...Dulu aku pernah mengatakan bahwa tidak mau dan tidak sudi menyukai adik kelas...Tapi, kemudian hari aku sadar...Bahwa ucapanku itu bertolak belakang....
"Lo tahu Varo dimana Rei?"
"Cari aja dilautan perempuan, pasti ditengah tengah ada batang hidungnya tuh anak," balas Reihan diakhiri kekehan.
"Gue serius!"
Reihan beralih menatap kedua manik Vero yang terlihat tegang. Yah, sekarang bukan waktunya Reihan bermain main.
"Nggak tahu, kan dari tadi gue disini sama lo!...Bukannya kata dia mau cari angin?!"
"Coba lo cari diluar, palingan disekitar sini tuh anak."
Vero beranjak keluar tenda. Pikirannya saat ini hanya ada nama saudara serahim nya itu. Suasana sangat ramai disekitar lapangan ini, entah kenapa perasaannya semakin tidak enak ketika hal yang tak ingin dia lihat berkali kali tertangkap indera penglihatannya.
"Jeslyn!"
Cewek yang merasa namanya dipanggil itu menoleh kebelakang. Mendapati Vero yang sedang berjalan ke arahnya. "Ada ap-."
"Lo tahu Varo dimana?," potong Vero membuat Jeslyn mengerutkan kening.
"Hah Varo?..."
".....Tadi sih sempat ngobrol sama gue, terus kayaknya tadi gue lihat dia kearah belakang deh, palingan juga ke kamar mandi."
"Oh yaudah," balas Vero langsung pergi tanpa mengucapkan terima kasih.
"Ck kebiasaan tuh anak, main nyelonong aja!" dumel Jeslyn menatap punggung lebar itu semakin jauh.
Jalan yang dilewati Vero menuju gedung belakang terasa lama. Apalagi sesuatu yang terus menyapanya sangat mengganggu penglihatan. Vero berlari kecil tak kala melihat sosok yang dia kenali berlari tergopoh gopoh.
"KAMU VARO VERO TOLONGIN ITU HAAHHH HAHHH..."
Cewek itu, Zoya....berteriak sebelum Vero berhenti tepat didepannya. "Ada apa?!."
Setelah napasnya kembali normal, Zoya melanjutkan ucapannya. "Itu kembaran kamu Vero atau Varo atau siapalah itu-."
"Dimana?!" potong Vero sedikit berteriak, membuat Zoya memundurkan tubuhnya.
Tanpa banyak bicara Zoya kembali berlari ketempat awal dia menemukan Varo. Iya, dia Varo.
Dari kejauhan Vero bisa melihat kakaknya itu terduduk dilantai dengan tangan yang terus memukuli dadanya. Dan disebelah cowok itu, ada sosok cewek yang tersenyum begitu manis melihat Varo yang menderita.
"Masih bisa tahan?" tanya Vero langsung saat tiba didepan Varo. Zoya yang berjongkok disamping Varo merasakan hawa yang begitu dingin menerpa tubuhnya.
Varo tak mengindahkan pertanyaan Vero, dia menoleh menatap Zoya dengan napas yang terasa sulit seakan pasokan udara disekitar kian menipis.
"Ja..jangan disitu," ujar Varo menarik tangan Zoya sampai berdiri, beralih disamping Vero. Zoya yang sudah kalang kabut panik malah geram mendapati sikap Varo yang ambigu.
"****, ayo naik!" umpat Vero merasa kesal.
Vero berlari dengan Varo yang berada di punggungnya. Zoya mengikuti Vero dari belakang. Jujur, perasaannya sekarang benar-benar khawatir melihat kondisi cowok yang sudah ia duga itu Varo.
"Bawa ke UKS!" teriak Zoya. Namun, Vero malah berbelok ke arah lapangan.
"HEI BAWA KE UKS!"
Beberapa pasang mata beralih memandang tiga orang itu yang tergopoh gopoh sampai tiba didepan tenda. Semua orang yang ada di dalam tenda terkejut melihat ketiga orang itu memasuki tenda. Vero segera menurunkan Varo dan menyahut tasnya. Membuka kasar resleting dan mengambil sebuah Ventolin inhaler dari dalam.
"Kenapa dibawa kesini sih?!" geram Zoya yang masih tak dihiraukan saudara kembar itu. Sedangkan teman mereka hanya diam melihat Varo yang masih kesulitan bernapas.
Varo mengambil Ventolin inhaler itu dari tangan Vero. Menyemprotkan kedalam mulutnya. Dan, hari itu...Zoya tahu sesuatu tentang Alvaro Genandra.
"Ada apa ini?!" suara berat mengalihkan pandangan mereka.
Zoya beralih menatap Varo yang kembali bernapas dengan teratur. Cowok itu masih sempat tersenyum lebar ketika tatapan mereka bertemu.
"Kita keluar dulu kak!"
"Loh-."
"Aku jelasin diluar aja...Semua oke kok," potong Zoya menarik Hariz menjauhi tenda.
"Lo kenapa Var?" tanya Dias tak mendapat jawaban dari Varo. Sang empu berbaring dengan salah satu lengan menutupi wajahnya.
Helaan napas kasar keluar dari Varo. Menurunkan tangannya dan menatap langit-langit tenda. Teman temannya yang ada disana saling pandang, keadaan hening sejenak sampai suara Reihan memecah.
"Jangan bilang yang aneh-aneh Var! Gue nggak mau denger."
Keadaan hening kembali sampai pertanyaan keluar dari mulut Dias.
"Lo punya asma, Var?"
Varo yang semula hampir terlelap kembali membuka matanya. Dan hanya sebuah deheman yang menjawab pertanyaan Dias.
"Kalian, mau tahu sesuatu nggak?"
"Apa?"
"Nggak! Gue nggak mau tahu," balas Reihan cepat.
"Lo kenapa sih Han? Takut banget kayaknya," celetuk cowok bername tag Aji.
"Gue peringatin...Hati-hati kalau di Lab Bilogi, jangan macam-macam lo pada," seloroh Varo.
"Nah kan, udah lah gue cabut aja kalau gini!," sahut Reihan, dengan wajah kesal dia beranjak keluar tenda. Sudah khatam sejak SMP dengan ucapan Varo yang selalu memperingati 'hati-hati' yang mempunyai arti tersendiri.
"Hati-hati kenapa Var?" tanya Dias.
"Ada Mbak Kunti resek"
"Hah?"
...)(...
Kini setelah melaksanakan shalat isya, semua murid kelas sepuluh yang mengikuti Persami membentuk lingkaran dilapangan dengan tumpukan kayu yang berbentuk piramida. Suasana sangat riuh ketika para Senior membantu merapikan barisan.
"Zoy, tadi beneran adik lo ada yang kesurupan?" tanya Lia yang datang dari belakang.
"Aduh nggak usah ngomongin itu dulu deh, ini mau api unggun loh....Nanti mereka denger," balas Zoya mengibaskan tangannya.
"Iya juga sih, tapi janji cerita ke gue!"
"Iya bawel, udah sono jagain adek lo! Gue mau cari regu Singa kemana lagi ini."
"Yaudah gue dulu," balas Lia beranjak meninggalkan Zoya yang juga melangkah pergi sembari mencari anggotanya.
"Kak Zoya!"
Dari jauh lambaian tangan mengintrupsi Zoya agar mendekat. Cewek itu bernapas lega ketika menemukan para adik bimbingnya terhitung lengkap.
"Sini kak baris disamping Varo,"ujarnya senang menarik tangan Zoya kedalam barisan. Spontan dia menyentak tangannya dari genggaman Varo.
"Jangan main sentuh!," sentak Zoya. Beberapa adik bimbingnya yang lain pun ikut menyaksikan kejadian itu. Hening menyelimuti mereka semua, bahkan Varo yang semula sumringah meredupkan cahaya wajahnya. Dan, Zoya? Dia memilih melangkah menjauhi Varo, tetapi tetap dibelakang salah satu anggota regunya.
"Ada apa?"
Zoya terkejut, memandang Devi- Kakak Seniornya dengan tatapan bingung. "Jangan galak-galak sama Junior," lanjut Devi lalu meninggalkan Zoya yang masih terheran heran.
"Siapa juga yang galak sama junior," monolog Zoya mendengus kesal.
Akhirnya acara yang ditunggu tunggu dimulai. Semua murid bergandengan tangan satu sama lain. Acara api unggun pun dimulai dengan pembacaan pancasila, tri satya, dan Dasa Darma. Diselingi menyalakan api setiap pungucapan Dasa Darma.
Kini mereka semua menyanyikan lagu Mars Api unggun. Nyala api pun semakin besar, ditambah dengan kembang api yang ditempatkan di empat penjuru semakin membuat acara meriah. Ya, seperti ini lah rutinitas tahunan setiap penerimaan murid baru.
"Jangan ngelamun ya dek!," ujar Zoya.
Sudah hafal bagaimana makhluk-makhluk itu beraksi. Di saat seperti ini lah sering terjadi hal yang tidak diinginkan. Zoya hanya berharap, kejadian tahun lalu tidak terulang. Dan, entah kenapa matanya selalu melirik kearah Varo. Memastikan apa cowok itu baik-baik saja? Mungkin itu yang Zoya lakukan tanpa ia pernah sadari.
Api unggun terus berlanjut dengan iringan nyayi para murid. Juga tidak henti hentinya para Senior mengingatkan agar tidak melamun.
"Pikirannya jangan kosong ya dek," ujar Lia. Tatapannya memicing saat menangkap gelagat aneh dari cowok yang ia kenal kemarin sore.
"Kamu nggak apa-apa?," tanya Lia yang sudah dibelakang- Varo.
Cowok itu terkejut, membuat Lia semakin yakin kalau dia sedang melamun. "Jangan ngelamun! Kalau sakit mundur aja, ya?!"
Zoya yang tak jauh dari keduanya pun terpaksa mendekat. Dia sadar, Varo masih menjadi tanggung jawabnya saat ini. "Ada apa?."
"Ini nih, ngelamun dia."
"Kebelakang aja gih! Daripada disini akhirnya bikin susah."
Lia tercengang mendengar ucapan ketus Zoya kepada adik bimbingnya itu. Bahkan, setelah mengucapkannya, Zoya melengos pergi tanpa menanyakan keadaan Varo.
"Hahahahh santai aja kali kak, aku nggak ngelamun kok," balas Varo meyakinkan Lia dengan tawa sumbangnya.
"Janji jangan ngelamun?! Saya awasin dari sini... Udah hadap depan!."
Varo kembali mengahadap depan, sebelum senyumnya luntur dia sempat melirik Zoya yang juga menatapnya lalu memutus pandangan mereka lebih dulu.
Reihan ingin sekali mengumpat ketika tubuhnya terhuyung kesamping saat tarikan tangan mengambil alih keseimbangannya. "Ck, bisa santai nggak?! Kasar banget lo Ver," dumel Reihan. Vero mengambil alih tangan Varo yang semula digenggam Reihan. Sang kakak itu menoleh, Varo tahu apa yang akan diucapkan Vero setelah ini.
"Nggak usah dilihat, tutup mata dan telinga rapat-rapat!."
...)(...
Zoya dan Lia kini ada di perpustakaan, merebahkan dirinya diatas matras. Lelah, seharian mengurus ini itu. Waktunya istirahat sejenak dikala beberapa orang lainnya sedang adu nyali dikuburan.
"Nggak ikut nggak apalah, yang penting bisa nyantai dulu," ujar Zoya.
"Zoy!."
"Apa?."
"Lo, ngerasa aneh nggak sih sama itu...Si kembar?."
Zoya menolehkan kepalanya menghadap Lia yang tiba-tiba membahas si kembar yang sangat ia tahu itu siapa. "Ngerasa aneh apa maksud lo?."
"Kayaknya dia bisa lihat-."
Lia menjeda ucapannya, memberi isyarat dengan dua jari ia gerak gerakkan. Dan, Zoya menangkap maksud Lia. "Gue tadinya juga mikir gitu."
"Lo, kok bisa nyimpulin kayak gitu?," lanjut Zoya.
"Sebenarnya, tadi denger adik bimbing gue ngomongin si Varo...eh Varo atau Vero sih yang itu?."
"Varo."
"Nah, iyah..Katanya mereka itu bisa lihat gitu gituan."
"Woy ngomongin apa nih?," seloroh Siska yang ikut membaringkan tubuhnya disamping Zoya.
"Ngomongin lo Sis," balas Zoya asal.
"Yaelah, serius gue!."
"Ngomongin Duo Twins," balas Lia.
"Si Varo sama Vero?."
Keduanya mengangguk.
"Ah ngapain lo pada ngomongin mereka? Jangan-jangan, kalian suka ya?! Ngaku kalian!"
"Idih ngapai suka sama adkel? Banyak kali Senior yang bening-bening," sahut Zoya. Lia yang mendengar itu geleng-geleng kepala.
"Awas aja nanti kecantol, Zoy."
"Bener tuh yang dibilang Lia!"
"Nggak!."
"Eh ngomong-ngomong, gue tetangga nya si kembar loh. Kalau kalian mau, gue siap kok jadi mak comblang," lanjut Siska dengan senyum lebarnya menatap langit langit perpustakaan.
"Apaan sih, jangan ngawur deh kalau ngomong," balas Lia.
"Nggak usah ngayal Sis, gue tahu siapa aja yang jadi tetangga lo!"
"Dibilangin juga, mereka itu pindahan dari Papua!"
"Hah Papua?!" teriak Zoya dan Lia bersamaan. Shasa memutar bola matanya, lihatlah temannya itu seperti tidak pernah melihat orang Papua. Tapi, Shasa pikir wajar jika mereka kaget. Karena wajah Si Kembar itu tidak ada sepersen pun Khas Papua.
"Lo, yakin?"
"Katanya nggak suka, kenapa kepo?!"
"Tau ah, nggak asyik lo!"
"Zoya..Zoya...Aneh lu!"
...)(...
Seharusnya, pulang dari Persami dia ingin merebahkan diri di atas kasurnya. Tapi, lagi dan lagi apa yang ia rencanakan hanya sebatas angan. Berdiri didepan mata tajam dengan kedua tangan berkacak pinggang- pria itu, papa Varo dengan tatapan tak bersahabat.
"Tahu apa kesalahan kamu?!."
Varo diam, tidak menjawab. Netranya menatap lurus kebawah. Dia benar-benar lelah saat ini, ingin segera memeluk pulau kapuk ternyaman dihidupnya.
"JAWAB!."
Kepala itu mendongak, hanya raut datar yang ia tunjukkan didepan Genandra. Tidak ada lagi senyuman bodoh yang selalu ia tunjukkan.
"Bisa di skip dulu nggak marahnya?!."
BRAK!
Mata Varo terpejam tak kala suara hantaman keras dari sampingnya menggelegar. Iya, meja disamping Varo terkena imbas amarah Genandra.
Varo menatap ke lantai atas, ada sepasang mata yang sedang mengawasi disana.
"Sekarang, papa mau hukum Varo apa lagi?...Potong uang jajan nggak mungkin, uang jajan Varo udah kepotong semua...Terus, motor juga masih Papa sita...."
".....Oh, atau Papa mau hukum Varo nggak makan satu bulan?, dua bulan?, tiga bulan, atau mungkin....selamanya?!."
PLAK!
"DASAR ANAK NGGAK TAHU DI UNTUNG!."
Varo tertawa miris, menyeka sudut bibirnya yang berdarah dengan ibu jarinya. Muka pria paruh baya itu merah padam dengan kilatan amarah yang tercetak jelas disorot matanya.
Cowok diatas itu sempat melangkah ingin menuruni tangga saat tamparan keras itu melayang. Tapi, lagi dan lagi dia ingat posisi mereka berdua.
"Terus, Papa mau apa? Varo udah capek, mau tidur."
"Cuma satu!..."
"....Jangan kecawain Papa lagi!."
Setelah itu Ganendra beranjak ke kamarnya. Meninggalkan Varo dengan segala rasa yang berkecambuk. Iya, dia mungkin sudah terbiasa mendapatkan perlakuan itu. Tapi kenapa rasa sakitnya tak pernah bisa hilang?.
"Bukannya kebalik ya, Om?!."
...)(...
"Masuk aja!," teriak Vero dari dalam kamarnya.
"Lagi apa?"
"Lo lihat gue ngapain?!"
"Ya ya ya selalu aja buku yang lo adepin...Lain kali move on dari buku bisa nggak Ver?! Gue yang lihat lo aja bosen."
Vero tak menjawab, lebih memilih fokus membaca rumus matematika Bab 2 yang seharusnya masih lama untuk dibahas. Bab satu saja belum semuanya selesai, tapi Vero sudah menyelesaikan semua soal juga materi Bab Satu. Itulah perbedaan Varo dan Vero dalam akademis.
Varo merebahkan dirinya di atas ranjang milik Vero. Menatap sang adik yang masih tak bergeming dari meja belajarnya. "Nggak lupa sama janji lo sama gue kan, Ver?!"
Tak ada suara yang keluar dari mulut Vero. Ruangan itu hanya di isi oleh suara denting jarum jam.
"Ya, gue tahu kok...Besok maksud lo itu bakal bertambah terus, kayak bunga bank aja," ucap Varo diakhiri tawa sumbangnya.
"Lo bukan lagi anak kecil yang nggak bisa bedain jauhnya jarak kan Var?!"
"Mana luar kota dan mana luar pulau!" lanjut Vero menaikkan volumenya.
"GUE TAHU ANJING!!!"
Varo terduduk dengan tangan terkepal kuat, matanya menyorot tajam Vero yang membelakanginya.
"Terus? Kenapa lo tagih janji itu kalau lo sendiri tahu akhirnya?!"
Hening yang cukup lama. Pikiran keduanya sama-sama penuh sekarang. Tak tahu apa yang harus mereka lakukan disaat rindu ingin bertemu tak akan pernah terwujud.
"Iya gue munafik, Var... Besok yang gue maksud itu kalau kita udah nggak sibuk sekolah, paling lama harus tunggu libur semester dulu... Nggak sekarang," jelas Vero dengan nada rendah.
Varo melangkah mendekati pintu. Sebelum dirinya benar benar keluar, beberapa kata akhirnya terucap dari mulutnya. "Sorry, seharusnya gue bisa lebih dewasa lagi."
Pintu tertutup rapat. Setelahnya, Vero menjatuhkan kepalanya diatas meja. Memejamkan matanya. Sungguh, dia tidak ingin dalam posisi ini.
"Maaf Bang, semua ini gara-gara gue."
...♡♡♡...
...JANGAN LUPA LIKE...
...KOMEN...
...VOTE...
...SEE YOU NEXT CHAP GAES...
...LOVE YOU ALL🥰...
^^^Tertanda^^^
^^^Naoki Miki^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Indahjeremyedwardmatahelumual
kno hrs maksa anak jadi pinter sih???!!!!
2022-01-22
7
ARSY ALFAZZA
👍👍👍
2022-01-07
2
Dea Amira 🍁
mamax ch kmbar mna ya
2021-12-27
4