"Lo masih ada hutang penjalasan sama gue, lo sebenarnya dari mana aja sih?" tanya Rey, raut wajahnya menampakkan ketegasan dengan harapan gadis didepannya bisa berkata jujur.
"Kepo lo markonah."
"ckck, gue gak lagi bercanda." kesal Rey dengan tatapan tajam menghunus pada bola mata amber pada gadis cantik didepannya.
"Lah...emang siapa yang bercanda?" tanyanya dengan pandangan menatap Emma mencari pembelaan.
"Terserah lo lah." pasrah Rey.
Emma yang sejak tadi diam kini menghela nafas pelan, matanya menatap Rey dan Anika yang saat ini duduk pada sofa tak jauh darinya. Kepalanya ia pijit menghadapi perdebatan dari dua sahabatnya itu.
Mereka benar-benar akan saling mencakar jika dipertemukan, tapi juga saling merindukan jika salah satu tak menampakkan batang hidungnya.
"Udah lah Rey, Kita gak berhak maksa Anika cerita, kita ini sahabatnya kita hanya perlu memberinya dukungan untuk apapun itu, ada saatnya pasti dia cerita." nasehat Emma.
"Nah denger tuh, lo emang the best deh." sahut Anika dengan wajah terharu.
"Ckk tapi----"
"Rey." matanya mengisyaratkan pembicaraan ini harus dihentikan, ia tak ingin memaksa Anika bercerita, apalagi melihat wajah sahabatnya yang tak ingin membahas masalah ini lebih lanjut.
"Iya-iya."
Anika bangkit dari duduknya, tangannya mengambil buah apel yang sudah terkupas, rasa manis menghampiri lehernya saat potongan apel berhasil masuk melewati tenggorokannya.
"Lagipula...gak baik ikut campur masalah orang, semakin sedikit yang lo tau semakin damai hidup lo nanti."
Rey mengernyit matanya menatap Emma meminta penjelasan, biasanya gadis itu pasti tau arah pembicaraan Anika tapi yang ia lihat malah tatapan penuh tanya yang gadis itu tunjukkan padanya.
"Kalian berdua gak usah kepo, kepo cuma berlaku sama orang yang mampu." jelasnya.
"Lama-lama ucapan lo gak nyambung tau gak." sahut Rey dengan kepala menggeleng pelan.
"Oh iya, pas gue gak datang sekolah lo catatin materi buat gue kan?" tanya Anika tiba-tiba, matanya menatap wajah Rey dengan pandangan penuh harap.
Pemuda itu mendengus sebal "gini nih kalau punya sahabat kek dugong, untung gue anak ganteng kayak raya dan baik hati, mana tega gue liat lo ketinggalan materi."
"Bagus, pembantu emang harus nurut sama majikannya. Tambah suka deh." senyum polos dengan wajah tak berdosa menatap Rey yang kini cuma bisa misu-misu sendiri.
"Kalau gitu aku pinjam buku kamu ya."
Rey dan Anika saling pandang, alis mereka mengernyit bersamaan "buat apa?" tanya Rey angkat suara.
"Buat nulis materi aku yang ketinggalan." jawabnya lugu. Tangannya menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal.
"Gak perlu, berkat sahabat ganteng lo ini semua materi dibuku lo selama lo dirumah sakit udah selesai." Rey menepuk dadanya bangga.
"Kamu catatin aku juga?" tanyanya lagi.
Rey mengangguk tapi detik berikutnya kepalanya menggeleng, Anika yang melihat tingkah pemuda disampingnya memberikan tabokan sepenuh hati.
JTAK.
"Lo apa-apaansih, lo ada dendam kesumat sama gue?" sewot Rey kesal sendiri.
"Makanya jawab yang bener."
Ternyata memang terbukti, perempuan selalu benar bahkan tak ada jalan pintas buat ngalahin perempuan berdebat dengan pria, kalau pun mereka salah! maka kembali lagi kepoin pertama, yang bunyinya perempuan selalu benar, mereka memang tak ingin disalahkan.
"Gini Anika cantik, manis, imut, pendek, kasar, bawel, serem kek setan---"
JTAK.
"Lo udah bosen hidup ya?" tanya Anika tajam setelah memberikan tabokan gratis pada pemuda laknat disampingnya.
"Sabar Anika sabar, kasian juga Rey ditabok, pasti udah benjol." sahut Emma sambil terkekeh pelan.
Rey mengelus kepalanya pelan, wajahnya memasang ekspresi memelas, merasa terzolimi sejak tadi "Istri kedua memang pengertian, disaat istri pertama melakukan KDRT ke suami istri kedua siap membela." ucapnya terharu.
Anika bangkit dari duduknya, lengan bajunya ia gulung sampai siku dengan pose mengambil ancang-ancang ingin membanting Rey, pemuda itu benar-benar membuatnya kesal setengah mati.
"Istighfar Dinda istighfar....kanda janji tak akan berulah lagi." insting bertahan hidup Rey tiba-tiba muncul, ia bangkit dari duduknya dengan tangan mengelus punggung Anika pelan, tangannya menuntun gadis itu untuk kembali duduk agar mengurungkan niatnya melakukan tindakan kriminal pada laki-laki lemah sepertinya.
"Gini maksud gue, catatan Emma udah selesai sampai titik darah kepentokan, berarti udah selesai sampai akhir. Tapi bukan gue yang catatin tapi si Sri, makanya gue tadi ngangguk trus geleng lagi." jelas Rey tanpa ada kata dilebih-lebihkan dan juga dikurangi.
Emma mengangguk paham, berbeda dengan Anika yang masih mempertahankan raut kesal.
"Kalau gitu titip makasih buat Sri dari aku, kalau bukan dia pasti aku ketinggalan materi."
"Gak perlu, gue udah bilang makasih beserta bunganya. Tiket gratis buat nonton konser boy band Korea karena udah catatin materi buat lo." jelas Rey.
Lagi-lagi Emma ber 'oh' ria "makasih kalau gitu Rey, kalian berdua emang sahabat terbaik aku."
"Didunia ini memang harus ada yang namanya umpan balik, sama-sama untung, jadi gak perlu segitunya bilang makasih." sahut Anika santai.
Perubahan atmosfer diruangan ini tiba-tiba terasa, tak ada lagi pembicaraan dari mereka bertiga, Anika yang menikmati keheningannya sedangkan Rey dan Emma memproses setiap perkataan gadis itu.
Mereka berdua saling pandang, hanya satu yang ada difikiran Rey dan Emma "Anika kenapa?" batin mereka dengan raut sedih.
Anika bangkit dari duduknya, pergerakannya masih diperhatikan oleh Rey dan Emma hingga ia menunjukkan raut bingung "Kalian kenapa sih? kek orang kebelet berak tau gak." ejeknya dengan tawa menggelegar.
Rey dan Emma tertawa hambar, sedikit kikuk dengan perubahan Anika. Untuk beberapa detik mereka berfikir gadis itu sedikit berubah, tapi melihat ucapan tak difilter gadis itu membuat mereka kembali senang, gadis itu baik-baik saja tak ada yang perlu dikhawatirkan.
"Lo kan anak ganteng kaya raya, lo gak mau berbelas kasih sama gue gitu? gue lapar mau makan tapi gak bawa uang." celoteh Anika dengan wajah cemberut, tangannya disodorkan kedepan wajah Rey berharap pemuda itu bermurah hati dan memberinya sedikit uang.
"Kasian amat hidup lo, untung gue suami yang baik, kasih nafkah sama lo, bisa jadi apa lo kalau gak ada gue."
"Bisa jadi anak tunggal kayak raya." ngegas Anika, tangannya merampas uang yang baru saja dikeluarkan pemuda itu "ngasih uang 10 ribu aja gayanya selangit, kek ngasih harta warisan aja, malah ngimpi jadi suami gue lagi...prettttt." ejeknya kemudian melenggang pergi.
Emma tertawa puas, melihat Rey dinistakan menjadi kesenangan tersendiri baginya.
"Sabar Rey sabar, orang ganteng banyak cobaannya."
.
.
.
.
Bersambung
Jangan lupa tinggalkan jejak, jangan jadi pembaca gelap, tekan like dan tinggalkan komen gak akan buat jari patah.
See you....
^^^18-NOVEMBER-2021^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments