"Jangan muncul di hadapanku lagi Nona, kalau tidak sekretarisku akan membuatmu menyesal."
Happy reading
💕💕💕💕💕
Sehari sebelumnya ....
"Diana!"
Diana menoleh ke arah suara, tak jauh dari tempatnya seorang gadis tinggi semampai dengan rambut bergelombang alami tengah melambaikan tangan ke arahnya.
"Sini!"
Segera Diana menghampiri gadis yang memanggilnya itu. "Hai Siska, udah lama?"
"Gak, baru aja sampek." Siska mengunyah permen karet di mulutnya, memainkannya dengan sesekali membuat balon.
"Acara seminarnya jam berapa, sih?"
"Kemarin Pak Petrus bilang, 'kan, jam sepuluh." Melirik jam tangannya, "kurang tiga puluh menit lagi. Ke kantin dulu yuk, laper gue tadi gak sempat sarapan." Siska mengelus perutnya.
"Ayo, gue juga mau ngopi, ngantuk." Diana memicingkan mata yang memang terlihat lelah.
Siska menarik tangan Diana menuju kantin. Sesampainya dia langsung memesan semangkok mie untuk dirinya dan kopi untuk Diana. "Kayaknya loe kecapean deh, liat tuh muka kusut amat kayak baju belom disetrika," ledek Siska saat mereka sudah mendapat tempat duduk.
"Iya, nih Sis, gue capek banget kemarin jam satu pagi baru pulang dari tempat kerja tante gue." Diana menghela napas berat.
"Loh, kok bisa? Bukannya jam kerja loe cuma sampe jam sepuluh, ya?" Siska menopang dagu dengan tangan kirinya. Memperhatikan wajah kuyu Diana.
"Hem, kemarin tamu tante gue ada yang mabuk berat, terus ngamuk-ngamuk gak jelas."
"Masak sih, terus?" tanya Siska antusias.
"Dia menjatuhkan semua barang-barang sambil teriak-teriak manggil nama istrinya."
"Istrinya? Emang kenapa istrinya?" Siska semakin ingin tahu.
"Tau ah, loe kepo banget sih." Diana melengos, menopang dagu dengan kedua tangannya.
"Ih, loe ditanyain gitu banget, gue cuma pengen tau aja kenapa dengan istrinya sampe dia ngamuk-ngamuk gitu." Siska memonyongkan bibirnya.
Obrolan mereka terhenti saat pesanan sudah datang. Siska meraih mangkok mie dan mulai menyuapkan ke mulutnya. "Loe beneran gak pesen makanan, Di?"
"Gak, gue udah sarapan tadi." Menyeruput kopinya.
"Loe harus banyak makan Di, karena apa? Karena ngomongin orang itu perlu tenaga, hehe." Siska terkekeh dengan omongannya sendiri.
"Cih, loe aja kale gue mah, enggak."
Mereka tertawa bersama. "Loe beneran gak mau cerita ke gue soal istri bapak itu?" Siska masih penasaran.
"Idih, beneran kepo nih orang," tunjuk Diana ke arah Siska.
Siska hanya tergelak mendengar ucapan Diana. Sebenarnya Diana bukannya tidak tahu, tetapi dia malas membahasnya.
Diana meneguk kopi, tetapi pikirannya menerawang, mengingat kejadian semalam yang tidak sengaja sudah menggiring ingatan Diana pada sang mama yang pergi meninggalkannya tiga belas tahun lalu.
"Woi!" Siska menepuk pundak Diana membuyarkan gadis itu dari lamunan.
"Loe pernah dengar mitos gak?"
"Mitos apaan, sih?" sewot Diana.
"Bengong, bisa bikin ayam tetangga pada mati." Siska tertawa puas.
"Gak lucu!" Diana melengos, berpura-pura kesal.
"Hehe, lagian loe pagi-pagi udah bengong aja."
"Udah, gue mau ke aula tinggal lima menit lagi, nih." Diana mengambil tas dan kopinya yang kemudian disusul Siska.
Sepanjang jalan menuju aula mereka asik mengobrol sampai tidak menyadari kalau dari arah yang berlawanan empat orang pria terlihat serius membahas sesuatu. Mereka tak lain adalah Reyhan dengan kedua teman bisnisnya, Doni dan Rizki serta Jonathan, sekretaris Reyhan.
Terlalu asik bercanda, Siska tanpa sengaja mendorong Diana saat posisi Reyhan tepat berada di depan Diana. Reyhan dan Diana bertabrakan. Kopi yang dibawa Diana tumpah, mengotori jas mahal yang dikenakan Reyhan.
Siska kaget begitu juga dengan Diana. Mata Diana membelalak menatap jas Reyhan yang sudah kotor akibat ketumpahan kopi miliknya.
Dengan cepat Diana mengambil tisu dari dalam tasnya. "Maaf Pak, saya benar-benar tidak sengaja." Mengelap tumpahan kopi di atas jas Reyhan.
"Singkirkan tanganmu!" perintah Reyhan dengan nada dingin dan raut wajah datar.
Diana mengangkat wajahnya menatap Reyhan, tetapi pandangan Reyhan masih lurus ke arah lain, tanpa menoleh Diana sedikit pun.
"Lain kali berhati-hatilah Nona," omel Jonathan yang kini menghampiri Reyhan. "Maaf Tuan, biar saya ambilkan baju ganti dulu di mobil. Bagaimana kalau Pak Doni dan Pak Rizki yang menemani Tuan lebih dulu ke ruangan rektor?"
"Tidak usah Jo, aku ingin kembali ke kantor. Kalian saja yang handle di sini."
Jonathan mengangguk. "Baik Tuan, biar saya antar Anda ke mobil."
Mereka sudah akan berbalik menuju area parkir, tetapi Diana mencegahnya. "Maaf Tuan, tadi saya benar-benar tidak sengaja. Apa Tuan bisa melepas jasnya? Saya akan bertanggung jawab dengan mencucikan jas Anda," ucap Diana dengan rasa bersalah. Apalagi salah satu dari keempat pria itu sempat menyebut rektor, sudah tentu mereka bukanlah orang sembarangan.
Bagaimana kalau mereka sampai mengadu pada rektor? Wah, bisa gawat aku.
"Hentikan! Aku tidak butuh tanggung jawabmu." Bentakan Reyhan membuat nyali Diana seketika menciut. Mulut yang tadinya terbuka, bersiap untuk bicara harus kembali terkatup rapat.
"Jangan muncul di hadapanku lagi Nona, kalau tidak sekretarisku akan membuatmu menyesal." Lagi-lagi Reyhan mengancam tanpa menoleh Diana sedikit pun. Dia segera berbalik menuju mobil dan diikuti Jonathan.
Siska mendekati Diana yang masih menatap punggung Reyhan yang semakin menjauh. Dia menyenggol lengan Diana seakan bertanya 'siapa mereka?' Namun, Diana hanya mengedikkan bahu.
❤️❤️❤️❤️❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 189 Episodes
Comments
Felisitaz😇
aku mampir akak
2021-12-27
0
Siti Homsatun
iih sombongnya ntar jatuh cinta beneran ,bucin akut lo...
2021-12-26
0
Nurhasanah Nur
dasar di Reyhan...songong.. tpi gpp lah....cool...secara kan dia kulkas hahaha...maaf ya Thor becanda🙏
2021-11-19
7