Bab 4 Masa Lalu Thalia

Thalia bangun dengan terkejut. Ia lupa kalau sudah menikah dengan Arka. Thalia pun mengamati Arka yang berada dalam pelukannya, bagaimana nafas Arka meniup poni Thalia di keningnya, dan bagaimana pemuda itu tetap terlihat tampan meskipun sedang tidur.

Thalia berguling menjauh. Perlahan, ia turun dari ranjang dan berjalan menuju meja dimana Arka meletakkan kontrak mereka. Thalia pun membaca kontrak mereka dengan serius.

“Apa yang membuat wajahmu terlihat tertekuk seperti itu, Thalia?” tanya Arka. Suaranya terdengar semakin berat setelah bangun tidur.

Thalia terkejut. Arka sudah bangun juga ternyata. Thalia pun memasang senyum termanisnya dan menunjuk kontrak yang ada di tangannya.

“Beneran bikin kontrak nih Mas?” tanya Thalia sambil tertawa kecil. Arka ternyata serius semalam ketika ia mengatakan tentang kontrak.

“Ada yang kamu ga suka? Boleh direvisi,” ucap Arka sambil menguap. Ia hanya tidur sebentar namun sudah cukup untuk menghilangkan lelahnya. Ia tidak benar-benar bisa tidur karena Thalia terus memeluknya. Namun Arka tidak mengatakannya. Bagaimana pun, Thalia masih lugu. Dan Arka tidak ingin membuat gadis lugu itu malu.

Arka pun bangun dari rebahannya dan menghampiri Thalia. Pemuda itu menunggu Thalia selesai membaca seluruh isi kontraknya sebelum memberikan pena padanya.

“Kalau aku gagal bikin Mbak Elva kembali gimana Mas?” tanya Thalia pesimis.

“Takdir,” ucap Arka enteng. “Tapi aku yakin Elva bakal balik kok. Semua tergantung kamu, bisa ga berperan dengan baik?”

“Makanya aku tanya, kalau gagal terus gimana?” tanya Thalia sambil mengambil pena yang disodorkan Arka. Tidak ada pinalti bagi Thalia jika ia gagal membuat Elva kembali di dalam kontrak itu. Tentu saja hal ini menguntungkan Thalia.

“Kamu kok mikirnya negatif sih? Aku aja yakin lho sama kamu, masa' kamu enggak?” tanya Arka. “Tugasmu cuma mencoba, sisanya serahkan sama Yang Di Atas.”

“Makasih udah percaya sama aku lho Mas. Aku akan mencoba sebaik mungkin,” ucap Thalia yang jadi yakin kalau ia akan berhasil membantu Arka setelah mendengar penuturannya. Thalia pun menandatangani kontrak mereka. Gadis itu tersenyum puas. Setelah kontrak selesai, Thalia berencana akan memilih pasangannya dengan memikirkan perasaannya nanti. Tentu saja ia menginginkan pernikahan yang diiringi dengan penuh cinta, penuh hormat dan rasa kasih sayang. Pernikahannya dengan Arka tidak seperti itu dan Thalia akan mengubahnya di pernikahannya yang kedua nanti, tentu saja setelah kontraknya dengan Arka selesai.

“Hari ini kita mau ngapain Mas?” tanya Thalia.

“Aku kerja. Kamu kemasi barang-barangmu untuk persiapan pindah. Kita ke rumahku nanti sore,” terang Arka. Thalia mengangguk setuju. Tidak ada yang Thalia inginkan selain segera menjauh dari keluarganya yang sudah menjualnya. Meskipun yang melakukan itu hanya Ayah dan kakak laki-lakinya. Thalia gerah.

Pagi itu, Arka menyempatkan diri untuk sarapan bersama keluarga Thalia. Kakak laki-laki Thalia tersenyum lebar. Ia terlihat puas sekali dengan keputusannya dalam menikahkan Thalia. Termasuk Ayah Thalia.

“Gimana Arka semalem? Hebat kan? (Di ranjang),” tanya kakak laki-laki Thalia sambil melirik Arka yang terlihat sedikit kurang tidur. Ia bertanya pada Thalia, bermaksud untuk bercanda karena Thalia terlihat cemberut.

“Hebat banget!! (kontraknya)” balas Thalia mengimbangi kakak laki-lakinya.

Uhuk! Uhuk!

Arka tersedak. Ia memandang Thalia tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Thalia yang 'itu' bisa menanggapi candaan kakaknya rupanya. Sebuah kenyataan baru untuk Arka. Arka akan ingat, untuk jangan menilai seseorang dari penampilannya.

Kakak laki-laki Thalia tertawa puas melihat Arka yang salah tingkah. Ia menepuk-nepuk punggung Arka untuk membuat pemuda itu merasa lebih nyaman. Dasar kakak ipar kepo! Mau tau urusan ranjang orang saja. Arka memilih segera menghabiskan sarapannya tanpa berkata apa-apa. Wajah tampannya merona malu. Giliran Thalia yang memandang Arka heran. Baginya isi kontraknya memang hebat, jadi buat apa malu?

Usai sarapan, Arka berpamitan pada Thalia dan keluarganya untuk pergi bekerja. Ia sudah ditunggu drivernya. Ia juga menjelaskan pada keluarga Thalia kalau nanti sore mereka akan pindah, dan keluarga Thalia setuju.

Thalia menuju kamarnya, saatnya mengemasi barangnya dan pergi dari rumah ini. Pikirannya terbang kembali ke masa lalu. Disaat keluarga Wijaya masih berjaya.

Sebagai anak perempuan terakhir, Thalia cukup dimanjakan namun tidak mendapatkan cukup kasih sayang karena kedua orangtuanya sibuk bekerja. Sebagai ganti Ibunya, Thalia mendapatkan perhatian kakak perempuannya dan demikian juga kakak laki-lakinya, ia mendapatkan kasih sayangnya sebagai pengganti Ayahnya.

Mereka hidup rukun sampai Thalia berusia remaja. Kakak-kakaknya yang jarak umurnya cukup jauh dengan Thalia sudah tidak sempat memperhatikannya lagi. Thalia yang kesepian di masa pemberontakannya itu pun mulai menjaga jarak dengan kakak-kakaknya. Bagi mereka, Thalia sudah cukup dewasa sehingga tidak membutuhkan perhatian khusus dari mereka lagi.

Thalia semakin kesepian ketika kakak perempuannya menikah. Thalia tidak tau kalau saat itu kakak perempuannya menikah untuk melunasi hutang keluarga. Thalia hanya heran melihat kakak perempuannya menangis keras di hari dimana ia menikah. Dan Thalia hanya membiarkannya begitu saja.

Sampai Thalia merasakannya sendiri bulan lalu. Ia mengetahui kenyataannya saat Ayahnya secara random mengenalkan Thalia pada putra pemberi hutang yang merupakan partner bisnis Ayahnya. Thalia menangis keras pada malam ia dilamar. Tetapi Ayahnya tidak peduli.

Kakak perempuan Thalia pun menghampirinya di kamar Thalia dan menceritakan semuanya. Thalia pun semakin keras menangis, namun kakak perempuannya menenangkan dengan mengatakan bahwa Thalia akan dapat menerimanya suatu hari nanti.

“Thalia, boleh Bunda masuk?” tanya Ibunda Thalia yang mengetuk pintu kamar Thalia. Thalia pun tersadar dari lamunannya dan berjalan menuju pintu kamarnya.

“Ada apa, Bunda? Thalia sedang beres-beres,” ujar Thalia.

“Boleh Bunda bantu?” tanya Ibundanya.

“Boleh,” balas Thalia. Gadis itu pun membuka pintu kamarnya lebar-lebar untuk Ibundanya.

Percakapan di antara Thalia dan Ibundanya pun tidak terhindarkan. Ibunda Thalia cemas tentang bagaimana Thalia melewati malam pengantinnya semalam dengan orang yang sama sekali asing bagi Thalia. Thalia pun menceritakan bahwa dia dan Arka baik-baik saja, namun Thalia tidak menceritakan bahwa pernikahannya dengan Arka adalah pernikahan kedua bagi Arka. Thalia juga tidak menceritakan tentang kontrak antara Arka dan dirinya, ia khawatir Ibundanya akan cemas. Dan Thalia sudah cukup dewasa untuk mengambil keputusan sendiri.

“Bunda cuma bisa berpesan, jaga diri baik-baik. Kalau ada apa-apa, kamu bisa cerita ke Bunda. Bunda akan bantu sebisa Bunda,” Ibundanya mengambil jeda. “Tapi sepertinya Bunda tidak perlu cemas. Anak bungsu Bunda sudah mendapat pasangan yang tepat sepertinya. Benar begitu?”

Alis Thalia bertaut. Apa yang membuat Ibundanya merasa Arka adalah orang yang tepat untuk Thalia? Apakah karena kebohongan Thalia tentang malam pengantin mereka? Atau karena hal lain? Thalia memilih hanya membalas pernyataan Ibundanya dengan senyuman dan mengangguk setuju.

Terpopuler

Comments

HiaTus

HiaTus

wkwkwkwk, biasa aja dong arka.. smpe kesedak gitu

2021-12-11

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!