"Adit, jangan sembarangan berkata seperti itu," bentak Harun yang baru saja datang dari kebun dan mendengar pertengkaran anak dan menantunya.
"Tidak Pak, Adit tidak mau punya istri penggoda seperti dia," tunjuk Adit pada Inayah.
"Tapi setahu Bapak, Inayah tak pernah menggoda siapapun, dia jarang keluar kalau tidak ibu mu yang menyuruhnya sekedar ke pasar atau ke warung" bela Harun.
"Bapak tak usah ikut campur masalah rumah tangga ku, atau aku tak akan membantu membayarkan hutang hutang bapak yang menumpuk itu." ancam Adit.
Harun terdiam, dia merasa seperti serba salah, di satu sisi dia tau kalau menantunya tak pernah berbuat yang tidak tidak selama di tinggal anaknya merantau, tapi di sisi lain, dia juga sudah cukup pening dengan tekanan para penagih hutang yang terus terusan meneror nya.
"Kau dengar, kau sudah di talak oleh anak ku, jadi sebaiknya segera angkat kaki dari rumah ku, kau wanita pembawa sial dan tak tau diri !" usir Esih.
"Kang, aku tak pernah menghianati akang, aku selalu setia menunggu akang, tolong jangan talak aku, tolong cari tau dulu kebenarannya dan dengarkan penjelasan ku" Inayah bersimpuh memegangi kaki suami yang beberapa menit lalu sudah menalak dirinya, dia menangis dan bersujud memohon agar suaminya itu menarik kata katanya dan tak menalak nya.
"Cari tahu kebenarannya, kata mu? Lantas kau mau bilang kalau ibu dan adik ku itu sudah memfitnah mu dan sudah berbicara bohong ? Keterlaluan, sungguh lancang mulut mu!" umpat Adit menarik paksa kakinya yang sedang di pegangi oleh Inayah.
"Hey kau, mantan kakak ipar tak tau diri, ambil nih, barang barang rongsokan dan baju baju gembel mu, dan segera pergi dari rumah ini" usir Yeni seraya melemparkan dua buah tas plastik besar berisi baju dan barang barang barang milik Inayah ke luar rumah.
Sungguh bagai pengemis hina Inayah saat itu, bahkan barang dan bajunya pun di lempar begitu saja ke luar halaman rumah sampai isi dari kantung plastik itu terburai berserakan di tanah.
Inayah tak merasa berbuat curang dan salah pada suami dan keluarganya, tapi perlakuan mereka pada Inayah tak ubahnya seperti memperlakukan hewan, sampai dia bersimpuh, bersujud memohon di kaki Adit menjatuhkan harga dirinya yang telah lama di injak injak ibu mertua dan adik iparnya itu untuk tidah di ceraikan, tapi sayangnya hati Adit seperti sudah membatu.
Adit malah pergi meninggalkan Inayah dalam keterpurukannya seorang diri.
Inayah masih duduk bersimpuh di halaman rumah mertuanya, sambil menangis terisak mengumpulkan barang barang dan juga bajunya yang di lempar Yeni sampai berhamburan.
Beberapa tetangga berkumpul melihat kekejaman yang Inayah terima dari keluarga suaminya, tapi tak ada yang seorang pun yang mau dan berani membantu Inayah disana.
"Inayah, anak ku, emak di sini, nak. Apa yang terjadi padamu ?" seorang wanita tua tergopoh gopoh setengah berlari menghampiri Inayah.
Dialah Titin, sang ibu. Saat dirinya sedang di sawah, salah satu tetangganya mengabari kalau anaknya sedang di maki maki oleh suami dan ibu mertuanya, makanya dia langsung berlari mendatangi anak satu satunya itu.
Rumah Titin dan rumah kediaman mertua Inayah memang tidak terlalu jauh, hanya berbeda RT saja, namun meski terbilang dekat, Inayah jarang di ijinkan menjenguk ibunya yang kini tinggal sendirian semenjak Inayah menikah dan tinggal di rumah orang tua Adit.
"Emak,,, maafkan Inayah, Inayah tak bisa mempertahankan rumah tangga ini" Inayah berhamburan memeluk sang ibu yang kini duduk di tanah memeluk erat putri kesayangannya.
"Tak perlu minta maaf, Nak. Ini semua sudah takdir Tuhan yang harus kita jalani dengan ikhlas." Titin mengusap usap rambut dan punggung Inayah yang sesenggukan di pelukannya.
"Mak, apa dosa Inayah sampai di perlakukan seperti ini oleh mereka," isak Inayah.
"Hey, tak usah bermain drama disini, kau itu sudah bermain serong, berselingkuh dengan pria lain, makanya anak ku menalak mu !" hardik Esih yang melihat pemandangan ibu dan anak di hadapannya sedang menangis.
"Maaf, bu Esih, saya tau anak saya, dia tak mungkin berbuat seperti itu, kami memang orang tak punya, tapi kami tak mungkin berbuat jahat dan curang. Kami memang tak punya harta tapi kami punya harga diri dan kesetiaan." ucap Titin memandang tajam Esih yang berdiri di depan pintu rumahnya.
"Cuih, harga diri t*aai kucing ! semua ibu pasti akan membela anaknya, pergi sana kalian, jangan sampai aku melihat mu lagi disini !" usir Esih.
"Inayah, Nak. Ayo berdiri, kita pulang, apapun yang terjadi pada mu, kamu tetap anak emak, jangan merasa sendiri, emak akan selalu ada untuk kamu, nak" Titin membantu Inayah berdiri setelah mereka membereskan baju dan barang Inayah ke dalam kantong plastik.
Sampai di rumah, Titin berusaha menghibur putrinya yang terlihat sangat murung dan tertekan.
"Inayah, emak sudah bikin pepes ikan kesukaan kamu, makan dulu yuk, Nak. Sudah lama kita tidak makan bersama sama" ajak Titin.
"Inayah tidak laper, Mak." tolak Inayah, dia merasa tak punya selera untuk makan.
Inayah hanya bisa meratapi nasibnya yang sangat menyedihkan itu.
"Nak, kamu harus tetap kuat, kamu harus tetap melanjutkan hidup mu, apapun yang terjadi padamu," lirih Titin.
"Tapi, aku sudah hancur sekarang. Aku sekarang janda, aku pasti akan membuat emak malu dengan status aku, dan aku juga akan menjadi beban buat emak, maafkan Inayah, Mak" Inayah bersimpuh meminta maaf pada ibunya, air matanya lagi lagi berjatuhan mengalir deras, dia merasa menjadi anak yang tak bisa di banggakan oleh orang tuanya, alih alih membanggakan orang tua, dirinya justru malah membuat malu dan menjadi beban ibunya itu
"Nak, apapun status mu, jangan pernah merasa rendah diri, emak tidak akan merasa malu mempunyai anak seorang janda, dan kamu tak pernah menjadi beban buat emak, hidup emak hanya untuk kamu, emak tidak punya siapa siapa lagi selain kamu. Emak sudah berjanji pada Abah mu dulu untuk selalu menjaga mu, apapun yang terjadi." Titin menyeka air mata putrinya dengan tangan keriputnya.
"Terimakasih, Mak. Emak selalu menjadi emak yang terbaik dan terhebat buat Inayah, selama ini"
Inayah mencium tangan Titin yang selalu memberi kenyamanan untuknya.
mereka bercerita semalaman, menceritakan kenangan kenangan masa lalu yang selalu membuat Inayah bahagia, karena bisa mengenang lagi kebersamaan dengan Abahnya sewaktu beliau masih menemani mereka
"Nak, apa rencana mu selanjutnya,setelah ini ?" tanya Titin.
"Mak, apa boleh aku bekerja di kota ?" ucap Inayah takut takut.
"Nak, hidup mu harus terus berjalan, apapun yang ingin kamu lakukan, Emak akan selalu mendukung mu, selama itu baik dan bukan hal yang melanggar hukum dan agama." kata Titin.
"Inayah ingin kerja di pabrik seperti Lilis, katanya dulu dia bisa memasukan Inayah kerja di pabriknya. Jujur saja, Inayah ingin pergi dari desa ini, Inayah ingin menyembuhkan luka hati Inayah." lirih Inayah.
"Boleh, Nak. yang penting kamu hati hati dan pintar pintarlah menjaga diri di perantauan."
"Apa Emak tak apa apa di tinggal sendirian ?" Inayah ragu.
"Emak tidak apa apa, tetangga disini juga baik semua sama Emak, kamu jangan khawatir," Titin menenangkan putrinya.
"Baiklah Mak, besok Inayah akan menghubungi Lilis, semoga saja dia bisa membantu mencarikan Inayah pekerjaan" harap Inayah.
"Do'a Emak selalu menyertai setiap langkah mu, Nak."
*Edisi kangen Emak nih,
semoga emak emak kita sehat dan panjang umur ya kakak kakak....
jangan lupa like nya kakak...*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
rain_
/Sob/
2023-12-28
1
Arin
nah gtu Inayah smngt ya,jdilh wnita kuat dan tegas wlpun kita orng gak pnya,ya Kya sy...tpi dngn kita bekerja keras pasti akan ada pelangi☺️
2022-06-20
1
abang A🦋💜🐰🐹
ingat emak😭😭
2022-01-25
1