Kelas Clara masih disinggahi oleh Kapten Rian. Para siswa sangat menikmati cerita-cerita heroik pria itu. Berbanding terbalik dengan Clara yang berkali-kali mengajukan keluhannya pada pak Dodo, namun sama sekali tak digubris perjaka tua itu.
"Pak, ini sudah hampir satu jam pelajaran. Aku harus mengajar atau materiku akan tertinggal," protes Clara sedikit berbisik.
"Ya sudah, pindahkan saja pelajaran hari ini ke hari lain atau ke minggu depan. Saat ini dia sudah seperti selebritis."
"Tidak bisa begitu. Saya harus -"
Keluhan Clara terhenti ketika ia mendengar nama G:0 disebut oleh polisi itu. Ia melihat ke arah Kapten Rian dengan tatapan tajam.
"Jadi, sebenarnya kita tidak butuh pahlawan super seperti G:0. Paman-paman di kepolisian hebat semua. Mereka bisa menangkap penjahat dan menolong orang-orang. Bahkan tidak seperti G:0 yang hanya beraksi di malam hari, paman polisi selalu ada untuk menolong kita semua."
Clara tidak terima. Pria itu boleh saja mengikrarkan dirinya sebagai pahlawan baru untuk Dragokarta demi meningkatkan kepercayaan masyarakat pada kepolisian kota ini yang mulai pudar setelah G:0 berhasil menghancurkan Black Samurai tanpa bantuan mereka. Tapi ia tidak boleh meninggikan diri dengan cara merendahkan G:0. Terlepas dari semua yang telah dilakukan G:0 pada kota ini, G:0 adalah alter ego Clara yang menjadi pecundang di kehidupan nyata.
"Jika polisi lebih hebat dari G:0, kenapa G:0 yang mengalahkan Black Samurai, bukan polisi?" tanya Clara yang membuat seisi kelas terkejut, terutama pak Dodo yang sedang berdiri di sampingnya.
"Sebenarnya Black Samurai sudah hampir dikalahkan oleh kepolisian. Tapi kami menggunakan cara yang sesuai aturan hukum sehingga tidak secepat dan semenonjol yang dilakukan G:0. Kami tidak menggunakan cara-cara kampung yang mengandalkan kekerasan secara frontal."
"Maksudnya, cara yang sangat sopan? Pantas saja banyak kasus di kota ini yang tak bisa diselesaikan polisi. Misalnya motorku yang hilang tiga tahun lalu, sampai sekarang tidak ada kejelasan. Atau temanku yang ponselnya dijambret. Saat melapor ke polisi, bukannya segera melacak, malah menyuruh korban untuk menjemput kotak ponsel sambil meminta korban untuk mengikhlaskannya karena kecil kemungkinan untuk ditemukan."
Suasana semakin tegang. Para siswa hanya bisa melongo dan bergantian memandang gurunya dan kapten Ferianto karena pembicaraan kedua orang itu mulai sulit untuk mereka pahami. Sedangkan jidat pak Dodo sudah dipenuhi keringat.
"Jadi, maksud Bu guru, kami harus seperti G:0?"
"Ya, karena dia adalah pahlawan yang sesungguhnya. Di luar kemampuan supernya, banyak hal yang bisa dicontoh darinya. Dia memiliki jiwa ksatria, berani, cerdas, jujur dan tak pernah ragu dalam menegakkan keadilan meski harus membahayakan dirinya. Bukan hanya polisi, kita semua harus mencontoh karakternya itu."
Clara bertepuk tangan seakan hendak memberikan penghormatan untuk G:0. Murid-muridnya yang masih tidak paham akhirnya ikut bertepuk tangan mengikuti gurunya. Clara pun mengajak mereka untuk bersorak, "Hidup G:0!"
Sementara itu, di rumah Clara, Grafit yang tanpa ia sadari sedang mendapatkan penghormatan itu sedang berlutut memohon pada Jonathan.
"Tolonglah, malam ini aku libur patroli."
"Tidak bisa! Aku bisa kena marah Clara kalau kau tak patroli."
"Kumohon. Aku harus menonton Vlive perdana Viviz."
Jonathan menghela napas lalu mengangguk. "Baiklah, tapi kau harus bilang sendiri pada Clara dan cari alasan yang lebih masuk akal seperti pura-pura sakit perut. Aku hanya membantumu meyakinkannya."
"Terima kasih," kata Grafit dengan wajah bahagia. Kemudian ia berdiri dan kembali merapatkan tubuhnya ke tubuh Jonathan.
"Kenapa? Apa lagi yang kau inginkan?"
Grafit tersenyum malu-malu dan berbisik, "Apa itu Vlive?"
* * *
Bel berbunyi, tanda waktunya pembelajaran untuk hari ini telah berakhir. Clara mengantarkan muridnya satu per satu pada orang tua mereka masing-masing. Ketika ia baru mengantarkan muridnya yang terakhir, seorang rekan kerjanya datang. Edi, wakil kepala sekolah yang Clara beri gelar penjilat, menyuruhnya untuk ke ruang kepala sekolah.
"Kapten Rian ingin berbicara denganmu. Bersiaplah, kau akan dihabisinya karena telah menghina kepolisian," katanya dengan nada mengejek.
Clara sama sekali tidak gentar meski telah ditakut-takuti. Dengan sikap cuek ia melangkah ke ruang pak Dodo.
"Ah, Miss Clara. Mohon maaf sudah mengganggu waktunya. Kapten Ferianto mau berbicara sebentar." Pak Dodo mendekatkan bibirnya ke telinga Clara dan berbisik, "Tolong jaga sikap Miss. Saat ini dia termasuk orang yang sangat dihormati di kota ini. Jika Miss menyinggung perasaannya, akan berbahaya bagi sekolah kita."
Clara sama sekali tidak peduli. Seperti sikapnya selama ini, jika ia anggap apa yang dilakukannya benar, ia takkan gentar untuk mempertahankannya. Kemudian mereka duduk berhadapan. Orang yang dipanggil Kapten itu memandang Clara, sementara Clara hanya melihat ke sekeliling ruangan.
"Apakah kita pernah saling mengenal sebelumnya?"
Pertanyaan itu membuat Clara bingung dan menatap pria itu. "Tidak, saya yakin hari ini adalah pertama kali kita bertemu."
"Lalu kenapa tadi Bu guru menyerang saya seperti sangat membenci saya?"
Clara menghela napas dan menegakkan duduknya. Meski ia benar membenci pria itu dan terang-terangan menyerangnya tadi, ia tidak ingin mengakuinya. Pikirnya, pasti akan cukup melelahkan untuk memberikan alasan atas kebenciannya itu.
"Saya tidak menyerang Bapak secara personal, tapi secara instansi. Saya hanya tidak terima jika Bapak menjelek-jelekkan G:0 demi meningkatkan pamor kepolisian yang sudah rusak. G:0 pernah menyelamatkan saya. Sedangkan yang saya dapat dari polisi hanyalah surat tilang."
Pria berambut ala Shah Rukh Khan itu hanya tersenyum. Ia memperbaiki duduknya dan bersikap seolah hendak berbicara. Clara sudah memasang benteng setangguh mungkin agar bisa bertahan dari serangan apapun yang akan diberikan pria itu. Tapi yang ia terima tidak seperti yang ia bayangkan.
"Apakah nanti malam Bu guru ada acara? Saya hendak mengajak Bu guru makan malam."
* * *
"Apa!? Dia mengajakmu kencan!?"
Jonathan berteriak ketika Clara menceritakan kejadian tadi siang. Clara tidak memberikan ekspresi khusus ketika melihat reaksi Jonathan yang sedikit berlebihan. Cukup berlebihan karena sekarang ia mondar-mandir di hadapan Clara sambil berusaha percaya dengan apa yang baru didengarnya.
"Biasa saja. Hanya makan malam. Itu juga sebentar. Buktinya, jam 8 aku sudah di sini. Cukup menyenangkan karena dia mengajakku ke restoran mewah. Tapi aku tidak terlalu menikmatinya."
"Apakah kau sudah gila? Dia secara terang-terangan berusaha menghancurkan citra G:0. Kau mau lihat lagi komentar-komentar jahatnya tentang G:0 yang ditayangkan di televisi? Jangan sekalipun berpikir untuk mengkhianati G:0!"
"Bodoh, aku bukan ingin berkhianat. Justru aku mendekatinya untuk mendapatkan informasi tentang apa yang sedang mereka kerjakan. Akui saja, jadwal tugas kita yang hanya terbatas di malam hari membuat kita ketinggalan banyak kasus yang terjadi di luar jadwal."
"Lalu, informasi apa yang kau dapat darinya?"
Clara mengatur napasnya lalu berkata dengan wajah serius, "Ternyata nama panggilannya bukan Feri atau Anto, tapi Rian. Kau tidak menduganya, bukan?"
Setelah itu Clara tertawa karena berhasil menggoda Jonathan yang sudah memasang wajah cemberut.
"Seriuslah."
"Baiklah. Buktinya, tadi dia berkata pihak kepolisian sedang mengejar seorang pembunuh bayaran bertato naga yang telah membunuh beberapa orang penting di kota ini. Coba pikirkan: pembunuh bayaran. Artinya, pasti ada dalang di baliknya dan aku yakin ini akan menjadi sebuah tangkapan yang besar. Bayangkan jika kita berhasil menangkap mereka lebih dulu? Pasti popularitas G:0 bisa kembali mengungguli kepolisian."
"Tetap, mengajaknya berkencan untuk mendapatkan informasi terlalu beresiko. Bagaimana jika karena sering pergi berkencan dengannya, kau jadi benar-benar menyukainya."
Clara mengernyitkan dahinya. Ia mulai menyadari sesuatu. "Sepertinya kau melarangku kencan karena cemburu, kan?"
Jonathan gelagapan ketika mendengar tebakan itu. Ia sedang memikirkan jawaban yang bagus ketika terdengar sebuah suara dari alat komunikasi mereka.
"Suara apa itu?" tanya Clara.
"Suara Grafit yang sedang menyanyikan lagu idolanya sambil menangis," jawab Jonathan. "Kau memang kejam karena melarangnya libur."
"Tentu saja. Dia mengaku sakit perut tapi memakan semua pizza yang kubawa." Clara menajamkan matanya ke monitor pengawas. "Lagipula mulai sekarang kita harus lebih giat karena polisi sialan itu."
Tiba-tiba salah satu monitor memperlihatkan sesosok misterius yang gerak-geriknya mencurigakan. Kecurigaan itu semakin besar ketika pria itu mengeluarkan senjata laras panjang dari tasnya lalu mengarahkan muncung senjata itu ke salah satu jendela apartemen di seberangnya.
"G:0, segera ke kamera dua puluh tiga, jalan Bougenville blok CC. Ada pria bersenjata."
Sesaat setelah menerima pesan itu, Grafit yang kini berperan sebagai G:0 segera meluncur ke lokasi yang dimaksud. Benar saja, ada seorang pria sedang memegang senjata api.
"Halo. Sedang apa?"
Pria itu terkejut dan langsung mengarahkan senjatanya ke G:0. Pahlawan super itu tidak menunjukkan ketakutan sama sekali. Ia justru mendekat. Pria itu bingung dan mulai panik. Ia hendak menarik pelatuk senjatanya, namun tiba-tiba benda itu terasa berat bahkan ia tak sanggup lagi memegangnya.
"Sepertinya kau orang baru di sini. Jika tidak, kau takkan terkejut kalau aku bisa membuat apapun menjadi sangat berat atau sangat ringan."
Tanpa diduganya, pria itu melayang secara perlahan ke udara seperti balon yang berisi helium.
"Tolong, tolong aku. Aku hanya mengikuti perintah."
[G:0, periksa tubuhnya, apakah memiliki tato naga.]
Clara memberi perintah dari kejauhan. Dengan sekali tarik, G:0 berhasil menanggalkan pakaian pria itu.
"Tidak ada. Hanya tato ular yang besar dan berwajah seram," kata G:0. "O ya, apa itu naga?"
Di markas, Clara dan Jonathan sudah bersorak kegirangan. Mereka melihat sendiri melalui kamera pengawas tato naga itu. Kemudian mereka menyuruh G:0 mengikat pria itu dan seperti biasa, mengirimnya ke kantor polisi.
Namun kegembiraan mereka mendadak buyar ketika mendengar frekuensi radio polisi. Suara AKP Ferianto seperti sedang memberikan laporan. Ia mengatakan telah berhasil menangkap penjahat bertato naga.
"Lalu siapa yang kita tangkap ini? Apakah hanya pengalihan?" tanya Jonathan dengan wajah lesu.
"Bukan, bukan pengalihan. Dia juga pembunuh bayaran. Jika ia juga memiliki tato yang sama, artinya pembunuhnya bukan satu orang saja. Dan lebih dari itu, kemungkinan besar mereka berasal dari sebuah organisasi kejahatan."
Clara dan Jonathan saling menatap. Perlahan senyum mereka kembali mekar dan merekapun kembali bersorak.
"Akhirnya, kita punya musuh baru! Kita punya tujuan hidup yang baru!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
Kustri
klu karya yu aotian ini berjudul black shadow
👍👍👍
2023-05-07
0