Miss Heart, or Nerd?

Di Lantai 21, Gedung Aurora Place—Lobby utama kantor Levine Enterprise.

Sangat tepat bagi Ambrosia untuk memutuskan masuk ke gedung Aurora Place tiga puluh menit sebelum waktu yang ditentukan untuk wawancara, karena sesaat setelah dirinya memberitahu bagian resepsionis tentang tujuannya mendatangi gedung perkantoran itu, wanita cantik di balik meja langsung memintanya untuk mengikutinya.

"Silahkan sebelah sini, Nona, ibu kepala pimpinan dan manajer HRD sudah menunggu anda." Seolah pihak perusahaa sudah lama menunggunya, dan respon itu seketika memancing kegugupan Ambrosia.

Ambrosia langsung pucat pasi. Apa? Mereka sudah menunggu? batin Ambrosia kebingungan. Ia melirik jam tangannya, memastikan waktu saat ini. Takut kalau ternyata dirinya salah melihat jam, dan memang membuatnya terlambat. Namun seharusnya tidak demikian, karena arlojinya masih menunjukkan jam dua belas tiga puluh. Kurang tiga puluh menit dari waktu yang dijadwalkan untuk wawancaranya, lalu... kenapa mereka sudah menunggunya?

Ambrosia bertanya-tanya sambil terus mengikuti kemana langkah si resepsionis. Sesampainya di sebuah ruangan yang tertutup rapat oleh pintu ganda, Ambrosia dipersilahkan masuk setelah resepsionis itu membukakan salah satu daun pintu sambil melaporkan kedatangannya kepada siapapun yang berada di dalam ruangan.

Ambrosia menarik napas satu kali sebelum akhirnya ia melangkah ke dalam ruangan dengan jantung berdebar. Ternyata di dalam ruangan itu hanya ada dua orang, dan dua-duanya tampak melongo menatap Ambrosia.

"Selamat siang. Maafkan atas keterlambatan saya dan membuat anda berdua menunggu," sapa Ambrosia mencoba untuk bersikap tenang.

Kedua orang di dalam ruangan itu dengan kompak memindai Ambrosia dari atas ke bawah, lalu kembali lagi ke atas. Seolah-olah bukan Ambrosialah orang yang mereka harapkan muncul di hadapan mereka saat ini.

Keheningan yang canggung sempat melingkupi ruangan yang luas dan modern itu, hingga salah seorang diantaranya memecah keheningan dengan sebuah pertanyaan, "Apakah kau yang bernama Miss Ambrosia Heart?" Seorang wanita paruh baya yang berpenampilan elegan membuka suara.

Ambrosia tersenyum canggung dan mengangguk satu kali.

"Are you sure, kau Miss Heart yang sama yang mengirimkan resume ke kantor kami untuk posisi sekretaris?" tanyanya lagi ragu-ragu. Seakan ingin memastikan sesuatu.

Belum sempat Ambrosia mengiyakan, terdengar celetukan dari pria yang sejak tadi duduk di samping si wanita paruh baya, "Miss Heart, or nerd?" tanyanya sambil menahan tawa.

Seketika sebuah map tebal mendarat di atas kepala pria itu, disusul teguran dari si wanita paruh baya, "Daniel, tidak sopan sekali kau."

Setelah memarahi dan memerintahkan pria yang mengejek Ambrosia untuk meminta maaf, wanita elegan itu menggangguk satu kali ke arah Ambrosia untuk mempersilahkannya menjawab pertanyaannya tadi.

Masih berdiri di tempatnya dengan canggung, Ambrosia menjawab dengan tegas dan yakin, "Yes, mam. Saya Ambrosia Heart."

Wanita itu tersenyum puas kemudian berkata, "Kalau begitu mendekatlah. Silahkan duduk di kursi itu, dan sebenarnya, kau sama sekali tidak terlambat, Nona. Jadi tenang saja," ucapnya seolah ingin menenangkan Ambrosia.

Ambrosia mengangguk, "Terima kasih, mam," ucapnya lega. Kemudian ia duduk di kursi yang dimaksud oleh wanita itu.

Setelah memastikan Ambrosia duduk dengan nyaman, wanita paruh baya itu mulai memperkenalkan diri dan juga pria yang tadi mencibir Ambrosia.

"Terima kasih atas kedatanganmu, Miss Heart. Namaku Roxanne Levine, aku Direktur Utama disini dan yang di sampingku ini adalah Daniel Brown, beliau adalah manajer HRD. Kami berdua yang akan mewawancaraimu dalam kesempatan kali ini," ucapnya penuh wibawa.

"Senang bertemu anda berdua, sekali lagi saya Ambrosia Heart. Saya mengirim resume saya ke perusahaan ini dengan harapan dapat mengisi kekosongan pada posisi sekretaris yang dimaksud," jawab Ambrosia dengan formal.

Sekali lagi Roxanne tersenyum dan mulai memakai kacamata bacanya. Dalam sekejap suasana yang terkesan serius membumbung di udara, membuat tubuh Ambrosia secara refleks berada dalam mode siaga. "Kami mempelajari ulang resume yang kau kirimkan. Dan kami..."

Wanita paruh baya yang ternyata orang nomor satu di Levine Enterprise itupun mulai mewawancarai Ambrosia dengan serius. Saking seriusnya, proses wawancara itu berlangsung cukup lama. Bahkan itu adalah momen wawancara yang paling lama yang pernah Ambrosia jalani sepanjang hidupnya.

Ambrosia nyaris menyerah menjawab setiap pertanyaan yang diajukan Direktur Utama dan juga manajer HRD yang turut berubah sikap menjadi jauh lebih serius. Ambrosia bahkan sudah pasrah jika memang dirinya tidak beruntung untuk mendapatkan pekerjaan ini.

Namun ketika kepercayaan diri Ambrosia telah berada di titik terendah, Roxanne Levine dengan gestur elegannya kemudian memberikan pernyataan yang tak terduga.

"Biasanya kami tidak akan langsung memutuskan untuk menerima atau tidaknya seseorang, tapi karena secara pribadi aku sudah sangat menyukai karaktermu, dan secara profesional portofolio pekerjaanmu pun menakjubkan, walaupun harus kuakui resumemu tidak sempurna. But honestly, aku tak sabar untuk menerimamu di perusahaan ini."

Senyum lebar mengembang di wajah Roxanne ketika wanita itu berdiri dari duduknya dan berjalan menghampiri Ambrosia. "Selamat bergabung dengan kami, Miss Heart. Kedepannya kau akan bekerja langsung di bawah wewenangku sebagai sekretaris direktur, jadi panggil saja aku Roxy," ucapnya sambil mengulurkan tangan.

Ambrosia tak percaya dengan apa yang di dengarnya. Ia bangkit dari duduknya sambil terus menatap wajah Roxanne yang sumringah. Ambrosia benar-benar kehilangan kata-kata menerima keberuntungan itu, ia mengulurkan tangan untuk menjabat bos barunya tanpa mengucapkan apa-apa. Hanya senyum lebar yang mampu ia perlihatkan sebagai tanda bahagia.

...****************...

California, United States.

"Kau akan melamar siapa?" tanya seorang pria dari bilik ganti tepat di sebelah bilik yang sedang digunakan Alex Levine.

Pria tampan putra mahkota dari Levine Enterprises itu baru saja mengumumkan niatnya untuk menikahi sang kekasih kepada sahabat sejak masa kuliahnya—Jake Chiper—yang sedang berganti pakaian di bilik sebelah.

Mereka berdua tengah bersiap-siap untuk sesi pemotretan yang mengontrak keduanya sebagai brand ambassador sebuah produk menswear yang baru saja diluncurkan.

Alex Levine dan Jake Chiper adalah model papan atas di Amerika Serikat. Keduanya adalah duo paling populer di kawasan negara bagian California dan Hollywood. Dan sebagai model pria profesional yang bernaung di agensi yang sama, Alex dan Jake seringkali dikontrak secara tim untuk produk yang sama seperti saat ini. Karena selama beberapa tahun terakhir, mereka adalah kombinasi model pria yang tak ada tandingannya di dunia permodelan Amerika.

"Siapa lagi? Tentu saja kekasihku. Luna," jawab Alex sambil memasukkan ujung kemeja ke dalam celana panjangnya.

Tiba-tiba saja tirai yang berfungsi sebagai penutup bilik ganti yang ditempati Alex dibuka dari luar lebar-lebar oleh Jake yang tinggi dan berambut pirang.

"Hei, sopanlah sedikit, Jake! Walaupun kita sama-sama pria tapi tolong hargai privasiku," protes Alex yang sangat terkejut atas perilaku tak terduga dari sahabatnya itu. Dengan kesal Alex lalu mendorong tubuh Jake hingga mundur ke belakang lalu keluar dari bilik ganti sambil bersungut-sungut.

"Persetan dengan privasi," bentak pria tampan bermata abu terang itu. "Tolong katakan kalau kau tidak serius dengan rencanamu itu?" pintanya pada Alex.

Alex mengenakan jas silver yang satu set dengan kemeja dan celana yang dikenakannya sambil berseru, "Tentu saja aku serius. Perasaanku pada Luna cukup dalam untuk memintanya menjadi istriku. Apa itu salah?" Alex terlalu sibuk merapikan diri di depan cermin panjang seukuran badan di ruangan itu, hingga tak menyadari perubahan ekspresi di wajah sahabatnya yang mendadak semakin keruh.

"Kuharap kau memikirkannya sekali lagi, Lexi. Itu adalah keputusan yang sangat penting. Penentu masa depanmu. Setidaknya bicarakan itu dengan ibumu lebih dulu." Jake menganjurkan dengan sungguh-sungguh. Bahkan tanpa memedulikan dirinya sendiri yang belum siap untuk sesi pemotretan yang akan segera dimulai.

Merasa penampilannya sudah siap, Alex berbalik dari cermin dan menatap Jake dengan serius, "Dengar, Jake Chiper. Aku tidak tahu apa masalahmu, tapi keputusanku melamar Luna sudah bulat, dan ini hidupku. Jadi terima itu, entah kau suka atau tidak," cetus Alex keras kepala.

Tanpa menunggu respon dari sahabatnya, Alex pun melenggang keluar dari ruangan. Meninggalkan Jake yang hanya bisa geleng-geleng kepala sambil berkacak pinggang melihat kekeraskepalaan sahabatnya.

...****************...

Terpopuler

Comments

Sri Astuti

Sri Astuti

wow.. what about it

2023-11-02

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!