"Sungguh, jauh dari lubuk hatiku yang paling dalam, jikalau memang ada seseorang yang menolongku, Aku hanya berharap jika yang menolongku adalah seorang Wanita. Tapi?" ucap Ziya dalam hati.
"Lepaskan Perempuan itu!"
"Wah, wah, punya nyali juga Loe masuk kesini? Loe enggak takut bakalan habis sama Kita?"
"Kalian enggak usah banyak bicara! Lebih baik, Kalian lepasin Perempuan itu sebelum Kalian menyesal!"
"Heh, menyesal? Justru yang bakal menyesal itu Loe. Santapan enak begini malah di sia-siakan. Mending Loe gabung sama Kita, daripada cari masalah."
"Baiklah, kalau mau Kalian seperti itu."
Bruk!!
"SIAL! Berani Loe pukul Gue? Bro, Kita habisin cecunguk sialan ini!"
"Ayo!"
Perkelahian diantara Mereka pun tak terelakkan, 3 orang melawan 1 orang. Sungguh tak adil. Tapi, Pria tersebut begitu mahir dalam berkelahi. Bisa jadi Pria itu memiliki Ilmu Bela Diri.
Sudah cukup lama perkelahian terjadi, ketiga Pria yang menculik Ziya sudah mulai kewalahan. Padahal, Mereka bertiga hanya menghadapi satu Orang. Sungguh Pria yang sangat kuat.
Akhirnya, ketiga Pria tersebut tumbang. Wajah Mereka babak belur dan sudah tidak sanggup untuk berdiri lagi.
"Heh! Ternyata Kalian terlalu banyak sesumbar. Sudah Saya katakan, Kalian jangan pernah menyesal."
Mereka bertiga diam tak bergeming. Mereka sibuk memegang tubuh Mereka yang kesakitan.
Pria itu kemudian membuka plester dari mulut Ziya, lalu membuka ikatan ditangan Ziya.
"Kamu tidak apa-apa? Sudah aman, Mari! Sebentar lagi Polisi akan tiba."
"T-tunggu! Bagaimana kalau Mereka kabur?"
"Tidak akan."
Suara sirine Polisi terdengar dari luar rumah. Para Polisi bergegas memasuki rumah tersebut dan menangkap para tersangka. Ternyata, Mereka semua adalah Anak Orang Kaya. Namun, memiliki hobi yang buruk. Mereka kerap kali mengincar Para Gadis untuk Mereka manfaatkan tubuhnya. Ada beberapa Gadis yang rela tidur bersama Mereka, ada pula yang menolak. Gadis yang menolak Mereka akan diculik dan dimanfaatkan tubuhnya secara bergiliran. Sungguh perbuatan hina dan sangat disayangkan, mengingat Orang Tua Mereka memiliki banyak harta.
"Kalau begitu, mari Saya antarkan Kamu pulang."
Pria itu membuka pintu mobilnya, lalu mempersilahkan Ziya untuk naik. Mobil pun melaju menembus angin malam.
"Dimana rumahmu?" tanya Pria itu.
Ziya masih gemetar dan bibirnya terasa kelu. Ia masih shock atas kejadian yang menimpanya.
"Saya, Devan. Kamu tak perlu khawatir. Saya disini hanya mengantarkan Kamu pulang. Namamu siapa?"
"Z-z-ziya."
"Ziya, dimana rumahmu? Apakah masih jauh dari sini?"
"K-kenapa?" Ziya lalu menangis menutup wajahnya.
"Maksudnya?"
"K-kenapa A-anda?"
"Saya semakin tidak mengerti maksud Kamu? Kenapa harus Saya? Memangnya salah kalau Saya menolongmu?"
Lagi-lagi Ziya diam. Ia tak sanggup mengatakan suatu kebenaran. Ziya hanya menyesali apa yang sudah Ia ucapkan dalam batinnya. Ziya kembali berpikir, apa yang sebaiknya Ia katakan kepada Devan? Namun, semakin Ia berusaha keras untuk berpikir, semakin Ia kesulitan merangkai kata. Hingga pada akhirnya, satu kalimat ini yang mengubah kehidupannya.
"NIKAHI SAYA!"
Devan mendadak menginjak rem mobilnya. Untung saja Mereka memakai sabuk pengaman dan tidak ada kendaraan di belakang Mereka.
"APA? Barusan Kamu bilang apa? Saya tidak salah dengar, kan?"
"Ziya, jelaskan pada Saya, kenapa Kamu bisa nekat mengatakan kalimat itu?" imbuh Devan.
"Ziya! Jawab! Saya... Ah! SIAL! Dengar ya, itu bukan Kalimat yang bisa sembarangan diucapkan. Kita baru saja bertemu. Kamu tidak kenal Saya, begitupun sebaliknya. Kamu sadar tidak kalimat yang baru saja Kamu ucapkan itu bisa membuat Saya berada dalam masalah besar."
"M-maafkan Saya!"
"Ziya, dengar baik-baik! Saya barusan menolong Kamu dari Mereka. Secara harfiah, Kamu itu tidak sampai disetubuhi oleh Mereka. Tapi, kenapa Kamu menginginkan Saya untuk bertanggung jawab. Malah dengan mudahnya Kamu meminta Saya untuk menikahi Kamu. Tidak masuk akal. Sekarang, jelaskan pada Saya, sebenarnya hal apa yang membuat Kamu mengatakan hal tersebut?"
Ziya hanya menangis dan menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangan.
"Hei, kenapa Kamu menangis? Ziya, tolong jawab Saya! Ah, SIAL! Kalau begitu, Kamu ikut Saya!"
Devan membawa Ziya ke Apartemen mewah pribadinya. Selama perjalanan, Ziya terus saja menangis. Ziya tidak menyadari kalau Devan telah membawanya menuju Apartemen miliknya.
"Sudah sampai, sekarang Kamu ikut Saya turun!"
"I-ini dimana?"
"Parkiran."
"Kenapa Saya bisa ada disini?"
"Sudah, ikut saja!"
Ziya mengikuti langkah Devan. Mereka memasuki sebuah lift dan menuju lantai 9. Lift tiba di lantai 9, Devan keluar dari dalam lift, Ziya masih setia mengikuti Devan dari belakang. Devan berdiri di depan pintu kamar nomor 905, lalu Ia menekan tombol angka sebanyak 4 digit, dan pintu kamar pun terbuka.
"Masuk!" Devan meminta Ziya untuk masuk.
"K-kamu bawa Saya ke Hotel?"
"Hotel? Ini Apartemen, bukan Hotel. Enggak pernah lihat Apartemen, ya?"
Ziya menggelengkan kepala. Memang benar, selama Ziya tinggal di Jakarta, Ia tidak pernah memasuki sebuah Hotel maupun Apartemen. Ia hanya pernah melihat sebuah hotel ketika Ia sekilas menonton Drama Korea yang sedang ditonton oleh teman-teman Kuliahnya.
Ziya tak pernah ada waktu untuk bersenang-senang dengan teman-temannya. Ia lebih memilih menyibukkan diri di Panti Jompo.
"Kenapa diam? Ayo, masuk!"
Ziya ragu untuk melangkahkan kakinya. Namun, nalurinya membawa Ia untuk tetap masuk ke dalam Apartemen seorang Pria yang sangat asing baginya. Tapi, Pria asing itulah yang menyelamatkan nyawa dan harga dirinya.
"Silahkan, duduk! Saya akan menyiapkan handuk dan pakaian untuk Kamu pakai. Lebih baik, Kamu membersihkan diri Kamu dulu."
Devan membawakan sebuah handuk, kemeja panjang miliknya dan celana pendek.
"Sementara pakai ini saja, walaupun sedikit kebesaran."
Ziya menuruti apa yang dikatakan oleh Devan. Ziya menuju kamar mandi dan mulai membersihkan dirinya. Namun, Ziya berusaha untuk tetap waspada, Ia hanya takut kalau ternyata Devan akan melakukan hal yang tidak senonoh padanya, dengan mengambil kesempatan dalam kesempitan.
Tapi, apa yang dikawatirkan Ziya tidak terjadi. Setelah Ia selesai membersihkan diri, Ia tidak mendapati Devan di Ruang Tamu. Ziya kembali duduk di sofa. Tak lama, Devan muncul dari arah Dapur, Ia membawa sepiring Mie Goreng dan segelas air putih . Aromanya membuat Ziya ingin sekali merampas piring tersebut, lalu Ia lahap sampai habis.
"Ini, makan dulu! Kamu pasti belum makan."
"Saya tidak lapar. Maaf, jadi merepotkan."
Kruyuuk! Suara panggilan dari perut Ziya terdengar oleh Devan. Devan hanya mengernyitkan dahi sambil tertawa seringai. Ziya hanya bisa diam. Ia merasa sangat malu.
"Mulut bisa saja bohong, tapi perut tidak mungkin berbohong. Ini, makan! Maaf kalau hanya ada Mie Instan. Saya belum sempat beli bahan-bahan masakan," Devan meletakkan piring dan gelas tersebut di atas meja yang berada dihadapan Ziya.
"T-tidak apa. Terima kasih."
"Baiklah. Kalau begitu, Kamu segera habiskan makanannya. Saya mau mandi. Setelah ini, Kamu masih ada hutang penjelasan pada Saya. Mengerti?"
Ziya menganggukkan kepalanya. Setelah Devan berlalu, Ziya ingin memastikan kembali apakah Devan sudah benar-benar ke kamarnya. Setelah situasi aman, Ziya menyantap Mie Goreng tersebut dengan sangat lahap. Tak sampai 5 menit, Mie Goreng habis tak bersisa, kemudian Ia meminum segelas air putih.
"Alhamdulillah," sambil bersendawa.
Ziya mulai merasakan sedikit nyeri di bagian pergelangan tangan. Mungkin efek dari ikatan yang begitu kencang, sehingga membuat lecet pergelangan tangannya.
Beberapa menit kemudian, Devan keluar dari kamarnya. Ia memakai setelan kaos dan celana pendek, rambutnya yang basah dibiarkan berantakan. Ziya yang melihat Devan berpenampilan seperti itu merasa jantungnya berdegup kencang.
"Tenang Ziya! Kamu tidak boleh salah tingkah! Dia memang sudah menolongmu, tapi Dia bukan siapa-siapa bagimu," ucap Ziya dalam hati.
"Gimana?" tanya Devan pada Ziya.
"Ya?"
"Sudah dihabiskan makanannya?"
"S-sudah," Ziya berusaha menutupi pergelangan tangannya yang lecet. Namun, Ziya tidak menyadari kalau Devan ternyata memperhatikan tingkah lakunya.
Devan kembali masuk ke kamarnya, tak lama Ia keluar membawa sebuah kotak P3K. Devan memilih untuk duduk disebelah Ziya. Lalu, Ia mengambil tangan Ziya.
"Eh, Kamu mau apa?"
"Tanganmu, lecetnya cukup parah."
"Tidak apa-apa. Saya baik-baik saja," Ziya kembali menarik tangannya.
"Sudah, Kamu menurut saja. Saya akan obati lukamu. Kalau dibiarkan, lama-lama bisa infeksi."
Ziya akhirnya luluh dengan ucapan Devan. Jantungnya makin berdegup kencang ketika Devan memegang tangannya, lalu mengoleskan alkohol secara perlahan kebagian pergelangan tangan yang terluka.
"Aw!"
"Ah, maaf! Perih, ya?"
Ziya menganggukkan kepala. Ziya berusaha menahan rasa perih sambil menyipitkan matanya.
"Sudah. Sekarang Kamu istirahat saja. Saya sudah siapkan Kamar Tamu untukmu. Kamarnya ada disebelah kamar Saya. Mungkin, saat ini Kamu belum mau bicara. Jadi, lebih baik Kamu Istirahat dulu, sekaligus menenangkan pikiran. Kalau begitu, Saya tinggal dulu."
"Tunggu!" Ziya menahan tangan Devan.
"Ada apa?"
"Berikan kotak P3Knya!"
"Untuk apa?"
"Kamu juga terluka."
"Tidak apa-apa. Ini hanya luka kecil. Besok pagi juga sembuh."
"Sini! Berikan! Kamu enggak boleh egois."
Devan pun pasrah, lalu memberikan kotak P3K kepada Ziya. Sama halnya dengan yang dilakukan oleh Devan sebelumnya, Ziya mengambil sebuah kapas, lalu menyirami sedikit dengan Alkohol. Kemudian, Ziya oleskan Alkohol tersebut ke sudut bibir dan ke pelipis Devan.
Ziya fokus mengobati luka Devan, sampai-sampai Ia tidak menyadari sama sekali, kalau ternyata Devan terus memperhatikan wajahnya. Devan mulai kagum dengan kecantikan yang dimiliki oleh Ziya.
"Ya Tuhan, Wanita ini! Matanya indah berwarna biru, bibirnya merah ranum, hidungnya mancung. Astaga! Apa yang kupikirkan?" Devan berkata dalam hati. Devan menggelengkan kepalanya, berusaha untuk tidak terbuai oleh kecantikan Ziya.
"Maaf, sakit ya!" ujar Ziya.
"Ah, tidak apa-apa. Sudah cukup! Lebih baik Kamu Istirahat."
Devan segera bangkit dari tempat duduknya. Ia meninggalkan Ziya yang masih terduduk di sofa. Mereka sama-sama tidak menyadari satu sama lain. Bahwa wajah Mereka sama-sama memerah dan jantung Mereka berdegup kencang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Ipung Ningsih
Thorr, koq bs Devan tiba" nongol n nolongin Ziya. Dr mana Devan tahu bahwa Ziya adalah korban penculikan
2022-03-14
2