Misi Penting (1)

Dua tahun kemudian, di ruang meeting lantai kesekretariatan Direktur Utama Levine Enterprise.

"Baiklah, sepertinya kita bisa maju dengan rancangan dari tim dua, tapi saya tetap akan melaporkan hasil kerja tim satu dan tiga kepada ibu pimpinan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan side plan. Bagaimana?" Suara Ambrosia terdengar tenang namun berwibawa dalam memimpin rapat hari ini.

Sementara itu, para peserta rapat gabungan tiga tim perencanaan yang hadir tampak puas mendengar keputusan akhir tersebut. Mereka terlihat kompak menganggukkan kepala sebagai tanda bahwa mereka pun setuju dengan Ambrosia.

"Kalau begitu, kita tutup rapat kita..." Belum sempat Ambrosia menyelesaikan kalimat penutup, tiba-tiba terdengar ketukan dari arah pintu. Semua orang dalam ruang rapat pun menoleh, tidak terkecuali Ambrosia.

Sedetik kemudian, tampak kepala Daniel Brown —Manajer Human Resource Department, muncul dari sela pintu ruang rapat yang terbuka sedikit.

"Maaf, Ana. Apa kau sudah selesai rapat? Bisa kita bicara?" tanyanya pada Ambrosia.

"Tentu bisa, Daniel. Beri kami lima menit," tegas Ambrosia.

"Sure." Daniel bersedia menunggu.

Ambrosia pun meneruskan tugasnya. Ia menutup rapat itu dengan sempurna, dan setelah semua peserta rapat keluar dari ruang meeting, ia segera memanggil Daniel, "Masuklah, Dan! Apa yang kau butuhkan dariku?"

Daniel melangkah masuk, dan langsung berdiri menjejeri Ambrosia yang sedang sibuk membereskan dokumen-dokumennya.

"Singkat saja, sayang. Apa kau sudah menentukan struktur organisasi yang kuminta kemarin untuk gallery baru kita di Perth?" tanya Daniel to the point.

"Sudah," jawab Ambrosia singkat setelah memasukkan dokumen terakhir ke dalam map kulit yang dibawanya, "dan aku juga sudah mengirimkannya via email kepadamu pagi ini," imbuhnya sambil melirik sekilas pada Daniel, lalu melangkah keluar ruangan sambil mendekap map di dadanya.

Daniel mengikuti langkah Ambrosia dan tampak tersenyum puas dan lega, "Very well, Ana. Terima kasih atas bantuanmu. Entah sejak kapan aku merasa tidak bisa hidup di perusahaan ini tanpamu. Aku selalu suka caramu bekerja, walaupun aku tidak suka caramu mendandani dirimu."

Ambrosia hanya tersenyum mendengar pendapat Daniel yang blak-blakan. Sejujurnya, Ambrosia bukannya tidak pernah sakit hati dengan sarkasme Daniel, apalagi saat pertemuan pertama mereka dua tahun lalu, saat Daniel mendampingi Direktur Utama mereka mewawancarainya.

Pria itu secara frontal menjadikan nama belakangnya sebagai candaan yang diplesetkan menjadi julukan untuk orang cupu yang berpenampilan kuno. Untungnya Direktur Utama Levine Enterprise buru-buru menegur sikap tidak sopan Daniel terhadap Ambrosia. Bahkan, wanita paruh baya itu tak segan memukul kepala Daniel dengan map tebal berisi data resume milik Ambrosia yang sedang dipegangnya.

Ambrosia yang melihatnya langsung akhirnya tidak jadi marah, ia justru takjub dengan pembelaan sang Direktur Utama. Perilaku tulus yang tidak pernah ia dapatkan di tempat kerjanya sebelum ini.

Namun sekarang, saat dimana Ambrosia sudah lebih mengenal Daniel Brown, pria yang setiap ucapannya bagai tanpa filter, begitu terus terang dan apa adanya, Ambrosia pun tidak lagi merasa tersinggung dengan segala hal yang keluar dari mulut Daniel. Entah itu hinaan atau rayuan, Ambrosia kini mengerti bahwa semua itu bentuk ungkapan perasaan Daniel hanya dalam konteks pekerjaan. Sama sekali tidak ada unsur pribadi yang mendalam.

Nyatanya, tidak hanya kepada dirinya sikap Daniel seperti itu. Bahkan nyaris seluruh staf Levine Enterprise sudah paham dengan karakter seorang Daniel Brown, manajer Human Resource Departement mereka yang tampan namun bermulut savage.

Meskipun begitu, Daniel tidak dikenal sebagai orang yang menyebalkan, karena apa yang dikatakan Daniel adalah kebenaran. Pria itu tidak akan memuji atau mengkritik seseorang tanpa alasan yang jelas. Itulah alasannya banyak orang menyukai Daniel terlepas dari cara bicaranya yang blak-blakan.

Bagi Ambrosia sendiri, ucapan Daniel tadi tidak salah. Selama dua tahun bekerja di Levine Enterprise, Ambrosia memang lebih dikenal sebagai wanita muda berusia dua puluh tujuh tahun yang bersembunyi di balik pakaian konservatif dan kacamata berbingkai hitam tebal.

Sesuatu yang sengaja ia lakukan demi menghindari hal-hal yang memicu terjadinya kesialan, seperti yang pernah terjadi di tujuh perusahaan tempat ia bekerja sebelumnya.

"Omong-omong..." kata Daniel lagi dalam perjalanan mereka menuju lift, "Roxanne membutuhkanmu di kantornya saat ini, dia menyuruhku memanggilmu setelah aku selesai menyerahkan laporanku padanya tadi."

Ambrosia mengangguk, "Oke, trims. Aku akan langsung ke kantornya sekarang juga," tegasnya.

Keduanya lalu berpisah di depan lift. Daniel masuk ke dalam lift untuk turun ke lantai tempat ruang kerjanya berada, sedangkan Ambrosia bergegas menuju tangga khusus yang terhubung antara ruangan Direktur Utama dengan ruangan para sekretaris, untungnya ia juga sempat meraih notepad andalannya dari atas meja kerja yang dilewatinya.

Setelah mengetuk pintu kayu yang kokoh itu sebanyak dua kali, Ambrosia mendorong gagang besi berukir antik di hadapannya lalu melongokkan kepalanya di sela pintu yang terbuka.

"Anda memanggil saya, Roxy?" tanya Ambrosia dengan sopan kepada atasannya.

Roxanne Levine, satu-satunya konglomerat wanita di Australia yang terkenal akan bakat bisnisnya yang menakjubkan, duduk di belakang meja kebesarannya. Mengintip sekretaris andalannya itu dari balik kacamatanya yang melorot.

"Masuklah, Ana!" perintahnya seraya meletakkan pena dan dokumen yang dipegangnya ke atas meja.

Ambrosia mengangguk satu kali lantas mendorong pintu itu lebih jauh hingga terbuka lebar. Langkahnya pasti saat mendekati sang bos besar yang sudah hampir dua tahun ini menjadi atasannya. Fakta yang sangat ia syukuri.

Ambrosia menghentikan langkahnya tepat satu setengah meter di depan meja Presiden Direktur. Dipegangnya erat notepad dan map tebal berisi hasil rapatnya tadi. Ia bermaksud menyerahkan laporan tersebut setelah mengetahui maksud Roxanne memanggil dirinya.

Roxanne Levine berdiri dari duduknya, bersandar pada dinding kaca di ruangan kantornya yang mewah dan terletak di tingkat paling atas Gedung Aurora Place, di tengah kota Sydney untuk mengamati orang kepercayaannya itu.

"Ada beberapa poin penting yang harus kau lakukan untukku hari ini, Ana!"

Ambrosia tersenyum simpul lantas mengaktifkan layar notepad yang dibawanya. Untung aku sempat membawa ini, batinnya lega. Dibukanya aplikasi polaris office yang biasa ia pakai untuk menyimpan catatan-catatan penting dalam notepad kerjanya itu.

Seperti saat ini, saat Direktur Roxanne memintanya untuk mencatat poin-poin penting dari tugas-tugasnya hari ini. "Saya siap, mam," seru Ambrosia dengan sikap tenangnya.

Roxanne selalu terpesona akan sikap alami gadis di hadapannya itu. Tenang dan profesional. Sepanjang pengetahuannya, semua hal yang ada pada seorang Ambrosia Heart begitu mempesona baginya.

Terlepas dari perbedaan cara gadis itu mendandani dirinya ketika di kantor atau ketika ia sedang berada di luar kantor, selama itu dilakukannya untuk sebuah pekerjaan, Ambrosia akan selalu berpenampilan nerdy namun tetap nampak profesional.

Tetapi diam-diam Roxanne tahu bagaimana sosok asli seorang Ambrosia Heart. Meski sejak awal wawancara perekrutan, Ambrosia sudah memakai topeng cupunya, tapi Roxanne yang sudah lebih dulu menyelidiki background Ambrosia menemukan fakta tentang penampilan gadis itu yang sebenarnya.

Begitupun dengan alasan mengapa kini Ambrosia lebih memilih berpenampilan cupu ketimbang mengumbar kecantikan alaminya di lingkungan perusahaan. Dan apapun alasan Ambrosia, Roxanne yang merasa tidak berhak ikut campur akhirnya memutuskan untuk mendukung secara diam-diam keputusan sang sekretaris.

Roxanne terlalu cerdas sebagai seorang pimpinan untuk menolak sekretaris sekompenten Ambrosia hanya karena penampilan gadis itu tidak terlalu menarik dipandang mata. Selama Ambrosia tidak melanggar SOP perusahaan tentang standar penampilan karyawan saat di kantor, Roxanne tidak akan mempermasalahkan bagaimanapun penampilan Ambrosia.

...****************...

Terpopuler

Comments

Sri Astuti

Sri Astuti

dlm pekerjaan otak lbh berharga drpd penampilan kecuali mmg penampilan yg dijual spt sales promotion girl yg butuh tampil cantik buat menarik
perhatian konsumen

2023-11-02

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!