Setelah Luna pulang, aku masih saja memikirkan kisahnya. Mengapa banyak lelaki yang tega pada wanita? Padahal kalau di fikir-fikir di dunia ini lebih banyak Wanita dari pada Pria, mereka bebas memilih wanita mana saja yang mau mereka jadikan Istri tetapi bukan berarti bebas juga membuang yang tidak mereka inginkan. Wanita sangat dimuliakan dalam Islam, bukan sampah.
"Dik, Luna sudah pulang?" tanya Ibu, aku jadi sedikit kaget karena habis melamun.
"Sudah, Bu. Baru saja." jawabku.
"Ayo duduk di depan TV, Kak Mea mau menyampaikan sesuatu." ajak Ibu.
"Oh ya? Tentang apa itu, Bu?"
"Makanya buruan ke sini, supaya kita sama-sama tau."
"Baik, Bu." sahutku. Kemudian aku beranjak dari tempat tidurku dan menuju ke ruang tengah bersama Ibu.
"Kak Mea mau menyampaikan apa?" tanyaku tidak sabar.
"Bu, Dik, In syaa Allah minggu depan Bang Rafli dan kedua orang tuanya akan datang berkunjung ke rumah kita. Mau melamar." jawab Kak Mea to the point.
"Ma syaa Allah. Serius, Nak?" tanya Ibu kaget.
"Iya, Bu." jawab Kak Mea singkat dengan senyum dan mimik wajah yang sangat bahagia.
"Kakak yakin mau menikah dengan Bang Rafli?" tanyaku dengan wajah serius. Ntah mengapa aku tidak yakin bahwa Bang Rafli adalah orang yang baik. Aku tidak yakin Kak Mea akan bahagia hidup bersamanya. Ntahlah, mungkin hanya perasaanku saja karena kisah Ibu dan Luna masih tertanam dalam benakku.
"In syaa Allah yakin, Dik. Kakak sudah tau banyak tentang dia. In syaa Allah dia orang yang tepat untuk Kakak." jawab Kak Mea.
"Kalau kamu memang sudah yakin, tidak ada perasaan yang mengganjal, Ibu restui kamu menikah dengan dia. In syaa Allah Ibu Ridho Lillahi Ta'ala". Ucap ibu.
"Iya, Kak. Kalau Kakak memang sudah benar-benar yakin dengan pilihan Kakak, Adik Do'akan yang terbaik buat Kakak. Semoga Kakak bahagia dunia akhirat bersama Bang Rafli. Semoga dia benar-benar jodoh yang tepat buat Kakak". Timpalku.
"Alhamdulillah, makasih banyak ya Bu, makasih Dik Aura." ucap Kak Mea lalu ia memeluk aku dan Ibu secara bersamaan.
Aku hanya bisa mendo'akan Kak Mea, semoga tidak salah dalam memilih pasangan hidup. Semoga setelah menikah nanti, Kak Mea bisa hidup bahagia dengan suaminya, tidak seperti Ibu yang dahulu menderita.
***
Satu Minggu telah berlalu, malam ini akan menjadi malam yang bersejarah dalam hidup Kak Mea, selangkah menuju kehalalan dalam hubungan asmaranya.
Ibu dan Kak Mea masak banyak untuk menyambut keluarga calon suaminya Kak Mea. Sedangkan aku yang tidak pandai masak ini hanya bisa bantu Do'a sambil menjaga kios dan melayani pembeli.
"Dik, nanti baghda Maghrib tutup saja kiosnya ya. Malam ini kita akan kedatangan tamu istimewa." Pinta Ibu padaku yang sedang duduk cantik di depan meja kasir sambil memainkan gawaiku.
"Baik, Bu." sahutku sambil tersenyum. "Kak Mea mana, Bu?" sambungku.
"Siap-siap mau mandi." jawab Ibu singkat.
"Pasti mau dandan ya, Bu. Hehee."
"Sepertinya. Biar terlihat rapi dan cantik." sahut Ibu. Aku hanya tersenyum.
Tepat pukul 20:30WIB tibalah keluarga Bang Rafli. Ia datang bersama kedua orang tuanya dan juga beberapa orang yang belum kami kenal.
Begitu mereka turun dari mobil, Ibu dan Kak Mea menyambut mereka semua dan langsung mempersilahkan mereka masuk. Aku tidak melakukan apapun, hanya duduk manis di dalam seperti yang diperintahkan oleh Ibu.
Setelah mereka semua masuk dan sudah mengambil posisi duduknya masing-masing, Kak Mea pergi ke dapur untuk mengambil gelas dan teh hangat. Lalu Kak Mea menuangkan teh pada gelas satu per satu dan mempersilahkan keluarga Bang Rafli untuk minum.
Jujur saja aku katakan, mengikuti acara seperti ini membuat kantukku datang lebih awal. Aku hanya diam, tidak berbicara sepatah katapun, aku hanya mendengarkan dan memperhatikan apa saja yang mereka bicarakan.
"Jadi begini, Bu. Maksud kedatangan kami ke sini ingin melamar Putri Ibu yang bernama Mea. Apakah Ibu setuju atau Ibu merasa keberatan?" tanya Papa Bang Rafli pada Ibu.
"In syaa Allah saya setuju dan tidak keberatan, jika Mea setuju dan sudah merasa cocok dengan Nak Rafli." jawab Ibu tegas.
"Nak Mea bagaimana? Apakah setuju dengan lamaran ini dan mau menjadi Istri Rafli?" tanya Papa Bang Rafli pada Kak Mea.
"In syaa Allah saya mau, Pak." jawab Kak Mea.
"Alhamdulillah." sahut Papa Bang Rafli beserta keluarganya secara bersamaan.
Owh, jadi lamaran itu seperti ini ya? Tanya sana sini. Batinku.
"Untuk hantaran, kami sudah menyediakan lemari pakaian dan juga tempat tidur baru di rumah kami. Karna nantinya setelah menikah Mea akan tinggal di rumah kami. Untuk barang sebesar itu tidak mungkin kami bawa ke sini, jadi kami hanya membawa resitnya saja sebagai barang bukti." ucap Papa Bang Rafli menjelaskan.
"Baik, Pak." sahut Ibu sambil menganggukkan kepalanya.
"Dan untuk mas kawinnya nanti, kami akan membelikan mas seberat 10grm. Apakah itu cukup, Bu?" tanya Papa Bang Rafli lagi.
"Bagaimana, Nak?" Ibu melontarkan pertanyaan itu pada Kak Mea.
"In syaa Allah itu sudah lebih dari cukup, Bu, Pak." Jawab Kak Mea lembut.
"Alhamdulillah kalau begitu. Untuk uang hangus pesta pernikahannya akan segera kami serahkan kepada Ibu setelah pertemuan ini." ucap Papa Bang Rafli.
"Baik, Pak. Terima kasih banyak atas hal baik ini, semoga Mea dan Rafli jodohnya berkekalan hingga Jannah." ucap Ibu.
"Aamiin Allahumma Aamiin." Ucap kami semua secara bersamaan.
Beruntung ya Bang Rafli, bisa mendapatkan Kak Mea yang baik hati dan tidak banyak minta ini itu dari dia. "Awas saja nanti kalau disakiti, aku ceramahin dia." ucapku dalam hati.
Setelah selesai berbincang-bincang tentang lamaran, hantaran, mas kawin dan uang hangus, waktunya makan malam. Akhirnya, setelah dari tadi menahan lapar.
Tanpa sengaja aku menangkap mata Kak Mea dan Bang Rafli sering bertatapan, aduuuhhh so sweetnya calon pengantin. Jealouuuussss ya Allah, hatiku meronta-ronta, apakah ini yang dinamakan baper? Kepingin seperti itu ya Allah, tapi takut. Hurrrmmm, serba salah Aura.
Setelah acara makan-makan selesai, Bang Rafli dan keluarganya berpamitan untuk pulang.
"Kak, bagaimana perasaan Kakak?" tanyaku pada Kak Mea sambil mencolek lengannya.
"Perasaan Kakak nano-nano, Dik. Sulit untuk diutarakan." jawabnya dan tersenyum bahagia.
"Gitu ya?"
"Iya, nanti kalau sudah tiba masanya Adik di lamar, Adik juga akan tau bagaimana rasanya, Dik."
"Ah, nggak tau kapan itu terjadi, Kak. Hahahahaha." ucapku sambil tertawa lebar.
"In syaa Allah pasti akan datang hari itu kalau menurut Allah kamu sudah siap."
"Aamiin." ucapku singkat.
Lalu kami berdua pun membantu Ibu membereskan piring kotor dan merapikan sisa-sisa cemilan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments
Nurliah Kisarani Lia
like..
A MAFIA'S LOVE FOR A MUSLIMAH🙏😊
2020-11-23
2
Neng Yuni (Ig @nona_ale04)
Mampir lagi kak, semangat 😊
2020-11-22
1
IntanhayadiPutri
Aku mampir nih kak, udah 5 like dan 5 rate juga.. jangan lupa mampir ya ke ceritaku
TERJEBAK PERNIKAHAN SMA
makasih 🙏🙏
2020-11-13
1