Rencana tetaplah sebuah rencana. Garis takdir dan perjalanan hidup manusia yang terjadi, tetap ada ditangan Sang Pencipta.
Begitulah kehidupan manusia di dunia ini. Tidak ada yang tahu dan bisa memastikan dengan benar, semua yang akan terjadi kedepannya.
Saat Elang dan Adhisti masih bersenda gurau dan juga bersenandung menghayati lagu yang mereka dengar, kecelakaan terjadi tanpa bisa Elang hindari.
Bruakkkk!!!
Sebuah sepeda motor terpental di depan mobil Elang. Ternyata, Elang tidak melihat dengan jelas bahwa ada sebuah sepeda motor yang melintas pelan di depannya.
Akhirnya, kecelakaan yang berakibat fatal itu terjadi juga, tanpa bisa Elang hindari.
"Astaghfirullah..."
Elang mengerem mobil dengan cepat. Suara ban mobil dan aspal terdengar berdecit.
Sepeda motor tersebut, terpental beberapa meter dari tempat kejadian. Elang dan Adhisti yang tidak sadar sebelumnya, terkejut dengan kejadian itu. Mereka berdua bergegas keluar untuk melihat korban, setelah Elang menepikan mobilnya.
"Cepat panggil ambulans!"
"Bagaimana korban?"
"Wah. Parah sekali!"
"Semoga bisa diselamatkan!"
Berbagai macam komentar orang-orang yang melihat kejadian tersebut. Elang dan Adhisti, menjadi sorotan utama dari warga yang menjadi saksi atas kecelakaan yang baru saja terjadi.
"Wah. Mas, hati-hati kalau nyetir!"
"Ngantuk ya?"
"Gak bisa nyetir kali."
"Tanggung jawab woiii!"
"Awas jangan kabur ya?"
"Telpon ambulans dan polisi juga!"
Ada banyak sekali orang-orang, yang memberikan usulan dan komentar. Suara simpang siur jadi terdengar di telinga.
"Maaf. Tadi Saya tidak melihat ada sepeda motor melintas di depan," jawab Elang jujur.
"Wah meleng dia!" maju seseorang yang mendengar perkataan Elang.
"Maaf-maaf. Saya pasti bertanggungjawab atas kejadian ini. Dari pada lama menunggu ambulans, bagaimana kalau korban Saya bawa langsung ke rumah sakit. Saya tidak akan kabur," kata Elang meminta agar warga mengerti dengan keadaannya.
"Bawa. Bawa sana! cepat! Kasihan kalau nunggu lama. Belum tentu ambulans datang dengan tim dokter juga," kata seorang ibu-ibu yang ikut membantu merapikan barang bawaan korban.
Akhirnya, Elang dibantu oleh beberapa orang membawa dua korban kecelakaan tersebut ke dalam mobil. Adhisti, membawa tas dan barang bawaan korban. Motor yang remuk, karena terbentur pembatas jalan, dibawa warga ke bengkel terdekat. Semuanya sudah didokumentasikan Elang dan juga pemilik bengkel.
"Saya akan bertanggung jawab atas semua ini. Jangan khawatir. Salah satu dari kalian bisa mengambil foto dari plat nomor mobil Saya."
"Iya Mas. Cepat bawa mereka ke rumah sakit!"
Salah satu warga yang mempunyai toko di dekat jalan, dan melihat kejadian itu, mengiyakan perkataan Elang.
Setelah semuanya selesai, Elang dan Adhisti masuk kedalam mobil, membawa korban menuju ke rumah sakit terdekat.
"Maaf ya Mas. Gara-gara Aku, malah jadi kayak gini."
Adhisti sadar, jika semua ini juga terjadi karena kesalahannya. Dia tadi yang memulai pembicaraan dan gurauan pada Elang. Memintanya untuk bernyanyi dan mengikuti semua yang dia inginkan.
"Sudahlah. Tidak ada yang salah dengan semua yang terjadi ini. Mungkin ini adalah takdir yang lain, yang akan membuat cinta kita bertambah kuat nantinya."
Elang mencoba menghibur Adhisti, calon istrinya itu. Padahal sebenarnya, dia juga merasa bersalah dan menyesal karena tidak berhati-hati.
Elang jadi teringat dengan nasehat mamanya tadi malam. Saat itu dia berpamitan untuk kepergiannya hari ini. Mamanya berpesan agar tetap berhati-hati, sebab biasanya, calon pengantin itu banyak sekali cobaan dan ujiannya. Makanya, orang-orang dulu menyarankan untuk dipingit saja, jika sudah dekat waktunya.
*****
Mobil masuk kedalam rumah sakit dan langsung berhenti di depan pintu IGD.
"Suster! Cepat tolong, ada dua korban kecelakaan!"
Elang berteriak memanggil suster yang berjaga. Dengan cepat, dua suster yang berjaga membawa brangkar pasien, tapi karena Elang mengatakan jika ada dua korban, satu suster memangil Security yang berada tidak jauh dari tempat mereka dan memintanya untuk mendorong satu lagi brangkar pasien.
"Pak. Tolong satu lagi brangkarnya!"
Tak lama, dua brangkar pasien berjalan menuju ke ruang IGD, untuk penanganan lebih lanjut.
"Masnya keluarga korban?" tanya salah satu dari suster tadi. Dia baru saja keluar tak lama setelah kedua korban ditangani.
"Saya... Saya yang menabrak mereka Sus," jawab Elang dengan wajah cemas.
"Kenapa Sus?" tanya Adhisti ingin tahu.
"Korban yang bapak-bapak, mengalami pendarahan di kepala dan juga tulang kering kakinya patah. Sedangkan yang wanita gegar otak dan wajahnya juga rusak parah. Mungkin kakinya juga ada tulang yang patah atau retak. Dan yang pasti, bagian punggung sobek dibagian atas. Kami harus segera melakukan tindakan operasi. Bagaimana untuk administrasinya Mas?"
Elang sangat terkejut mendengar penjelasan dari suster. Dia tidak menyangka, jika kecelakaan itu berakibat fatal pada korban.
"Lakukan yang terbaik Sus. Saya akan membiayai semua perawatan mereka."
Suster mengangguk mengerti dengan jawaban Elang. Dia segara masuk kembali ke dalam ruangan IGD dan tak lama kemudian, kedua korban di dorong untuk menuju ke arah ruang operasi.
"Mas..."
Adhisti lemas. Dia seakan-akan tidak bertenaga saat mendengar semua penjelasan dari suster tadi. Dia merasa bersalah pada korban.
"Sudah Honey. Kita berdoa saja, semoga semuanya berjalan dengan baik dan mereka berdua bisa selamat."
Adhisti mengangguk pasrah. Dia tersedu, menyesali semua yang terjadi dalam waktu singkat ini.
"Seandainya tadi Aku tidak meminta Mas Elang untuk ikut bernyanyi dan bercanda."
Seandainya tadi Aku duduk diam dan menunggu hingga sampai di villa."
Adhisti merasa menyesal dan takut dengan semua kejadian ini. Dia pasti sudah menghancurkan masa depan gadis, yang menjadi korban kecelakaan itu. Dia membayangkan, bagaimana seandainya korban tadi adalah dirinya dan bukan orang lain.
"Sudah Sayang. Kita berdoa untuk keselamatan mereka ya!"
Elang mengingatkan Adhisti, dengan memeluknya dari samping. Mereka berdua duduk di kursi tunggu yang ada didepan ruangan operasi.
"Aku takut Mas. Aku takut seandainya mereka tidak selamat. Dan ini adalah karena Aku," kata Adhisti dengan suara bergetar.
Elang menghela nafas panjang. Dia juga merasa bersalah dan menyesal. Dia juga takut jika korban tidak ada yang bisa diselamatkan. Itu artinya, dia akan berurusan dengan pihak kepolisian.
"Semoga saja mereka bisa diselamatkan dan bisa diajak berdamai. Meskipun nantinya Aku harus menanggung semua biaya hidup mereka kedepannya. Aku rela, asalkan mereka selamat."
Elang mengatakan itu pada Adhisti. Dia juga tidak mau jika harus dipenjara, karena kecelakaan ini. Dia tidak mau meninggalkan Adhisti sendiri.
*****
Beberapa jam kemudian.
Pintu ruang operasi terbuka. Satu suster keluar memangil Elang.
"Mas. Bisa masuk sekarang!"
"Ada apa sus?" tanya Elang takut. Dia tidak bisa membayangkan jika operasi itu gagal.
"Bapak yang tadi siuman dan meminta anda masuk."
Akhirnya elang dan Adhisti ikut masuk ke dalam ruang operasi.
"Mas. Saya tidak akan lama lagi. Kamu harus menikahi anak Saya."
Bapak tua itu meminta Elang untuk menikahi putrinya yang masih dalam keadaan koma.
"Dia akan cacat seumur hidup. Saya tidak yakin jika akan ada laki-laki yang mau menikahinya nanti. Jadi Kamu harus bertanggung jawab atas semua ini," kata bapak tadi melanjutkan kata-katanya.
Elang menoleh pada Adhisti. Adhisti bingung tapi dia juga mengangguk dengan pasrah.
Akhirnya, pernikahan dadakan itu terjadi diruang operasi, dengan pengantin wanitanya yang masih terbaring koma.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 443 Episodes
Comments
Ni.Mar
bagus bgt thor ceritanya hadehhhh pusing dong Adisty. belum nikah dan jd yg kedua
2022-08-23
0
Kar Genjreng
ha berarti bojone 2 mengko kui.. nasib 😔😔😔😔😔
2022-08-06
0
Kasnah Een
mampir kk smgseru
2022-05-31
0