Setelah pertarungan dengan Ubhaya, Daniswara dibawa ke desanya oleh Mahadri, guru sekaligus sosok ayah baginya. Sebenarnya Daniswara dan Ubhaya sama-sama diadopsi oleh Mahadri, dan dianggap sebagai anaknya. Selain karena Mahadri kehilangan isteri dan anaknya, karena suatu insiden, Daniswara dan Ubhaya pun sama. Mereka adalah sisa-sisa dari bencana alam tanah longsor di desa Guntur.
Konon, desa Guntur adalah sebuah dataran tinggi, dan merupakan sebuah bukit yang dipenuhi dengan hasil bumi melimpah. Tetapi sejak terjadinya pembalakan liar, kayu kayu ditebangi untuk di jual di pasar besar. Beberapa penguasa yang haus dengan harta pun memanfaatkan desa tersebut sebagai ladang harta mereka.
Tentu hasil bumi, tidak main main jumlahnya. Alih-alih untuk mendirikan istana, penguasa di kerajaan Lokapraja saat itu, yang telah membuat hutan hutan menjadi gundul. Hasil bumi pun habis tidak tersisa. Beberapa penduduk memilih meninggalkan tempat tersebut. Adapula yang bertahan. Saat hujan mengguyur dengan derasnya, terjadilah tanah longsor. Hanya tersisa beberapa orang yang hidup disana.
Saat itu, Mahadri kehilangan isteri dan anaknya. Namun dari longsoran tanah tersebut, ia menemukan sebuah pedang dengan tampilan yang mengagumkan. Sebuah pedang berwarna biru langit yang memancarkan aura yang dahsyat.
Sebagai seorang pendekar hebat di desanya, ia berhasil membawa pedang itu bersamanya. Saat itu pula, ia menemukan dua anak kecil yang bernama Ubhaya dan Daniswara. Karena keadaan desa tersebut tidak bisa ditinggali lagi, maka Mahadri membawa Ubhaya dan Daniswara ke sebuah desa yang asri. Di sebuah desa yang bernama desa Banyuasih. Disana pula, Daniswara menemukan seorang gadis yang bernama Arini.
Inilah awal dari permusuhan antara Ubhaya dan Daniswara, karena mereka mengincar gadis yang sama. Tetapi itu sudah menjadi masa lalu. Karena Daniswara yang berhasil membawa Arini ke jenjang pernikahan.
Akibat dendam itu, Ubhaya mempelajari ilmu hitam. Ia bersekutu dengan iblis, dan memiliki golok darah. Golok tersebut adalah golok yang memberinya kekuatan. Karena di dalamnya terdapat makhluk yang mendiaminya.
***
Setelah pertarungan dengan Ubhaya, Daniswara kehilangan banyak kekuatannya. Ia pun memulihkan kekuatannya dengan bertapa di sebuah goa, tempat ia berlatih tenaga dalam.
Selang beberapa hari, Ubhaya mengumpulkan kekuatan golongan hitam untuk membentuk sebuah perguruan golok darah. Pemimpin perguruan tersebut adalah Ubhaya sendiri. Ia pun menguasai beberapa perguruan golongan hitam dengan menang pertarungan.
Ubhaya membawa anak buahnya untuk menyerang desa Banyuasih. Kebetulan saat itu, Daniswara baru saja menyelesaikan pemulihannya. Ia mendengar suara teriakan dan kobaran api dan asap mengepul dari arah desa.
"Ada apa ini?" dengan kecepatan geraknya, ia mengeluarkan ajian sepi angin. Ia melesat dengan kecepatan tinggi.
Di desa tersebut, pendekar pendekar aliran hitam, telah memasuki desanya. Pembantaian terjadi dimana-mana. Tetapi Daniswara tidak bisa menyelamatkan semuanya sekaligus.
"Tolong!"
"Akkkhhhh ...!"
Suara suara meminta tolong, terdengar dari berbagai menjuru. Ia tahu, mereka tidak hanya membunuh, tetapi juga melakukan hal Ben*t terhadap warga desa. Terutama untuk wanita dan gadis gadis yang mereka temui. Mereka para pendekar golongan hitam, menikmati setiap wanita muda dan cantik yang mereka suka.
"Tidak. Arini?" Daniswara teringat dengan isterinya yang berada di rumah. Ia pun melesat menuju ke rumahnya, sambil menebas para pendekar golongan hitam tersebut.
"Ibuu!!!" terdengar suara anak kecil yang berteriak memanggil ibunya.
"Tidak!" Daniswara sampai di rumahnya.
Pertama yang dilihatnya, adalah isterinya yang telah tergeletak dengan darah di lehernya. Ia pun melihat Puteri kecilnya yang ketakutan. Dengan pedang langitnya, Daniswara pun menyerang para pendekar tersebut.
"Kalian semua lelaki biadab!" dengan emosi yang sudah berada di ujung kepala, Daniswara menggenggam pedang langit tersebut.
"Daniswara!" teriak salah satu dari mereka.
"Ayah ..." Nindiya tahu itu ayahnya.
Mendengar nama Daniswara, membuat para penjahat tersebut mulai bergidig. Mereka tidak menyangka akan berhadapan dengannya. Apalagi mereka berurusan dengan keluarganya. Membuat nyali mereka menciut. Tentu saja mereka tahu nama itu. Dan nyali mereka menciut saat berhadapan dengannya. Yah mereka tidak ingin mati konyol karena berurusan dengan Daniswara. Namun apalah daya mereka. Mereka harus menerima kematian.
"Ti..."
Sebelum berkata, kepala mereka telah terpisah dari tubuhnya dalam hitungan detik. Daniswara memeluk Nindiya agar tidak melihat semuanya. Ia menutup mata Nindiya. Dan melihat sosok wanita yang tidak bernyawa bercucuran darah.
"Tidak ... Arini. Kenapa kau meninggalkanku... Maafkan aku yang terlambat. Arini ...," tak kuasa ia membendung air matanya.
Nindiya sudah tidak sadarkan diri. Anak yang terlalu lemah, tidak sanggup menghadapi tekanan seperti ini. Daniswara menyentuh pipi wanita tersebut.
"Maafkan aku sayang ... aku terlambat. Ini salahku ... andaikan aku tidak terlambat, " Daniswara mengepalkan tangannya.
"Aku harus membunuh mereka semua!" ia bangkit lalu melangkah keluar, membawa Nindiya pergi dari rumah itu.
...
**"
Saat ini, pedang langit berada di perguruan Pedang Dewa. Sebuah perguruan yang tersohor karena perguruan tersebut adalah perguruan nomor satu di pulau Jawa.
Bukan rahasia umum lagi, pasalnya perguruan terbesar di pulau jawa ini tengah menjadi topik pembicaraan para pendekar. Baik dari pendekar muda, tua, pria atau wanita.
Perguruan 'Pedang Dewa' adalah perguruan tersohor dan hanya mengangkat seratus murid. Dan sudah lebih dari jutaan pendekar mendaftarkan diri menjadi murid disana.
Alasan utamanya, karena perguruan tersebut memiliki pedang yang dianggap paling sakti. Karena memiliki kekuatan dewa.
"Kabarnya pedang langit itu sangat hebat. Orang yang tidak memiliki tenaga dalam pun bisa mengalahkan seribu pasukan kalau bertarung." Ungkap seorang pendekar pria.
"Pedang itu sangat hebat. Tetapi tidak ada yang tahu rupa pedang itu. Dan ketua perguruan 'Pedang Dewa' pun tidak berani memegang pedang itu." Tambah pendekar kedua
"Wah sungguh luar biasa pedang itu. Andai saya berkesempatan melihatnya." Balas pendekar ketiga.
Ketiga pendekar itu membicarakan pedang yang maha dahsyat itu. Sambil makan di warung mereka juga dikelilingi banyak pendekar pendekar hebat dan tentu dari berbagai kalangan.
Sementara di meja lain, terdapat dua pendekar. Keduanya memakai pakaian serba hitam dan senjata golok mereka pakai. Satu membawa golok lebih besar. Itu menunjukan kedudukan di dalam perguruan 'Golok Darah'.
Perguruan 'Golok Darah' merupakan perguruan yang menggunakan golok sebagai senjatanya. Semakin hebat tinggi kedudukannya, maka semakin besar golok yang digunakannya.
"Tuan.. sepertinya benar. Keberadaan pedang langit memang tidak jauh dari daerah ini." Ucap seorang pria berpakaian serba hitam.
"Sepertinya kita berada di tempat yang tepat. Sudah setengah tahun kita mencari pedang itu... Baiklah, kita cari tahu tempat perguruan tersebut."
"Baik tuan."
Mereka meninggalkan tempat tersebut. Dan meninggalkan beberapa koin perak di meja.
"Terima kasih tuan." Ucap pemilik kedai makanan tersebut. Ia mengambil koin perak tersebut dan membereskan meja itu.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments
Author_Ay
kasian danishwara
2020-10-19
1
🅡enαtα___
mampir
2020-10-08
3
@elang_raihan.Nr☕+🚬🐅🗡🐫🍌
Lanjut lg
2020-08-06
1