"Inayah, akhirnya kamu sampai juga ke tempat kost ku ini, gimana gimana tadi di jalan lancar kan, gak nyasar ?" cecar Lilis saat membukakan pintu kostnya untuk Inayah sang sahabat dari desa.
"Iya, tadi aku di anter tukang ojek baik hati sampe sini, mana gratis lagi," jawab Inayah antusias.
"Gratis ? tapi kamu gak di apa apain kan? hari gini, di jakarta mana ada yang gratis sih, pipis aja bayar !" cerocos Lilis sambil memperhatikan Inayah dengan seksama, takut terjadi sesuatu pada sahabat polosnya itu.
"Iya, gratis, ganteng lagi tukang ojek nya, gak kaya tukang ojek di desa kita, disini tukang ojek nya bersih, wangi, pake seragam lagi, kaya orang kelurahan aja ya?" celoteh Inayah yang masih terheran heran dan kagum dengan kehidupan di Jakarta ini.
"Makanya, nonton televisi, jadi tau perkembangan jaman, itu namanya ojol, alias ojek online, pesannya harus pake aplikasi di ponsel" jelas Lilis.
"Kamu lupa ya, kalau aku ga punya tv ? Di rumah mantan mertuaku ada tv, tetep aja ga bisa nonton, kerjaan rumah di sana gak ada selesainya, sibuk terus, kalau ada waktu luang ya, cuma malem buat tidur." keluh Inayah menceritakan pengalamannya di rumah orang tua Adit.
"Lagian, bisa bisanya kamu milih nikah sama si 'belegug' (bodoh/umpatan bahasa sunda) Adit, sebel aku sama mantan suami mu itu dari dulu," sungut Lilis menunjukkan ekspresi penuh kebencian pada Adit.
"Yah, ga apa apa lah, mungkin ini memang jalan Tuhan buat aku, Lis. Mau gimana lagi ?" pasrah Inayah.
"Sudah lah, aku suka terbawa emosi kalau ngomongin si belegug itu, mending kamu makan, terus istirahat, besok pagi ikut aku ke pabrik buat nyerahin semua persyaratan" ujar Lilis mengakhiri perbincangannya.
***
Beberapa hari kemudian, Inayah sudah bekerja sebagai buruh di pabrik textil yang sama dengan Lilis, Inayah pun kini sudah menyewa kamar sendiri, karena meresa tak enak hati bila harus terus menumpang di tempat kost Lilis yang terbilang cukup sempit di tinggali oleh Lilis sendirian, apalagi bila harus di tambah dirinya.
Inayah kost di tempat yang sama dengan Lilis, sebuah ruangan dengan kasur busa ukuran single, satu buah lemari kayu satu pintu dengan cermin di depannya, lalu dapur kecil yang hanya muat kompor satu tungku dan kamar mandi sempit di sebelah dapur itu, oh iya, masih ada satu meja kecil berbentuk kotak tempat menyimpan makanan atau barang lainnya, biasanya meja itu Inayah gunakan sebagai meja makan.
Inayah kerja sebagai buruh pabrik dengan sistem 8 jam sehari, artinya dia mulai bekerja dari jam 7 pagi sampai jam 4 sore, setiap hari senin sampai jum'at.
Dimana dalam sehari biasanya di berikan waktu selama 45 menit untuk istirahat dan 10 menit untuk break pada jam 9.30 dan jam 15.00, apabila bekerja di luar jam itu akan di hitung lembur.
Sedangkan hari sabtu dan minggu libur,
Biasanya Inayah berangkat bareng Lilis sampai jalan besar, lalu menunggu jemputan bis karyawan lewat, yang biasa mengantar jemput karyawan pabrik, begitu pun kalau pulang kerja, mereka lebih senang menggunakan fasilitas gratis yang di sediakan oleh perusahaan untuk seluruh karyawannya itu, karena lebih menghemat pengeluaran untuk ongkos.
"Berangkat mba Lilis, mba Nisa?" sapa Liam pagi itu saat melihat Lilis dan Inayah keluar dari gerbang kost nya.
"Eh, iya mas Liam, tumben gak seragaman ?" ucap Lilis basa basi.
"Iya, lagi gak narik, mau ke kampus !" jawabnya berlalu sambil melemparkan senyum manisnya ke arah Inayah yang diam saja tak ikut bersuara.
"Lis, itu tukang ojek yang tempo hari nganter aku ke sini, waktu aku baru sampai dari desa itu," gumam Inayah.
"Oh, mas Liam, pantes waktu itu kamu bilang tukang ojek nya ganteng, kalau mas Liam mah, bukan ganteng lagi tapi super ganteng !" seru Lilis histeris sendiri.
"Dia kuliah ?" tanya Inayah heran
"Iya, disini mah, udah biasa, bukan suatu hal yang aneh para mahasiswa bekerja sampingan jadi ojol" ungkap Lilis menerangkan, Inayah hanya manggut manggut saja mengamini penjelasan Lilis sang sahabat.
***
Hari berganti hari, sebulan sudah Inayah bekerja di Jakarta, sabtu pagi ini Inayah sudah bersiap siap ingin berjalan jalan setelah kemarin menerima gaji dan uang lemburan yang cukup banyak menurutnya, sehingga Inayah ingin membeli sesuatu yang sangat di inginkan nya yaitu televisi, jadi dia tak harus mengungsi ke kamar Lilis untuk sekedar menonton televisi.
"Nisa, mau kemana, tumben sendirian?" sapa Liam yang sedang memanasi motor bebeknya di depan kost,
Tempat kost itu memang di huni oleh kebanyakan karyawan pabrik seperti Inayah dan Lilis, karena lokasinya yangbtak begitu jauh dari pabrik, tempat kost yang kira kira terdiri sekitar 30 kamar itu memang di peruntukan untuk pria maupun wanita, bahkan ada beberapa pasangan muda yang sudah menikah tinggal disana, dengan ukuran kamar yang bervariasi sesui harga sewanya.
"Iya kang Liam, Lilis sedang ada pacarnya, jadi saya pergi sendirian ini," jawab Inayah ramah.
"Mau kemana sih, kasian amat sendirian. Ayo aku antar, sekalian mau ke kampus" ajak Liam.
"Ah, apa tidak merepotkan?" sungkan Inayah.
"Tidak, tenang saja," Liam menyodorkan helm ke arah Inayah untuk di pakainya.
"Nis, kita ke kampus ku sebentar ya, cuma bertemu dosen, nanti setelah itu aku anter kamu keliling Jakarta" ucapnya sedikit berteriak karena bersahutan dengan suara bising jalanan.
"Iya kang, selesaikan saja dulu urusan kang Liam, saya mah santai, kok" jawab Inayah dwngan suara yang agak keras juga.
"Kamu tunggu disini sebentar ya, aku hanya ngasiin ini ke dosen sebentar" ucap Liam seraya menunjukkan setumpukan kertas A4 yang di jilid rapi. Inayah mengangguk.
Inayah menatap sekeliling, seakan takjub dengan apa yang di lihat nya saat ini, sebuah kampus yang hanya dia dengar dari cerita anak anak juragan di desanya yang berkesempatan kuliah di kota saja.
"Hihi, rasanya seperti mimpi, bisa menginjakkan kaki di tempat kuliah se mewah ini" gumam Inayah pelan.
"Jangan cuma mimpi, ayo wujudin, kamu bisa kok. aku aja yang cuma ojol bisa kuliah." suara Liam yang tiba tiba ada di sebelahnya mengejutkan Inayah.
"Eh, kang Liam bikin kaget saja, mana mungkin orang seperti saya sanggup kuliah di tempat seperti ini, biayanya pasti mahal" lirih Inayah.
"Ish, jangan patah semangat, kamu masih muda masih banyak kesempatan, umur mu berapa sekarang ?" tanya Liam.
"Emh, 20 tahun" jawab inayah.
"Semangat, kamu masih sangat muda, kejar impian mu" ucap Liam memberi semangat.
"Memangnya umur Kang Liam berapa?" tanya Inayah.
"Aku sudah tua, tahun ini mau 26 tahun." Liam terkekeh.
"Ish,,, umur segitu masih kuliah, kalau di kampung saya umur segitu sudah punya anak 2" polos Inayah.
"Hey, aku kuliah pasca sarjana" jawab Liam sambil tertawa melihat ekspresi wajah Inayah yang terbengong bengong, sepertinya kurang begitu paham dengan apa yang di katakan Liam.
"Kuliah lanjutan setelah lulus S1" terang Liam
"Oh, yang S2 itu, ya?" Inayah baru mengerti setelah di jelaskan Liam, dan Liam mengangguk.
"Ayo sekarang mau di anter kemana, urusan ku sudah selesai" Liam mengajak Inayah kembali ke parkiran motor di kampusnya.
"Emh, itu,,, sebenarnya aku mau beli televisi" jawab Inayah ragu ragu.
"Nah, seperti itu, jangan kaku ngobrol sama aku, gak usah saya saya segala kaya ngobrol sama siapa aja, satu lagi, aku gak mau denger kamu panggil aku dengan sebutan Kang atau akang, oke ?" ucap Liam yang merasa senang Inayah sudah tak menggunakan bahasa kaku lagi saat mengobrol dengannya.
"Iya, maaf" lirih Inayah.
Mereka menyusuri jalanan menuju toko elektronik, dengan berboncengan sepeda motor. Inayah sangat senang bisa membeli barang yang sangat di inginkan nya semenjak kecil, yaitu televisi.
Hari sudah sore menjelang malam saat mereka sampai di kost, mereka terlalu asik berjalan jalan dan seperti janji Liam, tadi Inayah di ajak berkeliling Jakarta dengan motor bebek yang kata Inayah motor jenis itu hanya anak anak juragan saja yang bisa memilikinya kalau di desa tempatnya tinggal.
"Terimakasih, sudah mengajak ku berkeliling Jakarta, dan mengantar membeli ini" tunjuk Inayah ke arah kardus televisi yang sejak tadi di peluknya di sepanjang perjalanan.
Televisi flat 24 inch itu mungkin barang yang yang sangat biasa saja untuk kebanyakan orang di kota, mereka bahkan memiliki televisi yang sebesar layar tancap di rumahnya, tapi bagi Inayah, itu pencapaian terbesarnya saat ini, dia bisa membeli dan mempunyai televisi dari hasil jerih payahnya sendiri.
"Ayo, ku bantu memasangkan nya di tempat mu, kamu gak bakalan bisa memasangnya sendiri, kan?" Liam mengambil alih kardus berisi televisi itu dan membawanya.
*Sudah kah kita bersyukur hari ini ?
(self reminder) semoga kakak semua sukses selalu...*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Lady Meilina (Ig:lady_meilina)
jd pnsrn sm abg liam
2022-01-21
1
Cimai (IG : cimai_author)
Kalau baca nama Inayah jadi inget kanjeng Ndoso😂
2021-12-16
1
AuliaNajwa
alhamdulillah.
2021-11-19
2