"Honey..."
"Kamu dimana Sayang?" panggil Elang, begitu sampai di rumah.
Elang, baru saja pulang dari rumah sakit, karena semalam dua harus menemani Anjani, yang baru saja sadar dari komanya.
Tadi, dia pamit pulang terlebih dahulu pada Anjani, karena dia tidak membawa baju ganti, sebab kemarin itu dia juga baru datang dari kantor.
Anjani, yang tahu jika Elang telah memiliki istri, tidak merasa keberatan jika Elang harus pulang ke rumah. Justru, Anjani meminta kepada Elang, agar tidak terlalu memikirkan dirinya.
"Sayang. Kamu masih tidur?" tanya Elang, begitu masuk ke dalam kamar.
Di tempat tidur, tampak Adhisti yang masih dalam keadaan terbaring tidur.
Cup, cup, cup!
Elang, mengecup beberapa kali kening istrinya, agar segera membuka matanya.
"Hem..."
Usaha Elang, membuahkan hasil. Istrinya, tampak membuka matanya, meskipun masih belum sempurna.
Cup!
Kali ini, Elang mengecup bibir istrinya itu dengan sekilas, agar cepat bangun.
"Mas..."
Adhisti, benar-benar terbangun dan segera melihat wajah suaminya sendiri.
"Nyenyak banget tidurnya. Sampai-sampai, Mas datang gak kedengaran ya," kata Elang, dengan mencubit ujung hidung istrinya itu.
"Iya nih Mas. Rasanya kok Aku capek dan lemas ini, apa karena Elang junior ya?"
Adhisti, segera menutup mulutnya sendiri, karena merasa kecolongan, sudah bicara soal kehamilannya dengan Elang.
"Maksud Kamu, apa Sayang?" tanya Elang cepat, saat dia mendengar perkataan istrinya tadi.
"Ehmmm... gak apa-apa Mas," jawab Adhisti, dengan wajah yang gugup.
"Apa yang sedang Kamu sembunyikan Sayang? ayo, jangan bikin Aku penasaran ya!" tanya Elang sambil mengelitik Adhisti, agar mau menjelaskan soal perkataannya yang tadi.
"Bukan apa-apa Mas... hehehe, geli Mas. Udah-udah!" kata Adhisti, dengan menahan rasa geli, dan meminta Elang untuk menghentikan kelakuan itu.
"Jelasin dulu apa tadi maksudnya," jawab Elang, tidak mau berhenti mengelitik Adhisti.
"Iya-iya. Nanti Aku jawab dan jelaskan juga. Tapi mandi dulu sana, bau!"
Adhisti menutup hidungnya, pura-pura membau dengan bau badan suaminya, yang dia tahu jika tidak berganti pakaian sedari kemarin.
"Biarin. Bau juga Kamu suka!"
Elang justru semakin menjadi. Dia naik ke atas tempat tidur, dan memeluk tubuh istrinya itu.
"Ihhhh... dibilang bau juga Mas ini," gerutu Adhisti dengan manja.
"Hahaha..."
Elang tertawa lepas, dan kembali memeluk istrinya itu dengan penuh cinta.
"Mau gak?" tanya Elang, sambil mengedip-ngedipkan sebelah matanya untuk menggoda istrinya itu.
"Mau apaan?" tanya Adhisti bingung.
"Mau..."
Elang sengaja menjeda kata-katanya sendiri, agar Adhisti lebih penasaran lagi. Tapi, tak lama, keduanya sama-sama tidak bisa menahan diri lagi.
Satu jam kemudian, saat Elang sudah rapi dan bersiap untuk pergi ke kantor, Adhisti mendekat dan memeluknya dari belakang.
"Mas..."
"Ya, ada apa Sayang, masih mau ikut kerja? istirahat saja dulu!"
"Bukan," jawab Adhisti cepat.
"Apa?" tanya Elang, merasa penasaran dengan bahasa tubuh dari istrinya itu.
"Mau lagi?" tebak Elang dengan wajah cerah.
"Ihhh, bukan!"
"Apa dong?" tanya Elang ingin tahu.
"Elang junior," jawab Adhisti, kemudian menunjukkan sesuatu pada suaminya itu.
Elang menerima benda kecil yang diberikan oleh istrinya, kemudian memperhatikan dengan sebaik mungkin.
"Ini... ini artinya...?" tanya Elang, tidak bisa melanjutkan kata-katanya sendiri. Dia merasa penuh sesak, karena bahagia.
Keduanya, saling berpelukan dengan wajah penuh dengan kebahagiaan.
"Terima kasih Sayang," ucap Elang, dengan mencium kening istrinya yang ada di dalam pelukannya.
Mereka berdua, saling berpelukan lagi. Meresapi keindahan dan kebahagiaan yang baru saja mereka rasakan sekarang ini.
*****
Beberapa hari terakhir ini, Elang Samudra, harus bisa membagi waktu dengan baik, antara pulang ke rumah dan rumah sakit. Dia tidak bisa mengabaikan Anjani begitu saja, begitu juga dengan Adhisti, istrinya yang sedang hamil dua minggu.
"Mas. Mas pasti capek bolak-balik ke rumah sakit ini. Lebih baik, Mas tidak usah kesini lagi. Aku sudah bisa berjalan meskipun belum sempurna. Aku ada yang jaga juga kan, meskipun hanya dengan para perawat."
Elang, mendengar perkataan dari Anjani, yang baru saja selesai makan malam. Dia, tadi datang dengan membawa nasi Padang, seperti yang diminta Anjani kemarin itu.
"Aku tidak capek. Dan ini adalah kewajiban yang Aku miliki. Tapi, ini bukan beban juga," kata Elang, menjelaskan posisinya sebagai suami dari Anjani.
"Tapi sebaiknya, Mas fokus memperhatikan istri Mas yang ada di rumah. Dia juga sedang hamil kan? kasihan kalau ditinggal-tinggal."
"Nanti kalau Kamu sudah sembuh, Aku sudah sediakan rumah yang tidak terlalu jauh dari rumahku. Jadi, tidak perlu khawatir dan banyak waktu yang terbuang, jika hanya sekedar menjenguk atau menemani dirimu. Jadi Kamu tenang saja ya," jawab Elang, menenangkan istrinya itu.
Anjani, tidak menyahuti perkataan suaminya, Elang Samudra. Dia tidak tahu harus berbuat apa lagi kalau sudah begini. Dia, yang belum mengenal Elang, mereka berdua memang belum saling kenal sebelumnya, masih harus belajar untuk memahami dan mengerti, dengan sifat serta kebiasaan dan perilaku Elang. Dia harus bisa belajar dengan cepat.
"Kamu, akan di temani satu pembantu, yang bisa membantumu, untuk kebutuhan dan keperluan sehari-hari. Jadi, Kamu hanya fokus dengan kesehatan dan pemulihan kondisi tubuh Kamu sendiri."
Anjani, kembali mendengar perkataan suaminya itu. Dia sekarang sudah selesai dengan makannya. Dia mencari tissue, dan dengan cepat, Elang ternyata paham apa yang dia butuhkan. Elang, sudah menyodorkan kotak tissue terlebih dahulu.
"Terima kasih Mas," ucap Anjani sambil tersenyum, meskipun dia tahu, jika senyuman tidak akan terlihat lebih baik, karena tertutup dengan banyak luka di wajahnya.
Elang, hanya mengangguk dan tersenyum sebagai balasannya. Dia membantu Anjani, membersihkan tempat makan yang tadi dipakai untuk makan Anjani.
"Dia begitu sabar dan tidak merasa jijik, dengan banyaknya luka yang membuat wajahku terlihat mengerikan. Lalu apa Aku bisa mengimbangi semua ini?" tanya Anjani, pada dirinya sendiri.
"Tapi, Aku juga tidak tahu, jika harus hidup sendiri. Apa yang bisa Aku lakukan dengan keadaan fisik yang seperti ini?" tanya Anjani lagi di dalam hatinya, dengan penuh kebimbangan.
"Tapi, Aku juga tidak mungkin merusak kebahagiaan keluarganya, yang baru saja dia bangun. Apalagi istrinya, saat ini sedang hamil. Tentu istrinya itu, ingin diperhatikan lebih baik dari biasanya. Dan Aku, kenapa harus jadi pihak ketiga diantara mereka berdua? Aku harus tetap bersikeras untuk memintanya, menceraikan diriku."
Berbagai pertanyaan, muncul di dalam hati Anjani. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi kedepannya. Dia juga merasa tidak nyaman jika harus ada diantara mereka berdua, Elang dan istrinya, Adhisti. Tapi Anjani tetap bertekad, jika sudah waktunya nanti, dia akan minta Elang untuk menceraikan dirinya, bagaimanapun caranya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 443 Episodes
Comments
Ni.Mar
Anjani super nerimo kasian bgt
2022-08-24
0
🐾Ocheng🐾
ocheng hadir
2022-08-15
0
Kar Genjreng
sebenere cukup pengertian yo Thor.. Andini.. tapi yo🤣🤣 tanggung jawab Elang... terus piye neh.... dilema yo..
2022-08-06
0