Istikharah Menyatukan Kita
Namaku Aura, terlahir dan membesar di keluarga broken home membuatku takut untuk menikah. Nenek yang merupakan mertua Ibuku juga sering berprilaku semena-mena pada Ibu, membuatku semakin takut untuk menikah. Takut salah dalam memilih suami dan takut diperlakukan tidak baik oleh Ibu Mertua.
Saat aku masih berusia 9 tahun, Ayah dan Ibuku bertengkar hebat. Nenek dan Bi Yana (Adik Ayah) mendengar pertengkaran hebat itu karena rumah kami bersebelahan, mereka berdua ikut campur dalam pertengkaran tersebut dan memojokkan Ibu. Aku sangat sedih jika teringat akan hal itu. Saat itu Bi Yana hendak memukul Ibu menggunakan bambu yang panjang, lalu Allah seakan melindungi Ibu karena nyatanya bambu itu tidak mengenai Ibu tapi malah mengenai kepala Nenek.
Aku menangis histeris melihat kejadian itu, lalu secepat kilat Ibu berlari ke arahku dan langsung memelukku erat, mencoba menenangkanku sedang air matanya sendiri mengalir deras.
Setelah kejadian itu aku kira semuanya akan baik-baik saja, tapi ternyata tidak. Nenek memfitnah Ibu dan memberitahukan pada tetangga bahwa perban yang melingkar di kepalanya adalah luka akibat ulah Ibu yang memukulnya dengan bambu. Oh Ibu, kuharap akupun memiliki hati setabahmu.
"Ra, bengong saja sih." sapa Luna sahabatku yang akhirnya membuyarkan lamunanku.
"Eh, kamu Lun, buat Aura jadi kaget saja." ucapku sambil nyengir.
"Kamu sedang memikirkan apa, Ra?" tanyanya penuh rasa penasaran.
"Tidak ada." jawabku singkat.
"Ah, yang benar kamu?" tanyanya lagi.
"Iya. Ayo pulang." ajakku supaya Luna tidak bertanya lagi.
"Ayo." sahutnya.
Sudah menjadi kebiasaan kami saat sore hari duduk-duduk di pinggir pantai yang letaknya tidak jauh dari rumah kami berdua. Rumah Luna dan rumahku hanya berjarak lima rumah.
Aku tinggal bersama Ibu dan Kak Mea. Ayah dan Ibu sudah bercerai saat aku berusia 12 tahun dan Kak Mea berusia 14 tahun.
Ayah sudah menikah lagi dan sudah memiliki 2 orang anak, seorang putra dan seorang putri. Sedangkan Ibu lebih memilih hidup sendiri, membesarkan kami berdua seorang diri karena takut mau menikah lagi.
Dulu, ketika aku dan Kak Mea masih kecil, kami sering ke sawah bersama Ibu untuk bercocok tanam. Mulai dari menabur bibit, menanam padi, membuat orang-orangan sawah untuk menakuti burung agar padi kami tidak habis di makannya, hingga memanen padi. Jujur saja waktu itu aku malas-malasan melakukannya karena takut pacat, takut ular, bahkan takut tawon karena kelopak mataku pernah digigitnya. Karena sengatan tawon itu akhirnya mataku bengkak dan tertutup sebelah, hal itu juga membuatku tidak masuk sekolah selama satu minggu. Tapi sekarang, setelah kami dewasa kami tidak pernah lagi menginjakkan kaki di sana, karena sawah itu menjadi hak milik Ayah. Dan saat ini aku justru merindukan masa-masa itu.
Aku dan Kak Mea sudah bukan anak kecil lagi, kemungkinan dalam waktu dekat ini Kak Mea akan menikah dengan kekasihnya. Jika Kak Mea menikah nanti, maka tinggallah aku dan Ibu saja. Ah, pasti sepi rasanya.
"Assalamu'alaikum, Bu. Adik pulang." ucapku sesampainya dirumah.
Lalu di jawab serentak oleh Ibu dan Kak Mea, "Wa'alaikumussalam."
Karena jam sudah menunjukkan pukul 17:30WIB aku langsung meraih handuk dan masuk ke kamar mandi untuk bersih-bersih. Nikmat sekali rasanya mandi sore ini, mungkin karena tadi aku habis berjalan kaki dari pantai dan membuat tubuhku jadi gerah.
Setelah selesai mandi, aku menghampiri Kak Mea yang sedang memasak di dapur, bukan untuk membantu tapi hanya untuk melihat menu. Karena dari aku kecil hanya Kak Mea dan Ibu yang bergantian memasak, akhirnya sampai umur segini aku masih tidak tahu-menahu tentang masak-memasak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments
Neny Latifah
hadir thor.
2021-03-14
0
Jenong
aku mampir ningalin jejak . like
2020-12-07
1
Uzumaki Naruto
halo kak aku mampir
2020-12-07
3