"Saya siap, Mam." Ambrosia dalam mode siap untuk mengetik setiap poin penting yang akan terlontar dari mulut Roxanne Levine—bos terbaik bagi Ambrosia disepanjang hidupnya.
"Pertama," ujar Roxanne sambil mulai berjalan mondar mandir. "Suruh orang-orang kita yang ada di New York mengeksekusi prosedur akuisisi itu sesuai rencana. Beri mereka beberapa saran agar dapat meyakinkan perusahaan rekanan, bahwa Levine Enterprises mampu memperbaiki setiap kerusakan akibat ulah manajemen terdahulu. Sarankan pula pada mereka untuk bersikap rasional dan penuh kehati-hatian. Yang kita butuhkan adalah rasa pengertian mereka terhadap nasib ratusan karyawan yang menjadi korban, jadi ini bukan saatnya untuk ragu-ragu."
"Baik, Mam." Ambrosia mengetik dengan cepat, lalu berhenti untuk menunggu wanita paruh baya itu melanjutkan.
"Kedua," lanjut Roxanne dengan intonasi yang masih setegas sebelumnya, "Aku memutuskan untuk mengambil set perhiasan zamrud yang pernah ditawarkan oleh Pawn Stone waktu itu. Tapi, aku butuh bukti kevalidan atas sertifikasi keasliannya atau transaksi dibatalkan."
"Saya rasa itu bisa diatur, hanya saja butuh tambahan waktu untuk proses konfirmasinya." Ambrosia memperkirakan sambil terus mengetik di notepad-nya.
"Tidak masalah, Ana. Aku tidak membutuhkannya untuk kupakai dalam waktu dekat kok, aku hanya ingin memiliki benda itu sebagai salah satu koleksiku saja. Dan masukkan juga set perhiasan zamrud itu ke dalam daftar barang-barang yang akan disimpan di gallery baru kita di Perth."
Ambrosia mengangguk mengerti, jari-jarinya berhenti bergerak untuk menunggu poin selanjutnya. Ketika direkturnya itu tidak segera melanjutkan, Ambrosia menatap wanita yang usianya hampir sama dengan mendiang ibunya itu dengan penuh tanya. "Apakah sudah semuanya, Roxy?"
"Hampir, Ana. Hampir..."
Ambrosia adalah satu-satunya staff eksekutif di Levine Enterprises yang memanggil orang nomor satu di perusahaan itu dengan sebutan 'Roxy'.
Roxanne mengizinkannya sebab ia sangat menyukai Ambrosia Heart sebagai sekretarisnya dan sebagai pribadi yang begitu cemerlang di matanya.
"Terakhir dan yang paling penting..." Roxanne kembali menuju dinding kaca yang diberi pelapis anti silau dan memandang ke luar dengan murung.
Waktunya untuk serius, Roxanne memperingatkan dirinya sendiri. Ia tidak ingin gegabah namun ia juga tidak ingin seseorang yang begitu berharga untuknya dibandingkan apapun di dunia ini, menderita.
"Terakhir tapi yang terpenting, dan juga sangat pribadi," ulang Roxanne dengan suara yang melembut—merapuh.
Kata 'pribadi' yang diucapkan Roxanne di akhir kalimatnya, membuat tangan kanan Ambrosia yang sedari tadi mengetik tertahan di udara—di atas notepad. Sebagai sekretaris ia ragu apakah harus menuliskan poin itu juga ke dalam notepad atau tidak. Hingga akhirnya Ambrosia memutuskan untuk mendengarnya lebih dulu sebelum mengambil keputusan.
"Aku ingin kau mencari seorang detektif swasta profesional, Ana." Roxanne berkata lebih pelan dari biasanya. Seolah ada yang menyumbat kerongkongan wanita itu.
Ambrosia mengerjap-ngerjapkan matanya dari balik kacamata non-minus yang tampak tebal. "Maaf bisa anda ulangi, Mam?" tanya Ambrosia bingung.
"Tidak, kau tidak salah dengar, Ana. Aku memang menyuruhmu mencari seorang detektif swasta, yang sangat ahli dalam bidangnya, dan sangat handal, yang profesional sampai-sampai ia pasti berhasil mencari sesuatu yang bahkan tidak mungkin," jawab Roxanne dengan lebih berapi-api.
"Maafkan saya, Roxy.Tapi kalau boleh saya tahu, apakah sesuatu yang tidak mungkin, yang ingin anda cari itu?" Ambrosia kembali bertanya setelah mampu mengembalikan ekspresi poker face-nya.
Roxanne kembali murung. Setelah mengambil napas panjang dan berat, ia pun berujar, "Aku ingin membatalkan rencana pernikahan putraku dengan tunangannya, karena aku tidak menyukai wanita itu. Tapi aku juga tidak ingin menyakiti Alex secara terang-terangan, jadi aku ingin kau membantuku menyelidiki kelemahan wanita sombong itu agar aku bisa membuatnya meninggalkan Alex-ku untuk selama-lamanya."
Jari-jari lentik Ambrosia yang masih melayang di udara, langsung gemetar setelah mendengar penjelasan singkat Roxanne. Untungnya Ambrosia masih cukup sadar untuk tetap menjaga kestabilan tangan kirinya yang masih memegangi elektronik mahal senilai tiga kali gaji bulanannya itu.
Meski demikian, Ambrosia tetap kehilangan kata-kata, sekaligus tak mampu menalar poin terakhir yang keluar dari mulut sang Direktur Utama. Kalimat yang diucapkan Roxanne tadi menggema di telinganya, tapi tak cukup jelas untuk diterima oleh otak kirinya.
Setelah sekian detik terpaku, akhirnya hanya satu kalimat yang berhasil meluncur dari bibir Ambrosia untuk merespon perintah dari Direktur Utamanya itu.
"Anda pasti bercanda," tebak Ambrosia putus asa.
Ambrosia sungguh-sungguh berharap perintah terakhir dari atasannya itu adalah prank yang sengaja dibuat Roxanne untuk menggodanya, atau sebuah kejutan April Mop yang ditujukan untuknya beberapa minggu lebih cepat dari waktu yang seharusnya.
Sayangnya harapan Ambrosia langsung sirna kala melihat Roxanne menggelengkan kepalanya dengan tegas. "Tidak, sayangku, aku tidak bercanda," jawab Roxanne dengan menampakkan wajah keibuannya.
Ambrosia berharap ia salah dengar, meskipun dirinya yakin ia tak salah dengar. "Dengan kata lain anda ingin memisahkan putra anda sendiri dengan wanita yang dicintainya? Begitu?" tanya Ambrosia dengan suara yang mendadak parau.
Kali ini Ambrosia jelas-jelas melihat Direkturnya itu menganggukkan kepala dengan yakin. Meski ia juga menyadari ekspresi murung yang tergambar nyata di wajah Roxanne Levine, tetapi wanita itu sungguh-sungguh menginginkan putranya sendiri patah hati dengan penuh keyakinan.
Rahang Ambrosia mengeras dan ia menatap Roxanne dengan tatapan tak percaya, juga tak berdaya. Ia berusaha memikirkan jawaban yang dapat menunjukkan keberatannya dan tidak membuatnya dipecat tentu saja.
"Tapi, maaf... tapi kenapa, Mam?" Ambrosia merasa tidak rela dengan sikap yang diambil Roxanne.
Pasalnya ia mengenal Roxanne Levine tidak hanya sebagai wanita sukses yang mandiri dan pekerja keras namun juga sebagai seorang ibu tunggal yang sangat menyayangi putra semata wayangnya.
Meski Ambrosia belum pernah sekalipun bertemu dengan Alexander Benigno Delwyn Levine atau biasa dipanggil Alex Levine semenjak ia bekerja selama hampir dua tahun di Levine Enterprises, tetapi Amnrosia begitu yakin jika Mr. Alex adalah sosok pria hebat yang tumbuh dengan bahagia dari kasih sayang ibunya.
"Bukankah selama ini anda bilang bahwa Mr. Alex begitu mencintai tunangannya. Dan anda tidak masalah jika mereka berdua menikah?" Ambrosia tidak lagi memegangi notepadnya, kini ia mendekap erat-erat benda itu dengan tubuh yang nyaris gemetar didera emosi.
Roxanne mendesah pelan. Ia memilih duduk kembali di atas kursi kebesarannya lalu melepas dan meletakkan kacamatanya di atas meja. Sambil bersandar, Roxanne memijit pangkal hidungnya dengan tangan kanan.
"Itu sebelum aku bertemu dengan wanita itu," jawabnya datar. "Kau tahu Ana? Oh, Tidak... Kau tidak akan mengerti sebab kau belum menjadi seorang ibu. Tapi saat aku bertemu tunangan Alex, Insting keibuanku langsung memperingatkanku bahwa wanita itu tidak baik untuk Alex," beber Roxanne.
"Oh, Roxy..." Hati Ambrosia bagai tersayat belati melihat Roxanne seakan putus asa.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Sri Astuti
kdg insting seorang ibu mmg tdk bs ditipu
2023-11-02
2
Riri
padahal pernah baca, tapi lupa.....
2023-09-29
1
Comelciripa
opo yo....penasaran 🤔
2023-09-29
1