“Bunda, besok Senja mau pergi ke kampus.” ucap Senja.
“Mau ngapain Mbak?” tanya Bunda.
“Ada berkas yang mau diurus Bun.” jawabnya.
“Bunda antar yah... Bunda takut terjadi sesuatu dengan Mbak.” ucap Bunda.
“Tidak apa-apa Bun, Senja nanti berangkat sama temen Senja, dia sebentar lagi akan sampai di rumah menjemput Senja.” Jawab Senja dengan tersenyum lembut, mencoba meredam kekhawatiran bundanya. Walaupun dirinya sendiri pun masih merasa takut.
“Langsung telpon Bunda jika ada apa-apa yah Mbak.” pesan Bunda.
“Iya siap Bunda.” Senja tersenyum dengan menganggukkan kepala.
Beberapa saat kemudian terdengar suara motor berhenti di halaman rumah, kemudia terdengar suara seseorang yang mengucapkan salam. Senja segera keluar, menemui orang tersebut yang ia yakini adalah temannya. Bunda pun ikut mengekori Senja.
“Assalamua’alaikum, pagi Bunda.” ucapnya dengan tersenyum.
“Wa’alaikumsalam, pagi juga Nak Fara.” jawab Bunda kepada anak yang bernama Fara itu.
“Kami berangkat dulu yah Bun, assalamu’alaikum.” pamit keduanya pada Bunda.
“Hati-hati di jalan, wa’alaikumsalam.”
***
Keduanya tiba di kampus. Senja segera menuju gedung fakultas untuk mengurus beberapa berkas yang berkaitan dengan skripsinya. Sedangkan Fara teman Senja menuju gedung prodi untuk mengambil beberapa file dari dosen pembimbingnya. Keduanya sama-sama sedang menyusun skripsi, masuk di tahun yang sama, dan menyusun skripsi di tahun yang sama pula. Untuk para mahasiswa/i yang sudah semster atas sudah tidak ada hal penting lainnya selain kata “ACC” yang keluar dari para pembimbing dan pada korektor. Hal itulah yang sangat ditunggu-tunggu, target lulus dengan cepat merupakan hal paling ingin dicapai. Dan kini keduanya sedang menyiapkan kelulusan mereka.
“Nanti ini di foto copykan yah Ja, lalu kasih ke Ibu lagi untuk Ibu tanda tangani.” pesannya pada Senja.
“Baik Bu.”
“Nah untuk yang ini silakan kamu pelajari, kamu hapalkan untuk persiapan kompre, di samping kamu sedang menyusun skripsi dan penelitian, tak ada salahnya jika hapalan ini juga diguyur.” ucap Ibu itu lagi.
“Iya Bu.” ucap Senja dengan mengangguk paham. “Untuk bimbingan kira-kira kapan Ibu ada waktu?” tanyanya dengan sopan.
“Besok bagaimana? Kebetulan besok Ibu ada jam kosong, ke prodi aja besok pukul 7 pagi.” jawab Ibu itu dengan tersenyum.
“Baik Bu, terimakasih Bu, saya pamit dulu.”
“Iya.”
“Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumsalam.”
Memiliki pembimbing yang baik dan pengertian adalah impian seluruh mahasiswa/i. Tak ada nikmat yang lebih nikmat dari pembimbing yang baik hati bagi pejuang skripsi. Dan syukur alhamdulillah Senja memiliki pembimbing yang baik dan pengertian, tidak dengan kebanyakan mahasiswa lainnya yang selalu curhat karena mendapatkan pembimbing yang killer.
Tak terasa waktu bergulir begitu cepat, kini sudah terdengar adzan dzuhur di masjid kampus. Senja segera menuju prodi menyudul Fara.
“Senja.” panggil seorang pria pada Senja yang sedang berjalan sendirian menuju prodi.
Senja menoleh ke sumber suara, matanya menyipit dan sedikit memundurkan langkahnya agar menjauh dari pria tersebut.
“Ada apa?” tanya Senja pelan tanpa melihat ke arah pria tersebut.
“Tidak ada, hanya ingin menyapa saja, bagaimana kabarmu?” tanya pria tersebut.
“Alhamdulillah baik.” jawab senja.
“Nongki yuk Ja, di kantin, sama temen-temen lainnya.” ucapnya mengajak Senja.
“Maaf aku tidak bisa, lagi ada urusan.” ucap Senja menolak.
“Yah.... gak asyik, ayolah Senja.” ajaknya lagi.
“Maaf aku benar-benar tidak bisa, lain kali saja, aku duluan, assalamu’alaikum.” ucap Senja kemudian pergi meninggalkan pria tersebut yang menatap Senja dengan tatapan yang sulit diartikan.
“Susah banget ngajak tuh cewek.” gumamnya menatap kepergian Senja.
Pada dasarnya Senja merupakan sosok yang humble pada semua orang, tanpa terkecuali. Tapi ia tetap menjaga jarak dan hubungan antara pria dan wanita. Senja sendiri adalah perempuan dengan pakaian muslimahnya, setelan gamis, rok dan tunik atau lainnya, dengan paduan jilbab syar’i. Pakaian tersebut adalah hal yang cukup umum untuk bisa dipahami oleh semua orang, jadi tak ada judge buruk tentang Senja di mata orang lain. Namun sudah setahun ini Senja mulai berubah. Ia membatasi interaksinya dengan semua orang, kecuali dengan beberapa orang yang memang dekat dengannya termasuk Fara. Itulah sebabnya ia menolak ajakan pria tadi, walaupun kita semua tahu bahwa kantin merupakan tempat yang ramai.
“Sudah Far?” tanya Senja yang sudah sampai di prodi.
“Belum, lama banget, ngantri tau, capek, mana laper.” keluhnya.
“Ngeluh terus, gak boleh gitu loh.” ucap Senja.
“Bukannya gitu Bila, aku tuh cuma geregetan aja, udah ngantri dari pagi, ujung-ujungnya gak dapet kesempatan juga.” keluhnya lagi.
Senja tersenyum mendengarnya, ia tahu tidak mudah untuk bisa bimbingan masalah penelitian skripsi ini, itulah kenapa mahasiswa/i harus berangkat dan menunggu pagi-pagi sekali jika ingin menemui pembimbingnya.
“Prodi lagi istirahat kan? Kita ke kosan aku yuk, masak, udah itu makan bareng.” ajak Senja.
Fara tersenyum lebar dengan menganggukkan kepala.
“Yuk.” ucap Fara dengen bersemangat.
Karena jarak antara rumah dan kampus sangatlah jauh, jadi Senja memilih untuk ngekos di sekitar kampus. Kosan itu merupakan kosan khusus perempuan.
Fara dan Senja kini sudah berada di kosan. Keduanya sama-sama mengganti pakaian mereka dengan pakaian yang lebih santai. Senja yang akan memasak, dan Fara hanya sekedar membantu menyiapkan bahan. Menu hari ini adalah sambal ayam dan tumis bayam, menu yang sangat lezat bagi anak kosan. Bahan-bahan itu sudah dibeli dari pasar, yang jaraknya sangat jauh dari kosan, tapi tak apalah jika menggunakan motor.
Setelah 30 menit kemudian.
“MaasyaAllah lezatnya.” puji Fara ketika memasukkan satu suapan ke dalam mulutnya. Senja tersenyum melihatnya.
“Sering-sering yah Bil, enak tau, suka aku.” lanjut Fara dengan mulut yang penuh makanan.
“Siap.”
Bil atau Bila, nama panggilan dari Fara untuk Senja, diambil dari nama belakang Senja yaitu Tsalsabila. Nama panggilan bagi orang terdekat Senja.
***
“Yakin gak ikut pulang ke dusun?” tanya Fara pada Senja sebelum ia pulang.
“Emmm, aku masih ada urusan di sini Far, tadi aku sudah ngabarin Bunda, kata Bunda tidak apa-apa.” jawab Senja.
“Oke deh, aku pulang dulu yah, daaah assalamu’alaikum.” pamit Fara.
“Daaahh wa’alaikumsalam.”
Setelah kepergian Fara senja segera bersiap-siap untuk mengajar ngaji. Selain kuliah Senja juga mengajar ngaji di komplek dekat kampusnya. Lumayan gajinya bisa untuk bayar uang kosan. Selain itu, mengajar merupakan kegemaran Senja, dengan mengjar dan melihat anak-anak kecil membuat pikiran Senja manjadi lebih relaks.
Senja pergi dengan berjalan kaki. Jarak yang tidak jauh, dan mampu ditempuh dengan hanya berhjalan kaki. 15 menit berlalu, Senja sudah sampai di tempat ia mengajar. TPQ Qomariyyah, dengan jumlah anak 20 orang. Senja masuk ke dalamnya, menunggu sekitar 5 menit sampai seluruh anak-anak berkumpul baru ia akan mulai mengajar.
“Assalamu’alaikum Ummi.” sapa gadis kecil berumur sekiat 6 tahun.
“Wa’alaikumsalam Aisyah.”
“Ummi kenapa kemarin tidak ngajar ngaji?” tanya gadis yang bernama Aisyah itu.
“Maaf yah, Ummi kemarin lagi pulang kampung, jadi tidak ngajar Aisyah sama teman-teman.” jawab Senja dengan mengelus lembut kepala Aisyah.
“Ummi....!’ teriak anak laki-laki pada Senja. Ia berlari kencang dan langsung memeluk Senja.
“Ih... Adi gak boleh peluk-peluk Ummi, bukan muhrim.” ucap Aisyah dengan menarik tangan Adi agar menyingkir dari Senja.
“Mahram Isyah, bukan muhrim.” ucap Adi dengan wajah kesal karena ditarik Aisyah.
“Iya itu maksud Isyah, gak boleh sentuh Ummi.” ucap Aisyah.
“Adi masih kecil jadi boleh peluk-peluk Ummi.” ucap Adi.
Senja memperhatikan keduanya yang terlihat begitu lucu bagi Senja. Antara Adi dan Aisyah sama-sama tidak mau mengalah.
“Tetap tidak boleh! Adi kan laki-laki.” sargah Aisyah tidak mau kalah.
“Tapi Adi masih kecil, jadi boleh!” ucap Adi menolak keras.
“Enggak!”
“Boleh!”
“Enggak!”
“Boleh!”
“Hei, sssttt, sudah-sudah, Adi sama Isyah jangan berantem, gak boleh.” ucap Senja melerai keduanya.
Kedua bocah kecil itu langsung berhenti ketika Senja minta untuk berhenti.
“Sini-sini, Ummi kasih penjelasan biar tidak salah paham, duduk sini.” ajak Senja. “Yang lainnya, duduk dulu yuk, duduk di sini, merapat yah.” lanjut Senja pada anak-anak yang lain.
“Antara laki-laki dan perempuan memang tidak boleh bersentuhan, kecuali dia memang mahramnya, seperti orang tua dan anak, atau suami dan istri. Lalu bagaimana dengan Adi yang memeluk Ummi tadi? Maka jawabannya boleh, karena walaupun Adi adalah seorang laki-laki, tapi Adi masih kecil atau masuk kategori belum baligh atau dewasa.” ucap Senja memberikan penjelasan yang mudah dipahami oleh anak-anak seusia mereka.
Memang dalam islam semuanya sudah diatur, termasuk hukum mahram antara laki-laki dan perempuan. Bahkan dalam keluarga pun ada yang tidak termasuk ke dalam kategori mahram bagi perempuan.
Aurat merupakan ******** dan semua hal yang dapat menimbulkan rasa malu apabila terlihat yang bukan mahramnya. Aurat juga berarti perhiasan yang wajib ditutupi dari orang-orang yang tidak berhak untuk melihat atau menikmatinya. Rasulullah SAW pernah bersabda, "Wanita itu adalah aurat. Jika ia keluar rumah, setan akan menghiasinya" (HR Tirmidzi dan at-Thabrani).
“Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara ***********, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau para perempuan (sesama Islam) mereka, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka mengentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung." (QS. An-Nur 24: Ayat 31)
Mahram bagi wanita adalah orang yang tidak dibolehkan menikahinya selamanya karena urusan kekerabatan. Pertama yakni para ayah dari si wanita. Berarti diantaranya adalah ayah, kakek, dan kakek buyut. Kedua, yaitu anak dan turunannya ke bawah, termasuk cucu. Ketiga, yaitu saudara laki-laki, ini termasuk seibu bapak atau hanya seibu atau sebapak.
Mahram wanita akibat urusan kekerabatan berikutnya adalah anak saudara baik laki-laki maupun perempuan hingga cucu. Kelima, yaitu paman dari ayah dan ibu. Keduanya ini masuk mahram karena nasab dan posisinya yang seperti orang tua.
”Jadi kalau Adi meluk atau pegang tangan Ummi boleh?” tanya Aisyah dengan wajah polosnya.
“Boleh sayang.” jawab Senja dengan tersenyum lembut. “Sekarang Aisyah dan Adi harus saling minta maaf.” lanjut Senja.
Aisyah menoleh dan memandang Adi dengan mengerucutkan bibirnya. Sedangkan Adi membalasnya dengan senyum mengembang.
“Adi, maafin Isyah yah.” ucap Aisyah.
“Iyah, Adi maafin.” jawab Adi dengan tersenyum.
“MasyaAllah.” ucap Senja dengan tersenyum melihat kedua anak kecil itu berbaikan.
“Kita mulai belajar mengajinya yah.” ucap Senja.
“Iya Ummi.” teriak mereka bersamaan.
Dari sudut berbeda seorang pria tengah tersenyum memperhatikan kegiatan Senja. Entah sejak kapan ia menjadi penonton dari kegiatan mengajar Senja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments