“Assalamu’alaikum, perkenalkan nama saya Reyhan.”
“Wa’alaikumsalam, perkenalkan nama saya Maura.”
***
Dering telepon membuat kegiatan Senja terhenti. Ia meletakkan sapu di tangnnya kemudian berlari ke kamar dan segera mengangkat telepon. Tertera nama “Ayah” di layar handphone miliknya, dengan hembusan napas panjang Senja menggeser ikon berwarna hijau.
“Halo, assalamu’alaikum Nduk.” suara khas yang begitu familiar menyapa Senja dengan lembut.
“Wa’alaikumsalam.”
“Senja apa kabar Nduk?” tanyanya pada Senja.
“Alhamdulillah Senja baik Yah.” jawab Senja.
“Tadi kemana kok di telpon tidak aktif?” tanya Ayah Senja.
“Handphone Senja tadi cas Yah, jadi sengaja Senja matikan handphonenya.” jawab Senja.
“Oalah... iya Nduk, udah makan?” tanyanya lagi.
“Sudah Yah, tadi makan dengan tumis pakis dan sambal ikan.” jawab Senja.
“Syukurlah kalau sudah makan Nduk, ingat pesan Ayah yah, jaga kesehatan, makan teratur, jangan mandi malam, mandi sore jam 4 yah. Pokoknya harus pintar-pintar menjaga diri.” pesan sang Ayah.
“Iya Ayah, Senja pasti jaga diri Senja baik-baik.” ucap Senja dengan tersenyum sendu.
“Hiks hiks tolong lepaskan saya, saya mohon, tolong lepaskan saya, saya janji tidak akan melaporkan kalian ke polisi.” mohonnya dengan mata sembab. Wajahnya sudah lebam akibat mendapat banyak pukulan, selain itu tubuhnya juga penuh luka goresan. Baju yang sudah tak beraturan membuatnya terlihat begitu menyedihkan.
Para pria-pria itu hanya tersenyum miring mendengarnya, mereka mendekati gadis itu, menarik paksa rambut gadis itu, membawanya ke suatu ruangan. Mendorong tubuh gadis itu ke atas kasur lusuh berukuran sedang.
“Saya mohon tolong jangan lakukan ini pada saya, tolong lepaskan saya.” ucapnya dengan suara isak tangis yang keluar dari bibir keringnya. Air matanya tak henti-hentinya mengalir membasahi kedua pipinya.
“Nduk.” panggil sang Ayah membuyarkan lamunan Senja.
“Eh iya Ayah.”
“Sudah gitu aja, nanti atau besok Ayah telpon kembali, ingat untuk jaga kesehatan dan menjaga diri Nduk yah.” ucapnya memberi pesan kembali.
“Iya Ayah.”
“Yaudah Ayah tutup, assalamu’alaikum.”
“Wassalamu’alaikum.”
Senja meletakkan kembali handphonenya, ia menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi, terdengar helaan napas berat darinya sebelum kembali melanjutkan pekerjaan yang sempat tertunda.
***
“Senyum-senyum sendiri, bener-bener mulai miring kamu Rey.” gumam Riko sambil menyeruput es teh. “Ah.. segarnya.”
“Apa ada kabar gembira yang tidak aku ketahui?” tanya Riko.
“Aku sudah mendapatkan sedikit informasi dari ustadz Kamil.” ucap Reyhan dengan tersenyum.
“Apa? Ayo ceritakan” tanya Riko dengan antusias.
“Gadis yang aku cari, dia belum menikah, masih ada harapan untuk aku memilikinya Rik.” jawab Reyhan.
“Serius? Wah... Alhamdulillah, aku yakin dia memang ditakdirkan untukmu Rey.” ucap Riko.
“Aamiin, tapi aku takut Rik, jika aku tidak cepat mengetahui keberadaannya dia akan menjadi milik pria lain.” ucap Reyhan.
“Kalau jodoh gak akan kemana Rey, tenang aja, yang penting sekarang kamu harus berusaha dan jangan lupa berikhtiar kepada Allah.” ucap Riko.
Reyhan tersenyum menganggukkan kepala dengan menepuk pundak Riko.
“Siap.”
“Gitu dong Pak Dosen, masa baru setengah jalan aja udah mau nyerah, jangan pesimis dong.” ucap Riko menggoda Reyhan.
Reyhan tersenyum dengan menganggukan kepala.
“Yaudah aku pulang dulu.” pamit Reyhan.
“Hm, hati-hati.” ucap Riko.
Reyhan mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Senyum manis tak henti-hentinya terbit di bibir tipisnya. Pikirannya melayang membayangkan kehiduapan bahagianya bersama gadis yang ia cari.
“Maura, tunggu aku menemukanmu.” gumamnya.
CIIITT!
Reyhan menghentikan mobilnya dengan tiba-tiba, ia menginjak rem karena terkejut melihat seorang gadis tengah membantu seorang nenek memunguti buah-buahan di tengah jalan raya.
“Astaghfirullah, hampir saja aku menambrak orang.” ucap Reyhan.
Ia kemudian bergegas keluar dari mobilnya, untuk melihat keadaaan.
“Maafkan saya Nek karena hampir menabrak Nenek.” ucap Reyhan.
“Iya tidak apa-apa Nak, Nenek yang harusnya meminta maaf, karena buah milik Nenek jatuh jadi merepotkan orang lain.” ucap Nenek tersebut.
“Iya Nek tidak apa-apa.” ucap Reyhan dengan tersenyum. Reyhan mengalihkan pandangannya menatap gadis yang sedang sibuk memunguti buah-buahan.
“Biar saya antar Nenek dan cucu Nenek pulang ke rumah yah, sebagai permintaan maaf saya Nek.” ucap Reyhan berniat baik.
“Cucu yang mana Nak?” kening Nenet tersebut mengkerut mendengar ucapan Reyhan.
“Itu cucu Nenek kan?” tunjuk Reyhan pada gadis yang tengah membelakanginya.
Nenek itu tersenyum dengan menggelengkan kepala. “Bukan Nak, dia gadis baik hati yang membantu Nenek.” ucap Nenek.
“Oh... saya kira cucu Nenek, mari saya antar pulang Nek.” ucap Reyhan menawarkan kembali.
“Tidak usah Nak, rumah Nenek di dekat sini.” ucap Nenek menolak halus.
“Nek, ini buah-buahan milik Nenek.” ucap gadis itu. Ia melirik sekilas Reyhan yang tengah menatapnya.
“Terimakasih yah Nak sudah membantu Nenek.” ucap Nenek tersebut pada gadis yang menolongnya.
“Mari Nek saya antar pulang, sekalian saya pulang melewati komplek tempat tinggal Nenek.” ucap gadis itu.
“Mari Nak, Nenek duluan.” ucap Nenek tersebut pada Reyhan.
“Iya Nek, hati-hati di jalan Nek.” ucap Reyhan dengan tersenyum.
Reyhan memandangi kepergian mereka sampai hilang dari pandangannya.
“Terasa begitu familiar.” gumam Reyhan.
Ia kemudian masuk ke dalam mobil, dan kembali melanjutkan perjalanannya. 30 menit kemudian mobil milik Reyhan memasuki pekarangan rumah yang terlihat klasik namun sederhana. Bangunan rumah berwarna cokelat dengan nuansa klasik terlihat jelas dari dekorasi eksternal rumah. Rumah ini dibangun dengan 90% bahan dasar kayu. Halaman yang luas dan banyak pepohonan membuat rumah ini begitu asri.
“Assalamu’alaikum.”
Dengan mengucapkan salam Reyhan memasuki rumah, pemandangan pertama yang ia lihat adalah wanita berumur sekitar 50 tahunan yang tengah merajut di ruang tamu. Senyum manis Reyhan tercetak kala pandangan keduanya sama-sama terkunci. Reyhan berjalan mendekat, kemudian menyambut tangan wanita tersebut dan menciumnya.
“Mama apa kabar?” tanya Reyhan.
Wanita yang dipanggil Mama itu tersenyum dengan memanyunkan bibirnya sebentar.
“Dasar anak nakal, jarang banget ngunjungi Mama.” ucap sang Mama sambil menjewar telinga Reyhan.
“Aduh aduh aduh Ma sakit... Reyhan bukan anak kecil lagi yang kalau salah Mama jewer telinganya.” ucap Reyhan sambil mengaduh kesakitan.
“Makanya jangan suka ninggalin Mama terus.” ucap Mama.
“Kan ada Papa yang nemenin Mama.” ucap Reyhan.
“Kamu sama Papa itu sama aja, suka ninggalin Mama sendirian, lagian rumah ini juga rumah kamu Rey, apa salahnya tinggal di sini dari pada tinggal di apartemen sendirian.” ucap Mama.
“Mama sayang, kampus tempat Rey ngajar itu jauh dari rumah, Rey bisa terlambat terus nanti kalau lagi ngajar.” ucap Reyhan.
“Perginya sudah subuh, biar gak terlambat, perjalanan 1 jam aja ngeluh.” ucap Mama mengomentari.
“Mamanya aktif yah Bun.” ucap Reyhan bercanda dengan tertawa, kemudian berlari sebelum mendapat amukan dari Mamanya.
“Reyhan!” teriak Mama.
Reyhan memang sosok yang hangat dan penuh tawa ketika bersama Mamanya. Hal yang paling ia sukai adalah mengerjai Mamanya atau mengajaknya bercanda, walaupun hal itu sudah sedikit aneh bagi pria seusianya. Sebenarnya ia hanya ingin melihat Mamanya tersenyum dan tertawa. Semenjak Kakaknya pergi meninggalkan rumah Reyhan lah yang selalu menemani Mamanya, ia sempatkan waktu walaupun hanya sebentar. Tak ada konflik, hanya saja Kakaknya Reyhan berbeda, meninggalkan rumah adalah jalan terbaik menghindari masalah. Tak ada kebencian, malah seluruh anggota keluarga selalu memberi semangat walaupun melalui telepon.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments