Uwais dan Arrida hanya terdiam mendengarkan cerita bu Tania. Rasa kecewa ayahnya pada Fika, kakak perempuan Uwais yang memilih kabur bersama lelaki pilihannya.
"Udahlah mah, kita doakan aja mbak Fika bisa kembali pada kita, andai kata tidak pun, semoga mbak Fika bisa bahagia dengan pilihannya." ujar Uwais menggenggam tangan ibunya.
Bu Tania mengangguk sambil mengusap air matanya yang masih saja membasahi pipinya.
Hening. Tak ada lagi pembicaraan. Larut dengan perasaan dan pikirannya masing-masing.
"Maaf, tante ... apa gak sebaiknya mas ini diperiksa, ya?" ujar Arrida pada Tania memecah keheningan.
"Ah, iya, kamu benar, Nak ... ayo Uwais kamu periksa ya." ucap bu Tania menerima saran Arrida.
"Gak usah, Mah ...." tolak Uwais halus.
"Ga usah nolak, mumpung disini, ayo!" Bu Tania segera menarik lengan Uwais untuk memeriksakan keadaanya.
"Pelan-pelan, Mah," Uwais pun mengikuti dengan perlahan. Kedua lengannya dipegang oleh ibunya dan Arrida.
Akhirnya Uwais melakukan pemeriksaan, tidak terlalu lama, karena keadaannya memang tidak parah.
Tak lama kemudian, setelah Uwais diperiksa dan diberi obat pereda nyeri, serta diberi kruk (tongkat ketiak) untuk membantunya berjalan, ketiganya pun kembali ke koridor ruang ICU, dan duduk di kursi panjang yang ada di situ.
"Makanya kamu hati-hati, Wais kalo naik motor, kenapa bisa sampai jatuh, pasti kamu ngebut, kan?" tanya Tania pada Uwais, sambil mengusap lengan kekar anaknya itu.
"Maaf, Tan, Rida yang salah," sela Arrida.
"Oh iya, kamu siapa nak? Maaf, tante baru bertanya? Dan makasih udah nolongin Uwais," tanya bu Tania menoleh ke arah Arrida.
"Saya Arrida, Tante ... sebenarnya, Rida yang harusnya berterima kasih karna mas-nya gak nuntut apa-apa kecuali minta dianterin kesini ... Rida yang menyebabkan mas-nya jatuh dari motor ... karena menghindari Rida yang lagi nyebrang, Rida minta maaf ya, Tante,"
Bu Tania menoleh kepada Uwais meminta kepastian akan kebenaran dari yang dikatakan Arrida.
"Gak, Mah ... Uwais juga yang salah ... Uwais buru-buru ingin ketemu papah, dan waktu dia nyebrang Uwais hilang kendali, untung aja gak nabrak dia,"
Bu Tania menarik nafas panjang mencermati apa yang disampaikan keduanya.
"Sudahlah gak apa-apa ... yang penting semuanya selamat, ya," kata bu Tania sambil mengelus punggung Arrida.
"Ya, ampun, Nak ... kamu dingin banget," komentar Tania terlihat khawatir.
"Gak papa, Tante ... kalo boleh, Rida mau pamit dulu, Tan ... udah sore,"
"Oh gitu, ya, kamu mau pulang, Nak?" tanya Tania memastikan.
Arrida mengangguk pasti.
"Mau naik apa?" tanya Tania kemudian.
"Rida pesan taksol, Tan." jawab Arrida sambil memperlihatkan ponselnya, memberi isyarat bahwa dia telah memesan taksi online.
"Eh, naik taksi? Hm ... gimana kalau kamu tunggu Fariz aja ya, abangnya Uwais ... mungkin bentar lagi dia kesini,"
"Duh, nggak usah, Tan ... makasih ... Rida pulang sendiri aja,"
"Beneran gak pa-pa?" Tania memastikan untuk kedua kalinya.
Arrida menganggukkan kepalanya dan tersenyum.
"Manis banget itu senyum," komentar Uwais dalam hatinya, yang sejak tadi hanya memperhatikan bagaimana interaksi antara Arrida dan ibunya.
" Kalo gitu, Rida pulang dulu ya, Tan, Assalamu'alaikum ...." pamit Arrida sambil mencium punggung tangan bu Tania.
"Wa'alaikumsalam," jawab bu Tania.
"Tunggu!" cegah Uwais. "Biar saya anter sampai depan," lanjutnya sambil menatap bu Tania meminta persetujuan.
Bu Tania mengangguk menyetujui Uwais mengantar Arrida ke halaman depan rumah sakit. Dan akhirnya keduanya pun meninggalkan bu Tania.
"Kita ke toilet dulu, ya," pinta Uwais.
"Oh iya, boleh," kata Arrida menyetujui.
Mereka pun tiba di depan toilet. Namun bukannya segera masuk, Uwais malah memerintahkan Arrida untuk mengganti pakaiannya dengan jaket yang tadi dilepas.
"Bajumu basah, ganti ya, pake jaket ini," saran Uwais sambil melepas jaketnya.
"Gak usah Mas, makasih,"
"Ntar kamu sakit," Uwais memberikan alasan.
Arrida hanya diam.
"Gak pake nolak!" kata Uwais memaksa.
"Nanti saya bingung ngembaliinnya, Mas."
"Gak usah dikembalikan, buat kamu aja."
Arrida hanya terdiam seperti sedang memikirkan sesuatu.
"Seneng banget seh kamu bengong, udah cepetan masuk dan ganti bajumu!" perintah Uwais kemudian.
Akhirnya Arrida menyetujui saran Uwais. Dia pun segera masuk dan mengganti pakaiannya dengan jaket milik Uwais.
"Hmmm, hangat," gumam bathin Arrida. Dia tersenyum melihat tampilan dirinya di cermin wastafel toilet.
Setelah Arrida mengganti pakaiannya dengan jaket, ia pun segera keluar dari toilet.
"Nah, gitu dong," ucap Uwais.
Arrida mengangguk dan tersenyum.
Kemudian mereka pun berjalan menuju halaman depan rumah sakit.
"Kamu udah pesen taksolnya?" tanya Uwais memastikan.
"Iya udah, mungkin bentar lagi datang."
"Oh ...."
"Kenapa?" tanya Arrida, "Kok 'oh'?" lanjutnya.
"Nggak apa-apa ... mmm ... tadinya, kalau kamu belum pesan taksi, saya mau ngajak ke kantin, kayaknya kamu butuh sesuatu yang hangat, mungkin teh hangat atau jeruk hangat ... atau kopi?"
Arrida tersenyum.
"Gak usah, Mas, makasih,"
"Uwais .... " kata Uwais menyebut namanya sendiri, seakan dia enggan dipanggil 'Mas'. Dia mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan guna memperkenalkan dirinya.
Arrida tersenyum. Hanya menatap tangan Uwais dihadapannya.
"Kayaknya tadi saya udah nyebut nama deh."
"Itu kan sama mamah, sama saya belum kenalan, kan?"
"Eh, taksolnya dateng, udah dulu ya, saya minta maaf atas kejadian hari ini, dan makasih banyak atas semuanya, saya pamit ya ... Assalamu'alaikum ...." ucap Arrida sambil berlalu dari hadapan Uwais. Kemudian memasuki taksi online yang dipesannya.
Uwais mematung sesaat. Ia menarik uluran tangannya yang tidak mendapat respon dan menatap setengah sadar taksi yang barusan ada dihadapannya itu pergi.
"Wa'alaikumsalam," ucapnya sambil tersenyum.
Beberapa saat kemudian dia menepuk keningnya mengingat betapa bodohnya dia tidak sempat meminta nomor kontaknya.
Lima hari kemudian...
Arrida berjalan menyusuri koridor rumah sakit. Tujuannya satu yaitu ruang ICU tempat ayahnya Uwais dirawat.
Namun sesampainya di ruang ICU dia tidak menemukan orang-orang yang dimaksud. Uwais, bu Tania maupun ayahnya Uwais.
"Apa yang terjadi?" gumamnya.
"Apa ayahnya meninggal? Atau sudah sehat dan sudah pulang ke rumah?" Arrida masih bergumam.
"Eh atau udah dipindah ke kamar rawat ya?Sebaiknya nanya perawat atau resepsionis kali, ya" Arrida bermonolog.
Dia menatap sekeliling. Namun tidak melihat satu pun perawat disitu. Akhirnya dia pun memutuskan untuk mencari informasi ke resepsionis.
Namun sayang, ketika sampai dihadapan resepsionis, dia bingung harus menanyakan apa karena dia tidak tau siapa yang dia cari. Dia tidak mengetahui nama ayahnya Uwais.
Oleh karena itu, dia pun memutuskan untuk pulang.
...🌸🌸🌸🌸🌸...
Hai kakak readers
makasih udah mampir
makasih atas dukungannya ya ☺️
makasih like favorit vote dan kommentnya
semoga suka dan terhibur yaaa ☺️
Sehat selalu kakak readers
☺️☺️☺️👍🏻👍🏻👍🏻🥰🥰🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 147 Episodes
Comments
♡momk€∆π♡
seneng klw baca cerita anak sekolahan berasa abg lg🤗😍
2023-04-18
2
Ayuna
lanjut thor
2022-04-12
2
pensi
ciee 😁🌹
2022-02-27
2