya, ia sudah sangat hebat.
"Lha itu biasa saja."
"Kau menghina terus, tapi nyatanya kamu yang lebih bodoh. Hei gadis bodoh ... lihat!"
Raditya kembali melepaskan anak panah dari busurnya. Ia kini mendapatkan empat ikan besar. Karena itu, ia tersenyum bermaksud untuk mengejek Nindiya.
"Kau lihat?!" tanya Raditya yang merasa sombong dengan keahliannya memanah.
"Uuhhh... membosankan," ia tidak mengerti apa itu memanah, tetapi untuk mendapatkan ikan, ia lebih mudah.
Nindiya mengangkat pancingannya, yang umpannya koin emas. Sudah cukup bagi Raditya untuk mengetahui Nindiya yang hanya seorang gadis bodoh atau gadis gila.
"Hahahaha ... dasar gadis bodoh. Mancing ikan pakai koin. Dasar bodoh ... hahahaha...." Tawa Raditya sangat keras.
"Siapa yang lebih bodoh? Baiklah ... lihat ini!"
Nindiya mengayunkan pancingannya. Koin itu melesat dengan cepat. Dan masuk ke dalam air sungai. Seketika ia mengangkat pancingannya, ia tersenyum lebar, karena ia berhasil menutup mulut Raditya.
"Sreekkk ..." Nindiya menarik pancingannya dengan cepat.
"Heh...?" Raditya kaget, setidaknya belasan ikan ditariknya dari dalam sungai.
"Bagaimana bisa?!" pemuda tersebut hanya bisa melongo kemudian. Siapa gadis itu sebenarnya?
Sementara itu, Nindiya tersenyum dengan hasil yang ia peroleh. Setidaknya ia tidak sebodoh yang Raditya ucapkan.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments
Nabila Kim
ninggalin jejak lagiiiiii
2020-10-21
1
Author_Ay
wkwkwk
2020-10-19
1
@elang_raihan.Nr☕+🚬🐅🗡🐫🍌
Uyeeee😁
2020-08-06
1