Antagonis
...***...
Harusnya ia berdiam diri di kamarnya, harusnya ia tak terganggu dengan ancaman yang masuk ke ponselnya, seandainya kata harus bisa diwujudkan mungkin ia tak akan terjebak disini, dalam ruangan dengan tubuh terikat diatas ruang perawatan.
Anika mengamati sekitarnya, keningnya berkerut mencoba berfikir keras. Ini bukan rumah sakit, tapi kenapa banyak perlengkapan kedokteran disini? Bahkan ia mengenali salah satu alat yang diyakini pisau bedah.
Dua orang asing tiba-tiba menghampirinya, wajah yang ditutup masker dengan pandangan menelisik kearahnya.
"Kalian siapa?" rasa penasaran dengan raut takut tak bisa membohongi wajah Anika, wajahnya memucat dengan keringat dingin membasahi permukaan kulitnya.
Satu hal yang pasti, saat ini ia benar-benar dalam bahaya. Entah apa yang akan diperbuat dua orang itu padanya.
"Anika Ayudhisa, benar?" tanya Orang itu.
Dengan ragu ia mengangguk pelan, matanya tak pernah lepas memantau pergerakan keduanya.
"Ambil ginjalnya."
Pupil matanya membulat, ia tak tuli pendengarannya lebih dari bagus, dengan jelas ucapan santai itu masuk ke indra pendengarannya.
Gadis cantik itu bergerak gelisah, mencoba membebaskan dirinya dari ikatan yang melilit tubuhnya. Fokusnya hanya satu, segera terbebas sebelum mereka benar-benar mengambil paksa ginjalnya.
"Ini akan mudah asal lo diam."
"GUE LAPOR POLISI KALAU KALIAN MACAM-MACAM."
Tiba-tiba suara tawa terdengar nyaring, ia tak tau apa yang lucu dari ucapannya. Ingin rasanya ia menulikan pendengarannya mendengar suara tawa dari orang yang berdiri angkuh didepannya, matanya terpejam menghalau emosi dan rasa takut yang datang bersamaan.
Andai saja ia tidak terikat, mungkin semuanya akan lebih mudah untuk ia melawan dua orang yang tak punya otak itu. Bibirnya ia gigit merutuki kebodohannya karena datang ketempat ini hanya karena ancaman yang masuk keponselnya.
"Sayang sekali, padahal lo cantik."
Elusan pelan mendarat dipipinya, kepalanya ia palingkan menghindari perlakuan manusia laknat disampingnya.
"Cuih."
"Wow...wow...padahal kondisi lo udah kayak gini bisa-bisanya lo ludahin gue."
Anika berdecak, tangannya mengepal dengan pandangan menghunus pada pria asing itu.
Cup
"KURANG AJAR LO."
Tubuhnya semakin berontak, tidak terima pipinya dicium salah satu pria biadab itu, walaupun tak langsung bersentuhan karena terhalang masker! Tetap saja ia merasa dilecehkan.
"Tenang sayang...lo berdoa aja supaya gak mati disini, lo terlalu cantik untuk mati muda, kalau jantung lo masih bisa berdetak saat ginjal lo diambil dokter abal-abal ini, lo gue bebasin."
"GUE BUNUH LO KALAU LO BERANI AMBIL GINJAL GUE."
"Sayang sekali, harusnya lo bunuh sumbernya bukan bunuh gue."
"Maksud lo apa?"
"Gue gak akan disini kalau gak disuruh seseorang." jawabnya santai.
"Siapa yang nyuruh lo." tanya Anika marah.
Tawa itu kembali terdengar, Anika akan menghafal suara itu dalam memori otaknya, setelah bebas ia benar-benar akan menghabisi orang didepannya bersama dalang dari penyekapan dirinya.
"Lo tau...gue suka pertumpahan darah, kalian berdua sama-sama bodoh, yang satu terlalu idiot karena nyuruh gue, dan lo terlalu murah hati nyelamatin orang yang bahkan dalang dari kesialan lo hari ini."
Anika memejamkan matanya, berusaha menyangkal satu nama yang singgah dalam otaknya, itu tidak mungkin kan?
Ia kembali menatap orang itu, bahkan sampai pergerakan terakhir pria asing itu mendudukkan tubuhnya pada sofa, dengan salah satu kaki tertumpuk pada paha kirinya.
"Yang ada di otak lo benar, orang yang nyuruh gue adalah orang yang sama diponsel lo, orang yang lo sangka dalam bahaya padahal itu hanya umpan buat lo datang kesini."
"G--gue gak percaya."
Pria itu mengedikkan bahunya, ponselnya ia angkat menekan tombol panggilan dari seseorang diseberang.
[Hallo]
[Lo udah ambil ginjalnya kan]
[Besok bawa ke gue, uang lo nanti gue transfer, kalau dia mati buang aja mayatnya dihutan atau dilaut]
[Hallo lo dengarkan, kok lo gak jawab---]
Tik.
"Gimana?" tanyanya dengan alis dinaik-turunkan.
Fikiran Anika tiba-tiba kosong, mencoba menyangkal apa yang baru saja didengarnya "kenapa lo mau ngasih tau gue?" tanyanya lirih.
"Gue udah bilang, gue suka pertumpahan darah. Lagipula dia cuma nyuruh ambil ginjal lo, bukan rahasiain identitas dia."
"Gue janji kalian akan mati di tangan gue." serak Anika bersama kegelapan yang merenggut dirinya.
"Jangan sampai dia mati, gue bunuh lo kalau dia kenapa-napa." perintahnya dingin, matanya menatap sekilas gadis yang kini sudah terpejam.
"Gadis yang malang." ucapnya sambil bersiul meninggalkan ruangan yang akan menjadi saksi hilangnya salah satu ginjal gadis tercantik yang pernah ia temui.
...***...
"Eugh..."
Mata indah itu perlahan terbuka, cahaya lampu dari atap ruangan membuat rasa pusing menyerang kepalanya.
Bibir tipisnya berdesis karena rasa perih ikut menghampiri bagian perutnya, tangannya menelusup masuk meraba area itu. Ia hanya berharap, semua yang terjadi hanyalah mimpi.
"Ini nyata." lirihnya pelan.
Matanya memanas menahan cairan bening yang mungkin melewati pipinya, kepalanya menggeleng tak percaya, ginjalnya benar-benar diambil, telapak tangannya bisa merasakan tanda jahitan pada permukaan perutnya.
Anika bangkit dari tidurnya, pandangannya tiba-tiba kosong menatap ruangan yang sama dimana terakhir kali adanya percakapan antara dirinya dan pria itu.
Rasa sakit ia abaikan dengan langkah lunglai meninggalkan tempat yang menjadi saksi awal mula dendamnya timbul, ini tidak akan berakhir sebelum apa yang orang itu rampas pada dirinya kembali.
"Kesalahan terbesar lo adalah udah biarin gue tetap hidup."
Anika berbalik menatap bangunan didepannya dengan datar, tangan kirinya masih bertengger pada bagian perutnya.
Pengambilan ginjal secara paksa.
Dokter abal-abal.
Tanpa perawatan.
Bahkan jahitan yang asal.
Anika tak bisa lagi mendeskripsikan rasa sakit yang mendera perutnya, bahkan baru kemarin organ tubuhnya dirampas, kini ia harus berjalan meninggalkan tempat terpencil ini.
Ia memejamkan matanya "sekarang bukan hanya ginjal gue yang akan balik, gue akan buat lo mengakhiri hidup lo sendiri."
DRING...DRING....
Pandangannya beralih pada layar ponselnya, butuh beberapa detik hingga ia menekan tombol hijau pada persegi panjang itu.
"Hal---"
[Hallo...Lo dimana? buruan kerumah sakit permata, hari ini Emma dioperasi, gue seneng banget akhirnya dia sebentar lagi punya dua ginjal, lo juga pasti bahagia kan, akhirnya! setelah sekian lama dia hidup satu ginjal hari ini ginjal dia akan lengkap]
[Hallo lo denger gue kan? Kok lo gak jawab----]
Tik.
"Gue bahagia bahkan sangat." ucapnya dengan nada dingin.
.
.
.
.
Bersambung
^^^17-NOVEMBER-2021^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
senja
waw sungguh teman yg mengerikan, se iri itu dia
2021-12-17
2
naya siswanto
mampir thor
2021-12-13
0