...Kini aku sadar, waktu yang dulu pernah ada dan tak pernah aku inginkan..Justru, sekarang menjadi momen yang paling aku rindukan....
Seperti biasa, hari senin adalah hari yang paling dibenci para murid. Masih banyak waktu sebelum upacara dimulai. Bahkan bisa dihitung berapa murid yang sudah datang, termasuk Zoya, Lia, Ayu, dan Laila.
Oh ya, mereka adalah sahabat sejak menginjak bangku SMA. Bahkan mereka memberikan nama gengnya dengan sebutan Empat Semprul.
Kalian sudah pasti tahu siapa Lia bukan? Sekarang perkenalkan sahabat Zoya yang sangat anggun, kalem, polos, tapi- punya mantan banyak...Ayu Dwi Zahra, begitulah dia. Ya, mungkin karena dia seperti namanya...Ayu. Banyak cowok yang mendekati, namun sayang karena kepolosannya dia sering di ghosting. Memang ya, cowok kalau lihat yang lebih bening dikit aja langsung belok kanan.
Dan satu ini, sifatnya hampir sama dengan Zoya...Laila anggraina, wataknya yang keras kepala sama seperti Zoya, bahkan sering sekali mereka berdua saling diam hanya karena perbedaan pendapat. Tapi, disisi lain jika keduanya sama-sama kompak, pasti keduanya sangat club. Selain itu, dialah yang paling resek diantara mereka ber empat.
Sampai disitu kalian tahu bagaimana sikap masing-masing. Dan yang terpenting, hanya mereka lah yang tahu sejarah 'Berbeda' itu. Sampai detik ini pun mereka ingat bagaimana hari-hari dilalui dengan tangis dan tawa hanya karena sebuah kenyataan.
"Zoya ikut gue cari air yuk!" teriak Laila dengan sebelah tangan membawa timba.
"Cari air di kelas sebelah ngapain ajak-ajak?!" balas Zoya yang masih fokus menyalin tugas Lia. Kebiasaan, Lia selalu menjadi tempat sahabat sahabatnya itu menagih tugas. Dasar, dari mereka semua hanya Lia lah yang paling waras.
"Malu gue, banyak adik kelas."
"Ck, cuma sama adkel aja ngapain malu sih?! Sok cool gitu loh, jangan malu-malu kucing!"
Laila yang sudah diambang pintu mendengus sebal. Melihat seluruh penjuru kelas yang sibuk mengerjakan Tugas Rumah di Sekolah. Sedangkan kedua sahabat yang lainnya masih dikamar mandi, mau tak mau Laila menarik tangan Zoya sampai keluar dari bangkunya. "Nih! Lo aja kalau nggak punya malu. Biar gue aja yang kerjain tugas lo!" ketus Laila memberikan timba ditangan Zoya yang kini beranjak keluar kelas.
Ya rutinitas mereka setiap pagi adalah menyiram tanaman yang mereka buat didepan kelas. Karena didepan kelas mereka terdapat Gazebo dan juga beberapa tanaman yang harus dirawat.
"Masih sepi aja malu-malu, biasanya juga nggak punya malu tuh anak kalau ada jantan," dumel Zoya setelah sampai didepan kran.
Sambil menunggu timba penuh dirinya bersenandung kecil tanpa tahu dibelakang ada sepasang mata yang mengawasi. Ketika mengangkat timba dan membalikkan badan-
"Astaghfirullah," teriak Zoya, dan didetik berikutnya dia menggeram kesal. Bagaimana tidak jika saking terkejutnya timba yang ia pegang merosot sampai roknya basah terkena air.
Malu, sangat malu.
Banyak pasang mata yang tertuju pada Zoya sekarang. Sial sekali hari ini. Tanpa kata dia beranjak meninggalkan area kelas yang ia lupa bahwa itu adalah kelas sepuluh Ipa 6...Kelas Si Kembar.
BRAK!
"Anj...Lo kenapa woy! Ngagetin tahu nggak, ck."
"Gara-gara lo aisshh malu gue!" balas Zoya menenggelamkan kepalanya diatas meja dengan kaki dihentak hentakkan. Laila yang mendengar itu pun mengerutkan keningnya bingung.
"Malu kenapa? Terus itu rok kenapa basah?"
"Aaarrgghhhh LAILAAA..."
"APAAA ZOYAA?!"
Hening beberapa saat sampai suara ketukan membuat semua yang ada disana menoleh kearah pintu. Dan- jantung Zoya kali ini berdegup lebih kencang.
"Permisi kak, ini mau balikin timbanya...ketinggalan tadi," ujarnya dengan senyum lebar memandang Zoya yang tepat berada di dinding sebelah pintu. Kali ini dia menyesal, kenapa bangkunya harus dekat pinti sih?
Ya, siapa lagi dia yang mempunyai senyum lebar dengan sifat periangnya kalau bukan Alvaro Genandra. Setelah ucapannya tadi semua orang kembali sibuk dengan aktifitasnya, kurang beberapa menit lagi upacara dimulai.
"Zoy, ambil! Malah bengong," sentak Laila.
Mau tak mau Zoya mendekat dan mengambil timba dengan kasar. Tanpa basa basi dirinya beranjak kebelakang untuk menaruh timba itu. Varo tersenyum manis tanpa pengetahuan Zoya, tapi tingkah Varo itu direkam netra Laila.
"Heh! Ngapain lo masih disini?! Senyum senyum sendiri lagi."
Varo yang disentak sedikit terkejut, tak lama kemudian dia terlihat berpikir.Lalu tersenyum miring membuat Laila jengah.
"Assalamualaikum!" ucap Lia yang baru saja memasuki kelas bersama Ayu.
"Loh kamu ngapain di sini?"
"Hai kak Lia!" melainkan menjawab pertanyaan, Varo dengan girang menyapa Lia.
"Ha-hai," beo Lia juga membalas lambaian tangan Varo.
"Eekkhhmmm...."
Siapa itu? Siapa lagi kalau bukan Laila.
Dibangku belakang, Zoya menggeram kesal. Kenapa makhluk itu tidak pergi pergi? Dia kan harus menyelesaikan tugas yang sialnya ada di jam pertama. Laila juga, katanya mau mengerjakan tugasnya, kenapa malah ngobrol sama itu anak?, batin Zoya yang terus ngedumel.
"Ya udah kak makasih banyak, nanti kalau dapat pinjaman dari Vero aku traktir," teriak Varo sebelum menghilang dibalik pintu. Hanya itu yang bisa Zoya dengar, sebelumnya entah ketiga sahabatnya itu berbincang apa dengan Varo.
"Kalian ngomongin apaan?!" seloroh Zoya.
Ketiganya sama-sama berdehem dan mengalihkan pandangan agar tak bersitatap dengan Zoya. Sikap mereka malah membuat Zoya semakin curiga. "Kalian ngomongin gue, ya?!"
"Idih kepedean lo! Nggak tertarik gue ngomongin lo," balas Laila.
"Terus maksud tuh anak apa kok traktir traktir hah?!"
"Biasa, si Laila minta pajak ke adkel," balas Ayu santai.
"Benar itu, Lia?!" kini Zoya menatap tajam Lia. Iya, dia tahu kalau Lia itu sulit sekali untuk berbohong.
"Ahh..I..iya kali."
"Nah kan bohong!," teriak Zoya menatap satu persatu sahabatnya.
"Ck, lo ngapain kepo banget sih Zoya?! Nggak ada yang ngomongin lo juga, nggak usah kepedean!" sewot Laila.
...)(...
Diujung lorong yang jauh akan keramaian sosok itu terduduk dengan punggung ia senderkan ke dinding. Asap rokok keluar dari mulutnya. Menghisap kembali sebatang rokok yang tinggal sedikit itu. Ya, seperti inilah setiap harinya....lari dari kewajibannya sebagai pelajar. Bolos di akhir jam pelajaran selalu dilakukan, dan itu sudah menjadi hal wajar baginya.
Langkah derap kaki terdengar semakin mendekati tempat itu, semakin lama semakin terlihat wajah asing baginya. Seperti terganggu dengan kehadiran sosok itu, dia beranjak berdiri dengan tatapan sengit menatap cowok yang kini tepat berada didepannya.
Sebelum membuka suara, dia menjatuhkan putung rokok dan menginjaknya. "Lo, tahu ini daerah siapa?!"
"Tunggu.. Sebelumnya gue ke sini nggak mau cari masalah."
"Terus?!"
"Gue butuh bantuan lo."
Cowok itu tersenyum miring, menatap orang asing itu dari atas sampai bawah. "Bantuan, ya?!"
Ada jeda cukup lama diantara mereka yang saling pandang dengan tatapan dingin. Menelisik satu sama lain sampai suara berat itu memecah dibarengi uluran tangan.
"Arex Adiwijaya."
"Alvaro Genandra," balasnya menjabat uluran tangan, Arex.
Dia, Arex Adiwijaya...Siswa yang terkenal buruk itu ternyata sepupu Zoya. Tidak banyak yang mengetahui kalau mereka mempunyai ikatan keluarga, hanya orang terdekat mereka saja. Bahkan Zoya dan Arex seperti orang yang tak saling mengenal jika bertemu di Sekolah. Satu hal yang perlu kalian tahu tentang Arex, dia...ketua persilatan yang kadang suka membuat masalah. Cowok berandal Adi Bangsa yang terkenal preman berkedok ustadz. Ya, seperti itulah mereka mengenal Arex sejauh ini. Sifatnya yang bar-bar itu kadang tertutupi oleh sifatnya yang rajin beribadah juga suka bersedekah. Bahkan setiap sore Arex selalu mengajar ngaji anak-anak kompleks di mushola. Sahabatnya lah yang menjadi saksi kepribadian ganda Arex selama ini.
"Mau?" tawar Arex menyodorkan sebatang rokok yang dibalas gelengan Varo.
Sedangkan dilain tempat, saudara kembarnya itu tak fokus dengan penjalasan guru didepan. Pikirannya kacau hanya karena abangnya yang tak kunjung kembali dari toilet.
"Apa dia bolos?" gumam Vero meremas bukunya.
...)(...
"Dari mana?!"
"Dari mana manaa...Dari mana manaa...Dari mana manaaaa..."
"Varo?!"
Hening, semua pasang mata tertuju pada dua manusia itu. Beberapa detik seisi kelas kembali pada aktifitasnya yang sempat tertunda.
Varo tak menghiraukan adiknya itu, melanjutkan langkahnya menuju tempat duduk. Sebelum kepalanya benar benar menyentuh meja, beberapa kertas terlebih dulu tersimpan diatas dengan sempurna.
"Gue tunggu sampai pulang sekolah!"
"Ap-"
"Isi aja dulu!" seloroh Vero yang langsung mendapat tatapan horor.
"Ck, nggak sekalian badan lo yang gue isi? Biar gendutan dikit," ujar Varo asal.
Dengan kasar dia mengambil bolpoin dari teman cewek yang duduk dibelakangnya.
"Pinjam, kalau nggak mau kuburan lo sempit!"
Cewek itu mendengus sebal. Dasar!
"Widih! Lo ikut kelas unggulan, Var?!" heboh Reihan merebut kertas formulir pendaftaran kelas unggulan.
"Ck, sini balikin!"
"Lo, serius?!" tanya Reihan memasang wajah tak percaya yang semakin membuat kesal Varo. Apa dia sebodoh itu sampai sahabatnya sendiri terkaget kaget?
"Bacot lu!"
"Weehh sellow men...Tapi, lo beneran mau ikut? Terus, nanti gue sendiri dong dikelas ini."
"Yaudah tinggal daftar aja apa susahnya?"
"Otak sama money gue yang nggak mendukung, Var!"
Varo tertawa renyah. Sama aja bohong kalau dua duanya tidak memadai. Kelas unggulan adalah kelas yang sangat tinggi derajatnya, harus kuat mental.
"Yaudah disini aja, belum tentu juga gue lolos tes."
...)(...
Zoya bernapas lega ketika mendapati kelas sebelah sudah kosong. Pasalnya, sepulang sekolah ini dia dan Lia harus menyirami tanaman yang tadi sempat tertunda. Entah gara-gara apa, sejak kejadian malam persami kemarin dia merasa enggan bertemu dengan cowok bernama Varo. Setiap bertemu cowok itu, Zoya selalu dalam mood yang buruk. Kadang merasa jengkel, tapi dilain sisi dia juga merasa malu. Entah malu karena apa, Zoya sendiri tidak mengerti.
"Entar malem lo jadi ke rumah gue kan?"
"Jadilah, emang mau nggak dapat nilai apa lo?!" balas Zoya.
"Oke, gue tunggu jangan malam malam."
"Hmm."
Zoya yang masih sibuk menyirami tanaman tak sadar akan kehadiran sosok yang sudah duduk anteng digazebo. Lia yang menyadari hanya bisa diam saat orang yang tak lain Varo menempelkan jari telunjukknya ke bibir.
Dia melirik tas Zoya yang berada disampingnya, dengan gesit Varo membawa tas itu dan berjalan santai melewati Zoya. Sang empunya tas pun mendelik, sedikit terkejut melihat Varo yang berjalan mundur dengan senyuman lebar membawa tasnya.
Didalam hati Zoya mengumpat. Sial!
"Tas gue! Balikin nggak?!"
"Kalau mau, ambil sendiri," balas Varo menyengir semakin lebar. Tidak berhenti, malah membalikkan badan berjalan santai menjauh dari pandangan Zoya yang sudah berkilat amarah.
"BIKIN GUE KESEL AJA TUH ORANG!"
Lia yang melihat itu tersenyum geli. "Daripada ngamuk nggak jelas, mending kejar gih! Daripada tas lo dibawa pulang sama tuh anak."
"Bikin kerjaan aja sih, males ahh..."
"....Lo aja yang ambil!"
"Loh, kok gue? Yang punya tas siapa juga," acuh Lia merebut selang dari tangan Zoya. "Udah sana ambil! Keburu pulang beneran itu anak."
Zoya mengepalkan tangan dengan wajah memerah. Beranjak dengan kaki yang dihentak hentakkan. Ratusan umpatan terus diucapkannya dalam hati, meski berulang kali juga ia beristighfar.
"Awas aja ya lu, gue pites ntar!"
Di parkiran cowok itu dengan santainya nangkring diatas motor yang tak asing bagi Zoya. Ya, itu motornya. Kenapa si curut itu bisa tahu motor Zoya?
"Turun lo!" tunjuk Zoya yang sudah tak bisa menormalkan nada bicaranya. Tidak, sekarang bukan waktunya untuk dia malu. Kenapa harus malu didepan cowok yang nggak pernah punya rasa malu?
"Heheehee..mau ambil ini ya, kak?"
"Lo pikir?!," ngegas Zoya melipat kedua tangannya didepan dada. Menatap tajam kedua pasang mata Varo yang berseri seri.
"Varo pikir, mau ketemu sama Varo," balasnya cengengesan.
"Nggak usah bacot! Balikin!"
"Nggak!"
"Gue masih minta secara halus loh, ya! Jangan suruh gue pakai kekerasan."
"Widih, kakak jago bela diri? Woahh hebat...keren, Varo makin like deh."
Zoya mendelik, benar-benar minta dihajar yah ni anak.
"Lo kok berani banget sih sama Senior, hah?!"
"Ya lebih baik berani di depan daripada cari muka doang tapi dibelakang ngomongin...Sorry, Varo nggak serendah itu orangnya!"
Tak banyak bicara lagi, Zoya melangkah mendekat...mencoba mengambil tasnya. Tapi sayang, Varo dengan gesit mengangkat tas itu setinggi mungkin,
dan sialnya tinggi Zoya hanya sebatas dada Varo.
"Sial, siniin nggak?!"
"Dengan satu syarat."
Zoya menghela napas kasar. Lihatlah, dia sudah mengeluarkan sikap bar-bar nya didepan Junior...tapi sayang beribu sayang, Juniornya itu sudah pada level kurang waras.
"Apa?! Jangan coba main-main ya lo!"
"Eh, nggak jadi satu syarat deh-"
"Lo?!" potong Zoya geram menunjuk Varo didepan wajahnya lalu mengepalkan tangannya kuat kuat.
"Dua syarat, tambah satu..Oke?!"
"Terserah, apa cepet?! gue nggak punya waktu buat ngeladenin orang sinting kayak lo!"
"Sans dong kak, galak amat...makin gemes deh lih-"
"BURUAN!"
"Upss oke..."
"....Syarat pertama-"
Hening beberapa detik sampai ucapan Varo membuat Zoya semakin kesal. "Aku pengen denger kakak panggil nama Varo," lanjutnya tersenyum manis menaikkan satu alisnya.
"Lo itu kurang kerjaan atau gimana sih, hah?!"
"Lah ini lagi kerja..."
"....Ngerjain Senior maksudnya."
"VARO?!"
Upss, kelepasan.
Zoya mendelik, spontan menutup mulutnya dengan kedua telapak tangan. Sedangkan Varo tersenyum penuh kemenangan. Dasar, mulut kalau lagi emosi nggak bisa dikontrol. "Apa kak? Nggak denger...Coba ulangi!"
Zoya menarik napas dalam-dalam sebelum amarahnya kembali meledak. Dengan satu tarikan napas dia kembali bersuara dengan nada rendah. Harus ekstra sabar mengahadapi makhluk yang tiba tiba datang membuat hidupnya tak karuan. "Selagi gue masih baik hati dan nggak mau cari masalah cuma gara-gara kasus pembunuhan mending lo cepet bilang apa syarat kedunya, oke?!"
"Ihh serem, kak Zoya ternyata woman psychopat ya."
"Anj...astaghfirullah didepan adkel nggak boleh ngumpat Zoy, inget!" gumamnya
Cewek itu mengatupkan kembali mulutnya yang hampir saja kelepasan. "Bisa nggak ngomong itu yang penting penting aja, nggak usah kelewat jalur pembicaraan! Tinggal bilang aja susah banget sih?!"
"Oke oke syarat pertama lolos, sekarang syarat kedua anter Varo ketempat les!"
"Hah? Nggak mau, lo kira gue tukang ojek apa?!"
"Ya udah, tasnya nggak Varo balikin."
"ARGHHHH MATI AJA LO!"
...♡♡♡...
...HOLAP HOLAAP👋...
^^^Tertanda^^^
^^^Naoki Miki^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
ARSY ALFAZZA
👍👍👍👍
2022-01-07
4
Dea Amira 🍁
iseng bnget ch varo 🤣🤣🤣
2021-12-27
2
Rhiedha Nasrowi
udah baca sejauh ini tapi masih bingung 😁😁
2021-12-20
3