Dulu, ketika kami masih kecil dan masih tinggal bersama Ayah. Ayah selalu menjatah uang belanja buat Ibu pas-pasan. Meskipun kami sering tidak beli beras, bukan karena tidak makan tapi karena beras hasil panen dari sawah sudah sangat cukup sampe berbulan-bulan. Sebagian di jual dan sebagian kami konsumsi sendiri.
Jika Ibu minta uang pada Ayah untuk membeli minyak goreng setengah kilo, maka uang yang Ayah beri cukup hanya untuk membeli minyak setengah kilo saja. Ntah mengapa Ayah menjatah uang sebegitunya pada Ibu.
Tapi sekarang dunia seakan terbalik, Ayah sangat menurut dengan istri keduanya. Jika Ibuk (panggilan untuk Ibu tiriku) meminta Rp.400.000.00 dalam satu Minggu, maka sanggup tidak sanggup Ayah harus memberi Rp.400.000.00 untuk Ibuk perminggu. Jika tidak, bertengkarlah mereka dan sudah pasti Ayah akan mengalah.
Berbeda sekali sikapnya ketika masih berumah tangga dengan Ibuku. Jika terjadi perdebatan antara Ayah dan Ibu, Ayah pasti akan mengangkat tangannya untuk memukul dan menyakiti Ibu.
Saat aku berusia 7 bulan dalam kandungan Ibu, Ayah dan Ibu pernah bertengkar. Ayah mengangkat tangan kanannya dan mengarahkan tinjunya ke wajah Ibu, hal itu membuat Ibu jatuh tersungkur dan tertelungkup. Perut Ibu yang saat itu sudah besar menjadi pengganjal dirinya ketika tersungkur. Apa akibatnya? Aku berhenti bergerak di dalam perut Ibu, saat usia kehamilan sudah mencapai 9 bulan, Ibu masih belum merasakan tanda-tanda akan melahirkan. 10 bulan pun masih belum ada tanda-tanda akan melahirkan. Bahkan saat usia kehamilan menjelang 11 bulan Ibu masih belum melahirkan. Para tetangga menganjurkan agar Ibu masuk ke dalam kandang lembu, agar Ibu bisa segera melahirkan. Tapi Alhadulillah tidak sempat masuk kandang lembu, saat sudah 11 bulan dan hampir masuk 12 bulan, akhirnya Ibu melahirkan.
Tapi tidak mudah untuk melahirkanku. Karena tinju Ayah yang menghampiri Ibu waktu itu, bayi Ibu sungsang. Bidan yang membantu Ibu untuk melahirkan pun sudah merasa kebingungan, bingung antara menyelamatkan Ibu atau bayinya. Sedangkan Ibu sudah kelelahan dan merasakan sakit yang luar biasa. Tau apa yang bidan itu lakukan? Ia merobek m*** V Ibu dan menarik paksa bayinya untuk keluar. Ma syaa Allah, sungguh luar biasa pengorbanan seorang Ibu. Setelah itu, Ibu kaget saat melihat bayi yang hampir menghilangkan nyawanya, diwajahnya ada bekas jari-jari ibu bidan. Ibu cemas "Bagaimana jika nanti sampai dia besar bekas jari ini tidak hilang?" gumamnya dalam hati. Bukan itu saja, bahkan bahu sebelah kanan bayi tersebut bengkok dan condong kedepan karena di tarik oleh bidan.
Ibu rutin memanggil tukang kusuk untuk meluruskan bahu bayinya, dan karena tulang-tulang bayi masih lembek dan rapuh, Alhamdulillah bahunya bisa normal dan cantik. Nggak jadi cacat anak Ibu. Sikap Ayahku pada Ibu justru menjadi penyebab besar takutnya aku untuk menikah.
Sekarang saat Ayah hidup dengan istrinya yang baru, Ayah sama sekali tidak pernah main tangan. Ntah mengapa Ayah bisa berubah drastis seperti itu.
Sejak Ayah dan Ibu bercerai, Ayah tidak pernah memberi nafkah untukku dan Kak Mea. Biaya sekolah dan makan sehari-hari adalah hasil jerih payah Ibu, hasil dari Ibu menjadi buruh cuci gosok pakaian tetangga dan menggarap sawah milik orang lain. Menderita? Tentu saja iya, kami sering kesulitan untuk membeli beras dan sering makan seadanya. Jika aku dan Kak Mea mengunjungi Ayah, Ibuk selalu pergi kerumah Kakaknya agar bisa menghindari kami berdua. Dari sikapnya itu aku bisa merasakan ketidak-sukaannya pada kami berdua. Uangpun hanya di beri Rp.10.000, kadang-kadang hanya dapat Rp.5.000. Hal itu yang membuatku merasa enggan untuk pergi mengunjungi Ayah, meskipun tidak ada bekas Ayah dan tidak ada bekas anak, tapi jika mengingat betapa masamnya wajah Ibuk menyambut kedatangan kami, aku jadi sangat malas main kerumah Ayah.
Terkadang jika Ibu masih belum pulang dari sawah yang digarapnya, aku dan Kak Mea mengerjakan pekerjaan Ibu mencuci dan menyetrika pakaian tetangga yang sudah di kirim kerumah. Hitung-hitung mengurangi pekerjaan Ibu, kasihan Ibu jika habis dari sawah masih harus mencuci baju.
Hal itu yang membuatku dan Kak Mea mandiri. Meskipum masih berusia 13 tahun, aku sudah mahir bersih-bersih rumah, mencuci pakaian, mencuci piring, menyapu dan mengepel, menyetrika dan mengerjakan tugas-tugas yang lainnya kecuali memasak. Memasak menjadi jatah tugas Kak Mea, karena aku tidak pernah memasak aku jadi tidak hafal dengan bumbu-bumbu yang ada di dapur, bahkan untuk membedakan jahe dan kunyit saja aku sering fail apalagi membedakan merica dan ketumbar sudah pasti fail.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments
HIATUS
😍😍😍😍
2020-12-23
1
Jenong
like untuk mu Thor, emang benar nasib seorang ibu butuh pengorbanan ya thor
2020-12-10
1
Nurliah Kisarani Lia
next thor..
A MAFIA'S LOVE FOR A MUSLIMAH🙏😊
2020-11-23
2