Anika memejamkan matanya, rasa lelah pada tubuhnya akhirnya bisa ia istirahatkan, tangannya terangkat menatap infus yang kini menempel pada punggung tangannya.
Ternyata masih ada orang baik yang mau memberinya tumpangan kerumah sakit, semesta masih berbaik hati padanya, dan ini cukup membuktikan kesakitannya harus dibalaskan.
Pandangan Anika beralih pada seseorang yang kini menghampirinya, ia menghela nafas pelan, ini seperti dejavu hanya saja orang didepannya saat ini akan mengobatinya bukan memberinya bekas luka.
"Maaf ya."
Ia mengangguk pelan, mempersilahkan dokter itu untuk memeriksanya.
"Dokter Abian."
"Iya? Kenapa apa ada yang sakit? Kamu ada keluhan?" tanyanya beruntun.
Anika terkekeh pelan "gak, cuma mau nanya umur dokter berapa?"
"24, muka saya kelihatan tua ya?" raut lesu kentara pada mimik Abian, ia tak menyangka wajahnya sudah kelihatan setua ini. Padahal menurutnya ia cukup tampan saat melihat dirinya pada pantulan cermin.
Lagi-lagi tawa lebar terpatri pada bibir Anika, cukup terhibur dengan berbagai macam ekspresi dari dokter disampingnya, baru kali ini ia bertemu dokter seasik ini.
"Padahal Anika cuma mau bilang dokter ganteng banget, gantengnya gak ngotak kayak alkohol bikin mabuk."
Abian terkejut beberapa saat, bisa-bisanya ia digombali gadis ABG, bahkan ia bisa menebak gadis didepannya masih SMA tapi entah kelas berapa.
"Bahaya nih saya lama-lama disini, bisa-bisa baper sama pasien sendiri." sahutnya sambil terkekeh pelan.
"Gak apa-apa dok, Anika akan tanggung jawab kok, suerrrr...."
Abian menggeleng pelan "kamu umur berapa emang?"
"17 tahun, kelas 2 SMA."
"Tuh masih muda, kamu cocoknya jadi adik saya, mending kamu belajar yang rajin supaya sukses jangan lupa doa supaya bisa dapat gebetan ganteng kayak saya, tentunya seumuran sama kamu." celotehnya sambil tertawa pelan.
Anika mencebikkan bibirnya "yaudah deh, daripada gak sama sekali, mulai sekarang dokter Abian jadi kakak Anika."
Elusan pelan mendarat di pucuk kepala Anika "iya-iya, untung kamu juga cantik jadi cocok deh jadi adik saya."
"Iya dong."
"Hahahaha, anak siapa sih, udah pendek cerewet hidup lagi untung cantik."
Anika berdecak kesal "untung ganteng, orang ganteng mah bebas."
"Bisa aja, yaudah kakak keluar dulu, jangan kemana-mana duduk anteng disini, nanti kakak periksa lagi, oke adik manis?"
"Assiapppp." Anika menunjukkan pose hormat. Bibirnya masih menampakkan senyum manis hingga dokter Abian menghilang dari balik pintu ruang perawatan.
Ia meraih ponselnya, mengecek pesan yang masuk sejak tadi, bola matanya memutar melihat isi pesan yang menurutnya tak penting.
Tubuhnya ia rebahkan dengan pandangan menerawang ke langit kamar, otaknya berfikir keras apa yang harus ia lakukan selanjutnya? Permainan ini tak akan sempurna jika langsung menuju ending.
Ia akan membuat hidup orang itu benar-benar hancur, kalau perlu ia akan membuatnya menderita hidup di dunia ini.
"Gue terlalu baik sama lo, harusnya dari awal gue gak pernah percaya sama lo, mau bagaimanapun sahabat terbaik ternyata memang diri sendiri."
...***...
Ginjal adalah organ yang sangat penting bagi tubuh, sepasang organ yang memiliki fungsi untuk menyaring dan membuang zat sisa, cairan, mineral, dan racun yang ada didalam tubuh melalui urine.
Hidup Emma sudah cukup buruk karena hanya memiliki satu ginjal, segala aktivitas yang dilakukan sangat terbatas itu cukup membuatnya menjadi manusia tak berguna.
"Sekarang gak ada alasan lagi buat lo sedih."
Emma tersenyum tipis, wajah pucatnya menampakkan binar bahagia "Iya, mulai sekarang aku, kamu dan Anika bisa lakuin apapun sepuasnya, tanpa ada kendala dari tubuh aku lagi."
Senyum pemuda itu masih bertahan, hingga beberapa menit senyumnya luntur karena memikirkan gadis cantik yang berusaha ia hubungi, ada raut khawatir pada hatinya karena pesan darinya masih tak mendapat balasan.
"Rey...."
"Rey...."
"REY." panggil Emma dengan suara sedikit keras, tangannya menepuk punggung pemuda itu agar segera tersadar.
"Ah...iya?" tanya Rey linglung.
"Kamu baik-baik aja kan?"
Rey menghela nafas pelan, wajahnya diusap kasar perasaannya benar-benar tak karuan "Anika gak ada kabar." ucapnya pelan.
Emma membulatkan matanya, raut khawatir memenuhi wajah pucatnya, gerakan spontan pada tubuhnya membuat jahitan pada perutnya menimbulkan rasa nyeri.
"Aww...shhh."
"Jangan banyak gerak dulu, lo baru aja dioperasi." titah Rey berusaha membantu menidurkan Emma kembali.
"Tapi Anika Rey, kamu udah hubungin dia kan?"
"3 hari yang lalu gue sempat bicara sama dia ditelepon, buat ngabarin dia juga kalau lo mau dioperasi karena udah dapat ginjal yang cocok."
Rey menghela nafas kasar "tapi sampai sekarang Anika belum datang, bahkan dia gak pergi kesekolah, gue khawatir sama dia, padahal gue udah SMS dia berkali-kali tapi gak ada satupun balasan dari dia."
"Kita harus lapor polisi Rey, ini udah lebih dari 24 jam dia hilang, aku gak mau Anika kenapa-napa, kamu tau sendiri Anika penting banget bagi aku." jelas Emma dengan raut sedih.
"Kita udah kayak saudara, gak ada yang lebih ngertiin aku selain dia, aku mohon cari Anika Rey..." Emma menatap Rey dengan wajah penuh harap, matanya berkaca-kaca menandakan kesedihan yang mendalam.
"Lo tenang dulu, jangan banyak fikiran gue gak mau lo drop mikirin ini, biar gue yang cari Anika, mau gimanapun kalian sama pentingnya bagi gue." ujar Rey lembut.
Cairan bening berhasil lolos dipelupuk mata Emma, bibirnya bergetar menahan tangis "makasih udah mau jadi sahabat aku, padahal aku cuma anak panti tapi kalian berdua udah baik sama aku."
Telapak tangan besar berhasil mendarat pada pucuk kepala Emma, elusan halus berulang-ulang Rey lakukan sambil menampakkan senyum manis "orang baik pantas bahagia."
"Hmmm."
Rey dan Emma menoleh, mata keduanya membola menatap gadis cantik yang sudah berdiri sambil tersenyum lebar.
"Gue ganggu gak?" tanya gadis itu dengan nada menggoda.
"ANIKAAAA." teriak mereka berdua, raut senang tak bisa membohongi wajah keduanya.
Rey buru-buru bangkit dari duduknya, kakinya ia langkahkan menuju gadis yang sudah membuatnya uring-uringan akhir-akhir ini.
Sedangkan Emma malah menekuk wajahnya, infus ditangannya menghambat pergerakannya belum lagi rasa perih pada perutnya, padahal ingin sekali ia menghampiri sahabatnya itu.
"Lo dari mana aja hah? telfon gak diangkat, pesan gak dibalas, sok-sokan ngartis di sosmed, harusnya lo bersyukur dihubungin sama gue, emang siapa lagi yang mau hubungin lo kalau bukan gue." omel Rey dengan pose berkacak pinggang.
"nyenyenye..."
"Gak ada akhlak lo emang, gue nyesel uring-uringan mikirin lo." tanpa perasaan Rey meletakkan kepala Anika pada lipatan keteknya, pokonya tak ada ampun untuk gadis ini.
"HUAAAAA EMMA TOLONGGGGG....HUEKKKK KETEKNYA BAU JIGONGGGGG...."
.
.
.
.
Bersambung
^^^17-NOVEMBER-2021^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
senja
hebat aktingnya
2021-12-17
1