...Bertemu kembali....dan, awal dimana kenyataan itu yang tak kusadari akan begitu menyakitkan di hari esok. Jika aku tahu takdir berjalan seperti apa kedepannya, tak akan pernah aku biarkan hari-hari ku di isi olehmu....
"Lia, lo dapat kelas berapa?," tanya Zoya dengan napas naik turun sambil membawa banyak perlengkapan tenda.
"Kelas sepuluh Ipa tiga grup B, lo kelas?."
"Kelas Ipa 6 grup A, kenapa gue dapat anggota cowok-cowok sih?," kesal Zoya menghentakkan kakinya.
Lia tertawa ringan, lucu lihat ekspresi Zoya ketika sedang kesal. "Syukurin aja lah, nggak lo doang kok yang pegang grup cowok."
"Enak lo, dapat grup cewek."
"Ya udah lah sono tungguin depan gerbang adik-adik lo, gue mau ambil tenda dulu," ujar Lia beranjak meninggalkan Zoya yang masih memberenggut.
"Grup apa ya tadi namanya?," monolog Zoya memandang langit yang mulai menampakkan senja diufuk barat.
"Zoy, kenapa masih disini? Udah banyak yang datang tuh didepan gerbang!."
"Eh kak Hariz..Iya ini mau kedepan gerbang kok," balas Zoya menyengir, hadugh kenapa bisa lupa nama grup adik adiknya sih?.
"Yaudah sana!," Hariz menepuk pundak Zoya sebelum pergi.
"Tau ah tanya aja nanti, yang penting grup A Ipa 6," ujarnya mulai melangkah menuju gerbang dengan susah payah membawa tenda juga tongkat dan alat lainnya.
...)(...
"Bosen banget gue," keluhnya meletakkan kepala diatas meja. Tak peduli dengan sosok yang berkoar koar didepan dengan segala macam penjelasan yang tak bisa masuk di otak kecilnya.
Suara helaan napas kasar lagi-lagi keluar, menatap bimbang ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul lima sore kurang lima belas menit. Seharusnya dia bersenang senang sekarang, tidak perlu pusing berusaha memahami ocehan orang didepan papan tulis itu.
"Sekarang lagi apa ya disana? Jadi pengen ikut."
Senyum licik seketika terukir diwajahnya.
"Pak!."
Pria berkacamata itu menaikkan satu alisnya, menunggu murid baru itu kembali membuka suara. "Ijin ke kamar mandi, kebelet ini udah nggak bisa ditahan," lanjutnya tak lupa memegang sesuatu yang tertutup celana dengan wajah seakan menahan cairan yang ingin keluar agar aktingnya semakin perfeck.
Pria itu mengangguk.
"Woaahh baik banget deh Bapak...nggak usah khawatir ya pak, lanjut aja...bye!," cerocosnya berlari keluar ruangan.
Murid yang lain mengerutkan keningnya tak kala cowok itu kembali lagi mengendap endap saat guru kembali menjelaskan menghadap papan. Saat apa yang ingin dia ambil sudah dalam genggaman, seorang cewek disebelah mejanya berbisik. "Mau kabur?."
"Ssuuttt, belajar yang rajin ya...Gue dulu," balasnya juga berbisik.
Baru dua langkah berjalan jongkok suara berat mengintrupsi. Cengiran bodoh yang ia tunjukan itu semakin membuat geram pria berkacamata.
"Jangan coba-coba bolos dikelas saya!."
"Heheehee...siapa yang mau bolos sih pak?! Saya cuma mau libur aja hari ini, boleh ya?."
"Nggak ada libur baru pertama masuk-"
"Udah pak bye...belajar yang rajin ya kalian sampai botak tuh kepala!," teriaknya tak tahu malu. Seisi kelas hampir meledakkan tawa ketika guru didepannya spontan mengumpat. Ya, merasa tersindir dengan ucapan bocah ingusan itu. Benar, kepala guru itu botak dibagian tengahnya. Tipe tipe guru matematika hehehee.
...)(...
Suasana didepan gerbang SMA Adi Bangsa begitu ramai murid dengan berbagai barang bawaan yang mereka bawa. Zoya dan beberapa temannya tercengang melihat beberapa murid seperti pindahan rumah. Ya, bagaimana tidak jika salah satu cewek membawa satu koper yang berukuran sedang. Apa dia salah tempat? Ini mau persami loh, bukan mau liburan keluar kota.
"Gila sih anak sekarang," ucap Siska yang berada disamping Zoya. Teman se-Organisasinya.
"Bawa bantal, guling, selimut, nggak sekalian bawa kasur?!," kini Zoya berujar mengamati para junior yang sedang antri mengisi daftar hadir.
"Lah itu ngapain bawa koper sih? Malu maluin tau nggak," lanjut Shasa yang terlihat kesal sendiri.
"Inget inget wajahnya Sis, jangan sampai dia jadi penerus kita."
"Hm, jangan sampai!."
"Ekhmm..."
Kedua cewek itu tersenyum lebar menatap cowok dibelakang mereka. "Eh kak Joy, wahh makin keren nih...hati-hati jangan sampai junior cewek genit," celetuk Zoya.
"Kerja! Jangan gosip!."
"I..iya kak, gue kesana dulu Zoy," ucap Siska diangguki Zoya.
Joylendra, Senior mereka sekaligus ketua umum Pramuka inti.
Setelah kepergian Joy, Zoya bernapas lega. Jangan tanyakan lagi seperti apa ketegasan seorang Joylendra yang bisa membuat semua anggota Pramuka tak berkutik.
"Kak, permisi!."
Zoya mendongak, mendapati seorang cowok yang lebih tinggi darinya beserta beberapa cowok lain yang berdiri dibelakang. "Iya?."
"Kakak, yang namanya kak Zoya bukan?."
"Iya, ahh kalian dari Ipa enam grup A?."
"Iya kak," balas cowok itu tersenyum ramah.
"Udah lengkap belum ini?."
"Belum kak, tinggal satu orang."
Zoya mengangguk, kembali menghitung jumlah adik bimbingnya. "Loh kok cuma delapan orang, bukannya jumlah semua anggota sepuluh? Kalau kurang satu jadi sembilan kan?."
"Yang satunya nggak ikut kak."
"Oke, kita tunggu lima menit lagi kalau nggak datang-datang kita tinggal. Soalnya pasang tenda dulu habis itu upacara pembukaan."
Semuanya mengangguk.
Hampir lima menit mereka berdiri tak jauh dari gerbang, tapi sosok yang ditunggu tak juga tiba. Banyak regu lain yang sudah beranjak menuju lapangan. Tinggal beberapa regu yang masih setia menunggu anggotanya.
Zoya yang mulai bosan memerintah agar mereka meninggalkan satu anggota mereka. Daripada kehabisan waktu untuk mendirikan tenda hanya karena satu orang saja.
"Tunggu dulu kak...Itu dia datang," seru salah satu cowok dibaris belakang.
"Reihan! Nggak telat kan?."
"Hampir ditinggal, lama banget sih lo ngapain aja?!."
Cowok yang baru saja datang itu beralih menatap Zoya yang masih terpaku menatap dirinya. Sepertinya dia sudah berbuat salah membuat mereka menunggu, pikirnya.
"Maaf kak saya telat," ujarnya.
Apa ini? Zoya tidak salah dengarkan dia mengucapkan maaf? Ahh pasti karena peringatan Zoya kemarin dia jadi bersikap sopan.
"Tidak apa, lain kali tepat waktu!."
...)(...
Sedari tadi Zoya terus memperhatikan cowok itu. Ada yang berbeda dari sikapnya, entah kenapa Zoya lebih tertarik mengamati setiap pergerakan adik bimbingnya yang satu itu. Ada yang aneh. Atau hanya perasaan Zoya saja?.
"Kak, pancangnya kurang dua," ujar Reihan membuyarkan lamunan Zoya.
"Oh yaudah tunggu dulu."
Reihan kembali membantu yang lain memasukkan barang-barang kedalam tenda.
"Zoya, lo dipanggil kak Hariz," ujar Lia yang baru saja datang.
"Kenapa?."
"Nggak tahu, udah sono!."
"Oh iya bentar."
Lia meninggalkan sahabatnya yang beralih menatap cowok itu. Langkah ringan membawa Zoya mendekatinya. "Kamu ambil pancang digudang!."
Cowok itu mengerutkan keningnya. Menatap bingung kearah Zoya. "Gudang yang sebelah mana ya, kak?."
Kini ganti Zoya yang mengerutkan kening bingung. "Gudang yang kemarin kamu bantu saya ambil tongkat."
"Hah?...."
"Udah sana saya tinggal sebentar," balas Zoya cepat.
Sepeninggalan Zoya, cowok itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Gudang mana?.
"Kak Zoya bilang apa?," tanya Reihan.
"Lo tahu gudang Pramuka nggak?."
"Hah? Mana gue tahu," acuh Reihan kembali melangkah menghampiri temannya yang lain.
...)(...
"Jurit malamnya di kuburan gang sebelah aja seperti biasa," jelas Hariz diangguki beberapa anak termasuk Zoya.
"Udah disiapin semuanya kan Riz?," tanya Devi. Sahabat Hariz.
"Udah, aturannya nanti aja gue jelasin langsung sebelum permainan."
"Zoya bantu dibagian kesehatan ya nanti, nggak usah ikut jurit malam."
"Loh kak," lesu Zoya, meskipun dia tidak protes.
"Udah gitu aja, kalian boleh bubar!."
Semuanya berdiri, termasuk Zoya yang berjalan lemas. Padahal dia ingin sekali ikut jurid malam, akan tetapi bagian pendamping jurid malam di ubah. Hanya senior cowok dan beberapa cewek yang boleh ikut. Beberapa stay di sekolah termasuk sie kesehatan dan keamanan.
Sesaat Zoya kembali ke anggota regunya, semua sudah selesai. Tenda pun sudah berdiri tegak.
Sekarang pukul lima tepat, waktu upacara pembukaan dimulai. Zoya mengarahkan anggotanya untuk baris dilapangan. Ada satu hal yang dirasakan salah satu cowok anggota regu Ipa 6 A itu. Tatapan, iya...tatapan Zoya ketika bertemu dengannya. Seperti, kakak seniornya itu tidak menyukainya. Apa karena dia datang terlambat? Ah sudahlah, dia terlalu sibuk hanya untuk memikirkan sifat cewek itu.
Hanya butuh setengah jam mereka menyelesaikan upacara pembukaan. Kini waktu mereka bersiap siap untuk melaksanakan shalat maghrib.
"Kalian siap-siap ke masjid! Saya mau ambil mukena dulu," ujar Zoya setelah memastikan adik bimbingnya itu masuk kedalam tenda.
"Siap kak!," balas Reihan paling mendominan.
Zoya mengangguk, sebelum pergi netranya saling beradu dengan netra coklat itu. Tapi yang didapatinya bukan cengiran bodoh yang pernah ia lihat. Hanya tatapan dingin yang memutus pandangan mereka lebih dulu. Tak pikir panjang, Zoya beranjak meninggalkan mereka.
Suara adzan maghrib berkumandang. Suara merdu itu, suara seorang Hariz yang paling Zoya sukai. Dengan langkah pasti, Zoya mendekat kearah tenda regunya, memastikan kalau mereka semua sudah beranjak menunaikan kewajibannya sebagai umat muslim.
Perlahan Zoya menaikkan resleting tenda, dengan sedikit penerangan dari cahaya bulan dia samar samar melihat dua orang didalam. Sampai tenda itu terbuka sepenuhnya- dan disaat itulah mata Zoya terbelalak. Didetik berikutnya dia berteriak kencang dengan tubuh terhuyung kebelakang. Kedua tangannya menutupi wajah sambil menggeleng gelengkan kepala.
"Zoya ada apa?!," tanya Pak Irfan panik, selaku satpam sekaligus salah satu pembina Pramuka.
Zoya menurunkan kedua tangan yang menutupi wajahnya. Tidak peduli dengan pertanyaan Pak Irfan. Napasnya masih naik turun menatap dua sosok dihadapannya itu. Mulut dan matanya terbuka lebar. Beberapa orang kini bergerombol saat mendengar teriakan Zoya yang cukup menggelegar.
"Zoya kamu ini kenapa?!," tegas Pak Irfan menggoyang lengannya.
"Hah?," beonya menoleh kearah Pak Irfan yang masih terlihat khawatir.
Salah satu cowok yang berdiri didepannya kini tersenyum lebar.
Ya, senyum itu.
"Maaf pak, nggak ada apa-apa kok," balas Zoya tersenyum meyakinkan dan menatap sekelilingnya.
"Udah, nggak ada apa-apa...Kalian lanjut ke masjid aja!," lanjutnya. Anak-anak yang lainpun bubar menuju masjid. Hampir saja mereka menunggu hal yang ingin mereka dengar dari mulut Zoya. Pasti kalian tahu lah apa yang mereka pikirkan saat Zoya berteriak.
"Jangan bikin rusuh kamu!," tegur Pak Irfan dibalas senyum kecil Zoya.
Keadaan hening setelah Pak Irfan meninggalkan ketiga orang itu. Zoya tak bergeming dari tempatnya semula. Masih terpaku menatap dua orang didepannya sekarang.
Satu dengan wajah datar, dan satunya dengan tampang berseri seri.
"Hai Kak Zoya! Kita bertemu lagii wwuyeehhh...." ujarnya meninju udara dengan tangan terkepal penuh semangat.
Zoya mengehela napas kasar.
"Jadi...kalian kembar?."
"Yupss! Kenalin kak..."
"....Saya Upin eh- salah...Saya Varo, dan ini adik saya Vero," ujarnya menirukan logat Upin dengan senyum lebar yang membuat Zoya tahu siapa dia. Dia, cowok aneh yang ia temui kemarin.
Sekarang Vero tahu, kenapa Seniornya itu memandangnya tak biasa. Iya, karena lagi-lagi orang baru akan salah menilai antara dirinya dan sang kakak.
"Zoya lo nggak shalat?! Buruan udah komad tuh!," teriak Lia dari kejauhan.
Zoya kembali menatap keduanya, dan tetap sama. Mereka benar-benar sama persis. Dia tidak melihat hantu yang sedang menyamar, mereka sungguh manusia yang bisa Zoya bedakan hanya dengan melihat raut wajah dan tinggi badan. Vero lebih tinggi dari Varo.
"Cepat ke masjid!," ujar Zoya lalu beranjak. Dilangkah ketiga kakinya terhenti bersama detak jantung yang tak lagi biasa.
"Kita nggak shalat kak."
Itu, suara Varo.
Beberapa detik setelah Zoya menyadari, dia menoleh. Keduanya menatap Zoya dengan raut berbeda.
"Maaf, saya nggak tahu."
Dari tempatnya berdiri, dibawah penerangan bulan Zoya terpaku melihat sebuah kalung terpasang dileher Varo. Iya, kalung dengan bentuk salib bertengger baik disana. Kenapa dia baru menyadari adanya kalung itu?
Satu kenyataan yang baru saja ia ketahui. Mungkin, sekarang belum waktunya dimana dia menganggap kenyataan itu biasa-biasa saja. Tapi entah untuk hari esok...Apa kenyataan itu akan baik-baik saja seperti, sekarang?
...)(...
"Jadi lo kabur dari kelas Var?!."
"Seharusnya lo nggak bolos," ganti Vero yang berucap. Reihan menunggu balasan cowok yang masih melahap makanan yang sudah disediakan pihak sekolah. Setelah semua selesai shalat, semua murid diberi satu kotak makan malam. Kini, semua anggota regu Ipa 6 A sedang berkumpul didalam tenda menyantap makanan mereka.
"Udah lanjutin makan!."
"Habis ini kita ngapain?," lanjut Varo tetap fokus dengan kotak nasinya. Sepertinya satu jam didalam kelas bimble menguras tenaga dan pikirannya.
"Api unggun kali," balas Reihan.
"Var!."
Panggilan Vero tak di indahkan Varo.
"Varo!."
Dan untuk kedua kalinya, sang empu hanya berdehem menimpali. "Gue nggak ikut campur kali ini...Lo, urus sendiri!."
Varo tertawa ringan. Sedangkan Reihan melahap makanannya dengan rakus, berpura pura tidak mendengar dan menganggap kedua temannya itu tidak ada. Meski, dia tahu seperti apa suasana saat ini.
"Tunggu deh, bukannya lo nggak pernah ikut campur ya?!."
"Uhh takut, adik jangan melotot gitu dong...Abang jadi takut loh," ujar Varo ketika Vero menatap tajam dirinya. Reihan yang mendengar lagak ucapan Varo bergidik ngeri, ingin sekali memuntahkan isi didalam perutnya.
"Anjir, suara lo banci banget!," Nyolot Reihan dibalas gelak tawa teman temannya yang juga mendengar suara Varo tadi.
"Udah ah gue mau cari angin dulu."
"Cari angin apa cari cewek lo?!," teriak Daus, ketua regu mereka.
Varo berhenti, menggaruk nggaruk dagunya sembari menatap langit-langit tenda. "Heemmm...Dua-duanya sabi lah."
Varo meninggalkan teman temannya yang menyorakinya. Melangkah menjauhi tenda, entah kemana kakinya membawa.
"Varo!."
Cewek dengan rambut terurai itu berlari mendekati Varo yang tersenyum lebar. Cewek itu mengatur napasnya sebelum berujar kembali. "Kok lo bisa disini? Kata Vero tadi lo nggak ikut."
"Iya sih seharusnya gue nggak ikut, tapi gimana lagi...Gue pengen ikut jurid malam."
Cewek itu mengangguk dengan mulut membuntuk huruf 'O'.
"Jes, itu temen lo yang kemarin namanya siapa?," tanya Varo memandang cewek yang tak jauh darinya.
"Yang itu-."
Cewek itu mendelik ke arah Varo, tak melanjutkan ucapannya. Dia, Jeslyn Kiaranti. Teman Varo dan Vero sejak mereka pindah dan memasuki SMP Tunawiksa. "Nggak usah modusin temen gue ya...Dasar buaya!."
"Ck, pikiran lo jelek amat kalau sama gue."
"Emang apa yang harus gue pikirin dari sikap lo yang mines itu hah?!."
"Dari dulu suka banget gombalin cewek-cewek," lanjut Jeslyn melengos tanpa peduli Varo yang sudah mengumpatinya.
"Sikap gue dibilang mines?!....Dasar Jeslyn, suka bener."
Varo tak sadar jika sedari tadi ia bersama Jeslyn sepasang mata memperhatikan. Mungkin, dia memastikan bahwa yang dilihatnya itu si dia atau satunya.
"Woy! Ngapain bengong ditengah jalan lo?! Awas kesambet."
"Apaan sih Sha," kaget Zoya mengelus dadanya.
"Lagi lihat apa sih Zoy?," tanya Shasa mencoba mengikuti arah pandang Zoya. Untung saja keadaan sedang ramai, Shasa jadi tidak tahu apa yang dilihat temannya itu.
"Ya udah gue mau ke belakang dulu," ujar Zoya.
Berakhirlah Zoya didalam kamar mandi yang terletak paling belakang. Terpaksa dia memasuki kamar mandi yang cukup menyeramkan ini, jika tidak kamar mandi depan dekat lapangan tidak ramai. Bagaimana lagi, cairannya ingin segera dikeluarkan.
"Ahh leganya," ucapnya setelah menutup pintu kembali. Pandangan Zoya beralih ke sekeliling yang sangat sepi, bayangan bayangan mengerikan tiba-tiba saja hinggap dipikirannya. Tanpa menoleh kebelakang, Zoya melangkah cepat keluar.
Dia melewati lorong-lorong kelas dengan langkah yang semakin cepat. Bulu kuduknya sudah berdiri sejak dia meninggalkan kamar mandi itu. Tapi, langkahnya seketika terhenti tak kala menangkap sesosok berdiri didepan pintu Laboratrium Biologi.
Matanya menyipit agar bisa melihat sosok itu dengan jelas, karena penerangan yang minim. Sosok itu menoleh menatap dengan tatapan kosong.
Tidak bisa dipungkiri jantung Zoya saat ini hampir copot. Tapi akal sehatnya sekarang mengajak ia berjalan mendekati sosok itu.
"Kamu ngapain disini?!."
Tak ada jawaban, pandangannya kosong menatap Zoya. Membuat cewek itu berpikir yang tidak-tidak. Dengan satu kali hentakan, tangan Zoya mendarat dipundak cowok itu dan- detik berikutnya Zoya melotot disaat tubuh itu luruh ke bawah.
"Hei!."
...♡♡♡...
...HOLAP HOLAAP👋...
...Mampir di story Zehntara dulu yuk sambil nunggu Update☺...
Menurut kalian kepanjangan nggak sih? Takutnya kalau kepanjangan jadi ngebosenin😌 Tolong dijawab ya Friends🤗
...JANGAN LUPA LIKE...
...KOMEN...
...VOTE...
...SEE YOU NEXT CHAP GAES...
...LOVE YOU ALL😚...
^^^Tertanda^^^
^^^Naoki Miki^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Dea Amira 🍁
apaan tuh
2021-12-27
3
🍓ིη𝔞Ĺ𝔞🐰
lanjut kak.
semangat 🍓🍓🍓
2021-12-24
2
Nana
Mengsedihhh:(
2021-12-10
1