Jenaka masuk ke dalam kamar yang sudah disiapkan untuknya. Kamar dengan kasur besar dan terlihat jauh lebih nyaman dari kamarnya di rumah Ayah dan Bunda.
Mandala menaruh koper Jenaka di dalam kamar lalu mengeluarkan sebuah foto dan memberikannya pada Jenaka.
"Foto pernikahan? Ini foto-" Jenaka menutup mulutnya dengan tangannya saat melihat siapa yang ada di foto tersebut.
"Itu fotoku dan istri pertamaku, Kinara. Kami sudah menikah siri. Sayangnya, hubungan kami tidak direstui oleh kedua orang tuaku. Mereka malah menikahkan kita berdua." Mandala terlihat tenang saat mengatakannya. Tak ada kata maaf. Tak ada rasa bersalah sama sekali.
Jenaka masih belum menyadari kalau semua ini nyata. Sampai air matanya yang menetes tanpa bisa Ia tahan. "Maksud Kak Mandala, pernikahan ini cuma pura-pura?" tanya Jenaka dengan suara yang susah payah Ia keluarkan.
"Pernikahan ini bukan pura-pura. Pernikahan ini benar adanya. Namun aku tidak mau kamu jadi berharap aku akan benar-benar menjadi suami kamu yang sebenarnya. Perlu kamu ketahui, hatiku hanya untuk Kinara seorang." ucap Mandala dengan tegas. Tak Ia berikan sedikitpun Jenaka harapan. Langsung Ia hempas ke jurang terdalam.
"Tapi-"
"Semua terserah kamu, Jen. Mau meneruskan pernikahan ini namun menerima semua keadaan atau mengakhirinya! Perlu kamu ketahui, saat kamu mengakhirinya aku akan bilang kalau kamu yang meninggalkan rumahku dan menghancurkan pernikahan ini. Kamu yang akan memberikan malu pada kedua orangtua kamu!" ancam Mandala.
"Kenapa Kak Mandala enggak bilang sebelumnya sama aku kalau Kak Mandala sudah menikah?" kini Jenaka sudah mulai terisak. Rasanya sangat menyakitkan mengetahui semua kenyataan ini.
"Untuk apa? Supaya kamu membatalkan pernikahan kita? Dan orangtuaku semakin murka dengan Kinara? Enggak ada gunanya jujur, toh kamu juga enggak bertanya kan? Jangan menyalahkan semuanya padaku. Seharusnya kamu yang inisiatif bertanya, apa aku sudah punya pacar atau belum?! Kamu yang sudah terlalu senang dijodohkan sama aku jadi menutup mata pada semua hal." ucapan Mandala semakin menyakiti hati Jenaka saja.
Jenaka mencoba menghapus air mata yang tak mau berhenti dari kedua kelopak matanya. "Kenapa Kak Mandala memilih aku? Kenapa Kak Mandala tidak memperjuangkan hubungan Kak Mandala dengan wanita yang Kak Mandala cintai?"
"Kamu pikir aku tidak berusaha melakukannya? Asal kamu tahu, tak sekalipun orangtuaku merestui hubunganku dengan Kinara. Hanya dengan pernikahan ini aku bisa mendapat kepercayaan mereka. Aku bisa meminta mereka untuk mengakui Kinara sebagai istri sahku. Jujur saja, kita berdua sama-sama diuntungkan dengan hubungan pernikahan ini. Keluarga kamu yang bahagia mendapat besan keluarga kaya, dan aku yang bisa mempertahankan hubunganku dan Kinara. Enggak ada yang dirugikan disini!"
"Tapi Kak-" mau protes pun Jenaka tak didengar oleh Mandala.
"Aku mau istirahat. Seharian lelah memasang senyum palsu dan berdiri menyambut para tamu. Kalau kamu mau berpisah, bersiaplah orangtua kamu menanggung malunya!" Mandala lalu keluar kamar dan meninggalkan Jenaka.
Jenaka menangis tersedu-sedu. Bayangan indahnya malam pertama dengan suami yang juga idolanya sirna sudah. Kini bahkan Ia harus mengecap pahitnya pernikahan sebelum merasakan manisnya.
Jenaka menangis dan terus menangis sampai Ia tertidur di lantai. Lelah tubuhnya sehabis menjadi pengantin dan lelah hatinya melebur jadi satu. Hanya berharap dengan tidur Ia akan melupakan semuanya. Berharap saat terbangun semua hanya mimpi.
Suara adzan subuh membangunkan Jenaka. Badannya terasa sakit. Rupanya semalaman Ia tertidur di lantai. Mandala sedikitpun tidak peduli dan melihat keadaannya.
Jenaka pun beranjak bangun. Menatap wajahnya yang terpantul di cermin. Matanya bengkak dengan make up yang berantakan. Luntur oleh air mata.
Ternyata semalam Ia tidak bermimpi. Mimpi buruk itu benar nyata dan baru saja dimulai. Kehidupannya yang bak neraka baru saja Ia tapaki.
Bukan idola yang Ia nikahi, melainkan seorang laki-laki licik yang penuh ambisi dan tipu muslihat. Laki-laki tersebut bahkan memakai topeng untuk menipu semua orang, termasuk keluarganya.
Air mata kembali menetes di wajah Jenaka. Namun segera Ia hapus. Ia harus sholat subuh dan berdoa meminta pada Yang Maha Kuasa agar selalu diberi kemudahan dalam menghadapi cobaan yang dialaminya.
Jenaka mengambil handuk mandinya dan masuk ke dalam kamar mandi yang jauh lebih mewah dari kamar mandi di rumah Ayah dan Bunda. Sayangnya, meski rumah ini lebih bagus sekalipun tetap saja tidak sehangat cinta kasih di rumah Ayah dan Bunda.
Jenaka membasahi seluruh tubuhnya dengan air. Membuat pikirannya kembali jernih. Ia lalu melaksanakan sholat subuh. Membuat hatinya lebih tenang.
Pikiran jernih dan hati yang lebih tenang membuat Jenaka memutuskan untuk menghadapi semuanya. Jika semalam Ia menangis karena sangat shock, kini Ia harus bisa bertahan.
Jenaka keluar dari kamarnya dan memperhatikan keadaan sekitar. Rumah Mandala amat besar dan mewah. Ada kolam renang di bagian belakang rumah.
Jenaka berjalan menuju dapur dan hendak menyiapkan sarapan. Ternyata sudah ada salah seorang asisten rumah tangga yang sedang memasak disana.
"Pagi, Bu." sapa asisten rumah tangga pada Jenaka. "Perkenalkan saya Mala, yang bekerja di rumah ini."
"Pagi Mala. Aku Jenaka, panggil aja Jena. Istrinya Mandala." Jenaka merasa hatinya agak sakit saat menyebut kata 'istri'.
"Bapak sudah memberitahu saya, Bu. Disini ada Pak Sahrul juga yang bekerja sebagai supir Bapak. Saya disuruh memperkenalkan kalau Ibu sudah bangun." kata Mala.
"Iya. Nanti saya akan berkenalan dengan Pak Sahrul. Kamu sedang buat sarapan apa? Biar saya bantu! Saya juga harus siapin sarapan buat Bapak." Jenaka hendak membantu pekerjaan Mala namun Mala menolaknya.
"Biar saya saja, Bu. Mm... Maaf, Bu. Bukannya Bapak semalam pergi ke rumah Bu Kinara?" tanya Mala.
Deg...
"Jadi semalam Mandala pergi meninggalkanku dan malah menemui Kinara? Pergi di malam pernikahan kami?" batin Jenaka.
Sekuat tenaga Jenaka menahan air matanya. Jangan sampai Mala tau kalau Ia menangis.
"Kamu kenal dengan Kinara?" tanya Jenaka sambil mengendalikan suaranya agar tidak bergetar.
"Tentu saja kenal, Bu. Bu Kinara kan tinggal tidak jauh dari sini. Hanya beda beberapa blok saja." jawab Mala dengan jujur.
"Maksud saya... Kamu kenal siapa Kinara?" Jenaka bertanya sekali lagi.
"Kenal, Bu. Bu Kinara adalah istri pertama Bapak Mandala kan? Bapak berpesan jangan memberitahu keluarganya tentang hubungan mereka. Kalau Ibu, sudah tau juga kan?" tanya balik Mala.
Jenaka terpaksa mengangguk. "Yaudah kalau Bapak tidak ada saya enggak jadi buatkan sarapan. Saya balik ke kamar saja ya Mal."
Tanpa menunggu jawaban Mala, Jenaka kembali ke kamarnya. Tangisnya kembali pecah. Kenapa hanya dirinya yang tak tahu? Kenapa Ia begitu bodoh mempercayai semua ucapan Mandala tanpa mencari tahu kebenarannya dahulu.
Jenaka menatap cincin berlian yang melingkar indah di jari manisnya. Sangat cantik. Sayangnya si pemberi cincin tidak memberikan cintanya juga. Hanya cincin tanpa makna.
Tak mau terus menerus bersedih, Jenaka memutuskan untuk merapihkan baju-bajunya yang ada di koper. Memasukkannya satu persatu ke dalam lemari baju yang sangat besar.
"Lemari ini akan tetap terlihat besar. Karena aku mungkin hanya sementara dan tamu di rumah ini. Aku, istri sah namun hanya sebagai topeng belaka." gumam Jenaka.
Tok.... tok... tok... suara ketukan di pintu membuat Jenaka secepatnya menghapus air mata di pipinya.
"Ini Mandala, Jen! Boleh aku masuk?" ternyata Mandala yang datang.
"Masuklah!" jawab Jenaka.
Mandala masuk dan melihat Jenaka sedang merapihkan bajunya di lemari. Ia tersenyum senang. "Jadi, kamu memutuskan melanjutkan pernikahan ini?"
Pertanyaan macam apa itu? Sungguh menyakiti hati Jenaka!
"Pernikahan ini tetaplah pernikahan, meskipun terselip niat yang salah dibelakangnya tetap saja tidak mengurangi kesakralan pernikahan tersebut." jawab Jenaka. Kini Ia menutup lemari pakaian dan menatap Mandala dengan lekat.
Sikap Jenaka seperti menantang kalau Ia tidak takut dan siap menghadapi semuanya.
"Baguslah. Ayo kita sarapan bersama!" Mandala tersenyum lega dan berjalan duluan ke meja makan.
Ternyata maksud dari sarapan bersama adalah Mandala sarapan bersama kedua istrinya. Kinara dan Jenaka.
"Kenalin Jen, ini Kinara." Mandala memperkenalkan Kinara pada Jenaka.
"Jenaka." Jenaka mengulurkan tangannya pertama kali yang ditepis secepat mungkin oleh Kinara.
"Kinara." ucap Kinara dengan judesnya.
Dalam sekali lihat, Jenaka tahu bagaimana sifat madunya. Semua akan semakin menyakitkan kedepannya. Akankah Jenaka mampu?
****
Readers Sayang....
Maaf kalo updatenya belum beraturan ya. Aku masih nunggu feedback editor karena novel ini ikut kompetisi. Mohon dukungannya untuk tetap like, vote dan add favorit ya. Setelah dapet feedback aku akan rutin up-nya in sha Allah.
Kalian belum kenal kan siapa Jenaka? Yuks tetap stay tune ya 🥰🥰🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
✨️ɛ.
kalo lu bukan anak mudanya udah gue jorokin lu ke Ngarai Sianok, Man..
2024-09-14
0
Borahe 🍉🧡
gila banget lu ngomong seenteng itu
2024-03-04
0
Winarsih Winarsih
tenang aja jen istri sah akn ttp menang klo dibanding istri sirih,semoga km kuat mnghadapinya,kayaknya madu km aslinya pnya sifat tdk baik cm mandala aja yg uda buta sm cinta jd tak nampak,yg kelihatan cm baiknya aja,ayo berusaha klo mmg sdh tdk sngp lambaikan tangn sm author🤭
2023-10-13
0