Anika memasang tudung hoddienya, kakinya melangkah meninggalkan rumah sakit permata dengan tangan dimasukkan ke saku celana, matanya menatap kosong jalanan yang kini dipenuhi kendaraan berlalu lalang.
"Cih...sang drama ulung." decaknya disertai senyum miring.
Tangannya mengambil uang 10 ribu yang ada disaku celananya, lagi-lagi senyum miring tercetak pada ujung bibirnya.
"Stupid."
Ia menghentikan langkahnya saat tiba-tiba netranya menangkap sosok anak kecil dengan pakaian lusuh memunguti dos yang kini berserakan.
"Hey adik ganteng." panggilnya lembut.
Untuk beberapa saat Anika menatap iba anak kecil yang kini menatapnya bingung, bisa diperkirakan umurnya masih sekitaran lima tahun, ia tersenyum miris, anak sekecil ini sudah dipermainkan oleh takdir.
"Iya kak?"
Lamunan Anika buyar, kepalanya menggeleng kemudian menatap anak itu dengan senyum lembut, tangannya mencubit pipi anak itu gemas, baju lusuhnya tak membuat kadar keimutan dari anak itu menghilang.
"Uhg...gantengnya, mama kamu mana?"
Anak itu cemberut, tangannya mengelus pipinya yang terlihat memerah. Ia meringis merutuki perbuatannya.
"Mama Axel kerja."
"Kerja? dimana?" ia jongkok tepat dihadapan anak itu dengan tangan menopang dagu.
Axel dengan polosnya menunjuk bangunan yang tak jauh dari posisi mereka "Axel gak tau, tapi setiap hari mama jalan kesana, katanya mama cari uang gak jauh dari sana tinggal jalan terus-terus abis itu sampe."
Anika mengangguk paham "kenapa Axel gak ikut?"
"Gak boleh, bahaya. Kata mama disana banyak kendaraan nanti Axel ketabrak, kalau Axel sakit siapa yang bantu mama cari dos." Axel mengangkat dos yang ada ditangannya dengan wajah polos "jadi Axel disuruh tunggu disini."
Anika tersenyum lebar "kamu udah makan belum?"
Axel menggeleng pelan, kepalanya menunduk memandangi kakinya yang tak beralas apapun.
Anika tersenyum miris "Kakak ada sesuatu buat Axel, tapi Axel harus terima ya."
Setelah mendapat anggukan pelan dari anak kecil didepannya, akhirnya Anika mengeluarkan beberapa lembar uang 100 ribu dari saku hoddienya.
"Ini buat Axel?"
Raut bahagia tak bisa membohongi wajah lugu dari anak didepannya, tangannya mengelus pucuk kepala Axel dengan senyum tipis pada bibirnya.
"Iya."
Anika tersentak saat tiba-tiba Axel memeluknya, detik berikutnya senyum lebar terpatri pada bibir tipisnya, tangannya ikut membalas pelukan anak kecil itu sambil sesekali mengelus kepalanya pelan.
"Kakak baik banget sama Axel, makasih kakak cantik." celotehnya dengan wajah berseri.
"Eh iya, ada yang ketinggalan." tangan Anika beralih pada saku celananya, tangannya menyerahkan uang 10 ribu pada Axel.
"Tadi nyangkut." kekeh Anika.
Axel tersenyum lebar, tangan kecilnya menggenggam erat uang yang kini ia dapat "mama pasti seneng, hari ini Axel sama mama bisa makan enak." cicitnya polos.
Anika tersenyum tipis, pandangannya mengedar pada jalanan yang cukup sepi, hanya pejalan kaki yang nampak karena posisinya saat ini berada pada gang sempit.
"Itu mama Axel bukan?" tunjuknya pada wanita paruh baya yang mendorong gerobak dengan beberapa sampah diatasnya.
"Iya itu mama Axel." sahutnya riang "MAMAAAA." teriaknya dengan suara cempreng, tangannya melambai menatap senang wanita paruh baya yang juga tersenyum kearah mereka.
"Kalau gitu kakak pergi dulu ya." pamit Anika.
"Kakak gak mau ketemu mama Axel?"
Anika tersenyum tipis "kakak buru-buru, kakak pamit ya." setelah mendapat anggukan pelan akhirnya ia berjalan meninggalkan tempat itu.
Bibir Anika tersenyum manis saat sayup-sayup masih mendengar celotehan riang dari anak imut yang baru ia temui.
"Mama tadi Axel ketemu orang baik loh, Axel juga dikasih uang."
"Axel gak minta kan? mama udah bilang jangan minta-minta sayang, kita bukan pengemis mama masih bisa kerja walaupun cuma mungut sampah."
"Axel gak minta kok mah, kakak itu yang ngasih Axel katanya buat makan." Cicitnya pelan.
Wanita paruh baya itu menatap anaknya lembut "yaudah kalau gitu, tapi Axel udah bilang makasih kan?"
"Udah kok mah." jawabnya kembali riang "kakak baik itu juga cantik mah, Axel suka sama kakak tadi."
Wanita paruh baya itu tergelak, tawa pelan keluar dari mulutnya mendengar ucapan polos dari anak semata wayangnya.
"Harusnya semesta bisa lebih adil, membuat bahagia orang yang benar-benar pantas daripada menambah polusi pada orang yang gak tau diri." decak Anika dengan pandangan kosong menatap jalanan yang dilalui.
...***...
Seorang pengusaha sukses tampak melepaskan kacamata hitamnya yang masih bertengger manis pada hidung mancungnya, matanya menatap jalanan yang kini sedang ia lalui.
setelah 11 tahun menjalani hidup dinegara orang, akhirnya ia menginjakkan kakinya pada tanah kelahirannya, jujur ia tak pernah berfikir untuk kembali kesini, tapi ia juga tak bisa membiarkan adiknya tinggal sendiri di Indonesia.
"Kita mau kemana tuan?"
"Ke mansion yang sudah saya beli."
"Baik tuan Adelard."
Pemilik nama Adelard tampak menghela nafas kasar "bocah itu benar-benar membuatku pusing, selama aku belum berhasil membujuknya ikut denganku ke Amerika, mungkin aku akan mengambil alih cabang perusahaan yang ada di Indonesia." ucapnya pelan.
"Apa tuan mengatakan sesuatu." tanya Daren, asisten pribadi Adelard yang sudah sangat lama mengabdikan dirinya pada sang atasan.
"Perhatikan saja jalanan Daren." tegas Adelard dengan suara dingin.
"Ah...i-iya."
...***...
"Pergi dari rumah sakit tanpa seizin kakak, bahkan melepaskan infus dengan kasar, kamu tau gak ulah kamu itu bikin perawat rumah sakit heboh, udah kakak bilangkan! duduk yang anteng jangan kemana-mana, bukannya nurut malah kabur, nakal banget sih." omel Abian.
Anika meringis, kepalanya menunduk malu, bisa-bisanya ia mendapatkan omelan ditempat ramai seperti ini, rasanya ia ingin menghilang saat ini juga karena sudah menjadi tontonan gratis dari beberapa orang.
"Kak Abian kok bisa disini?" tanya Anika mengalihkan pembicaraan.
"Ya bagus dong, kalau kakak gak disini kakak gak bakal ketemu kamu." jawabnya ngegas.
Anika mencebikkan bibirnya "iya-iya Anika salah, maaf...janji deh gak lagi-lagi."
Abian menghela nafas pelan, tubuhnya ia dudukkan disamping gadis yang sudah ia anggap seperti adik sendiri "yaudah, yang penting kamu baik-baik aja."
Senyum lebar terpatri pada bibir Anika "karena Anika salah jadi hari ini kak Abian traktir Anika." serunya seenaknya.
"Loh..loh...kok gitu sih." protes Abian.
"ya...karena gitu, bukan gini. Kak Abian traktir Anika ya? horeeee makasih kakak ganteng, MANG KETOPRAKNYA DUAAAA." teriaknya cempreng.
"OKE NENG."
Abian melongo, tak habis fikir dengan jalan fikiran gadis pendek disampingnya. Mau marah? tapi tidak tega, ia hanya mampu meratapi nasib menghadapi tingkah ajaib dari gadis remaja itu.
.
.
.
.
Bersambung.
Akhirnya selesai juga~jangan lupa tinggalkan jejak, usahakan memberi komentar yang positif bukan menjatuhkan author.
Instagram: siswantiputri3
See you
^^^18-NOVEMBER-2021^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Ria Andari
teka teki
2021-12-17
2