Mandala Wangi datang dengan senyum terbaiknya. Ia mengenakan celana jeans yang dipadukan dengan turtle neck warna hitam dan jas warna biru doungker. Senada dengan warna celana jeans yang Ia kenakan.
Ganteng as always. Kedua lesung pipinya terlihat, membuat siapapun yang melihat senyumnya merasa terbuai. Meleleh...
Mandala menatap Jenaka seperti mengingat-ingat wanita di depannya. Ia yakin pernah melihat wanita ini sebelumnya. Tapi dimana?
"Kak Mandala?" Jenaka tersenyum dan tanpa sadar berdiri dari duduknya. Ia menyambut kedatangan Mandala dengan senyum terbaiknya.
"Wah! Kalian rupanya sudah saling mengenal ya? Bagus sekali! Jodoh memang enggak kemana ya?!" ujar Om Prabu yang terlihat amat bahagia.
"Duduk dulu Nak Mandala!" Bunda mempersilahkan Mandala yang sejak tadi berdiri untuk duduk.
Dengan sopan Mandala duduk disamping Tante Nina. Sebelumnya Ia menghampiri Bunda dan Ayah untuk cium tangan. Jenaka semakin terpesona dengan attitude Mandala yang sopan dan hormat terhadap orang tua.
"Kamu sudah kenal sama Jenaka?" tanya Tante Nina pada Mandala.
"Aku agak lupa nama sih Mi. Inget mukanya aja. Lesung pipinya sih Mi yang bikin Mandala langsung inget." Mandala kini menatap lekat ke arah Jenaka. Wajah Jenaka langsung bersemu merah.
"Lesung pipi? Kak Mandala inget lesung pipi aku? Wah.... Aku harus cerita sama anak-anak nih!" Jenaka bahagia sekali hatinya.
"Yaudah kenalan dulu dong!" pinta Tante Nina. "Mandala, ini Jenaka. Jenaka, ini Mandala."
"Mandala." Mandala mengulurkan tangannya pertama kali.
"Jenaka." Jenaka menyambut uluran tangan Mandala dengan tangannya yang dingin karena grogi.
"Nah apa saya bilang, mereka tuh cocok! Jadi gimana? Besok bisa kita langsungkan pernikahannya?" pertanyaan Om Prabu membuat Jenaka amat terkejut.
"Pernikahan Om? Pernikahan Jena dan Kak Mandala?" Jenaka memastikan lagi.
"Loh? Memangnya Ayah dan Bunda Jena belum kasih tau?" tanya balik Om Prabu.
Jenaka menggelengkan kepalanya. "Baru tau mau dijodohkan aja barusan, Om. Belum tau kalau mau dinikahkan sama Kak Mandala."
"Maaf, Prabu. Tadi Jenaka pulang kerja udah maghrib. Belum sempat kami beri tahu. Biar surprise gitu rencananya." Ayah yang menjawab pertanyaan Om Prabu.
"Kak Mandala udah tau?" tanya Jena pada Mandala.
Mandala mengangguk. "Justru karena aku menyetujui pernikahan ini makanya aku datang. Aku menyetujui apa yang kedua orang tuaku pilihkan. Apapun yang baik menurut mereka, pasti aku turuti. Asalkan Mami dan Papi bahagia."
Hati Jenaka terenyuh. Sungguh Mandala memang anak yang baik dan berbakti pada kedua orang tua.
"Saya setuju!" ujar Ayah. "Besok pun saya setuju menikahkan Jena dengan Mandala. Saya enggak akan menyesal punya menantu sebaik Nak Mandala." ujar Ayah penuh semangat.
"Sayang! Jena yang mau menikah kok kamu yang semangat sih?!" tegur Bunda.
"Menurut pandangan Ayah ya Bun, anak yang berbakti pada kedua orang tua adalah anak yang paling baik yang akan menjadi menantu dan suami idaman buat anak Ayah. Apalagi kedua orangtuanya sudah bersahabat dengan kita sejak kita masih muda. Kurang apalagi coba?" ujar Ayah.
"Jadi kamu setuju ya kita nikahin besok? Mumpung saya dan Nina lagi di Jakarta nih. Kita nikahkan anak-anak kita secepatnya. Enggak perlu lama-lama, malah numpuk dosa. Biarkan mereka berpacaran setelah menikah. Mau dibawa kemana aja udah halal!" Om Prabu tertawa bahagia.
"Kalau Mandala dan keluarga sudah setuju, bagaimana dengan Jena? Jenaka mau kan menikah dengan anak Tante, Mandala?" tanya Tante Nina dengan lembut. Sorot mata Tante Nina penuh pengharapan agar Jena mau menerima pinangan keluarganya.
"Mi, seharusnya Mandala yang bertanya secara resmi dong! Masa Mami yang nanya?" protes Mandala.
"Maaf... Maaf... Mami terlalu bersemangat. Sok atuh kamu yang nanya sama Jena."
Mandala lalu bangun dari duduknya dan mendekati Jenaka. Senyum yang menghiasi wajahnya membuat Ia tampak lebih tampan.
"Jenaka, hari ini aku memintamu untuk menjadi teman hidupku." Mandala mengeluarkan sebuah kotak dari dalam saku jasnya. Ia membuka kotak tersebut dan mengeluarkan cincin cantik bertahtakan berlian. "Maukah kamu menjadi istriku?"
Jenaka menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Semua ini bagaikan mimpi. Semua terasa tak nyata. Jenaka bahkan sampai mencubit pipinya sendiri untuk memastikan apakah semuanya nyata atau hanya mimpi belaka.
"Aww! Sakit!"
Mandala tersenyum dengan ulah menggemaskan Jenaka. "Ini bukan mimpi kok Jen. Semuanya nyata. Jadi gimana? Mau enggak nerima pinangan aku?"
"Mau!" jawab Jenaka cepat. "Aku mau!" Jenaka menjawab dengan penuh semangat. Semua yang ada tertawa dibuatnya. Bahkan Mandala tak bisa menyembunyikan tawanya. Jenaka memang semenggemaskan itu. Selalu tampil apa adanya.
Mandala memakaikan cincin di jari manis Jenaka. Pas sekali cincin di jarinya. Terlihat indah dan bersinar. Semua bertepuk tangan dan tersenyum bahagia. Rencana perjodohan kedua keluarga berlangsung tanpa halangan.
"Maaf Prabu dan Nina, kayaknya pernikahan mereka terlalu cepat ya kalau besok? Meskipun akad nikah dulu namun tetap saja semuanya perlu dipersiapkan. Jangan terlalu terburu-buru. Saya juga harus memberitahu keluarga besar saya. Boleh minta waktu seminggu?" Bunda mengajukan protes. Baginya pernikahan bukan sekedar mengatakan iya dan langsung terlaksana. Semua ada persiapannya sendiri.
"Oh maaf. Kita berdua terlalu bersemangat menikahkan Mandala jadi tidak memikirkan kalau kalian butuh persiapan matang. Baiklah, seminggu lagi. Saya setuju. Tapi langsung dipestakan saja! Biar sekalian gitu!" ujar Om Prabu.
"Masalah gedung dan keperluannya biar kita serahkan pada wedding organizer karena waktunya sempit. Paling kedua mempelai yang akan repot karena harus fitting baju dan segala macam. Kalian setuju kan kalau kami yang menentukan pestanya mau gimana?" tambah Tante Nina.
"Tentu saja kami tidak keberatan. Apapun yang terbaik buat kebahagiaan anak-anak, kami berdua setuju saja." jawab Bunda.
Makan malam pun menghasilkan keputusan kalau pernikahan Jenaka dan Mandala akan dilangsungkan seminggu lagi.
Hati Jenaka penuh sukacita. Ia tak menyangka surprise yang kedua orangtuanya berikan adalah hadiah terindah yang selama ini Ia harapkan.
*****
"Kak Mandala akan menjadi suamiku? Ya Allah mimpi apa aku semalam? Apa aku di masa lalu pernah menjadi pahlawan bagi bangsa dan negara sehingga diberikan keistimewaan seperti ini?" senyum Jenaka di depan kaca lemarinya.
"Seminggu lagi! Seminggu lagi Kak Mandala akan jadi suamiku. Wooooowww.... Amazing!" Jenaka meloncat kegirangan.
Jenaka lalu mengabari kedua sahabatnya Lily dan Lulu tentang kabar membahagiakan ini.
"Beneran lo mau nikah sama Kak Mandala? Lo cuma berkhayal aja kali Jen!" ujar Lily.
"Iya. Kebanyakan berkhayal lo!" tambah Lulu.
Kedua sahabatnya ini memang mengenal Mandala karena mereka satu SMA. Siapa sih yang tidak mengenal Mandala? Kakak kelas terganteng dengan banyak kemampuan yang dimiliki.
Jago taekwondo, basket, bola dan juga didapuk sebagai Ketua Osis pula! Orangnya juga ramah dan sopan, membuat namanya harum dan banyak dipuja-puja oleh banyak wanita.
Mandala Wangi, namanya seperti nama sebuah kecamatan di Pandeglang yang dikelilingi oleh pegunungan. Mandala yang ini juga dikelilingi oleh banyak perempuan.
Baik Lily maupun Lulu tak ada yang mempercayai perkataan Jenaka. Mereka berpikir kalau Jenaka hanya berkhayal saja. Biarlah, seminggu lagi mereka akan melihat kalau Jenaka memang tidak berbohong.
****
Jenaka sudah siap untuk pulang kerja. Wajahnya lelah dan berkeringat. Kemejanya juga agak kusut. Hari ini audit laporan stok barang di beberapa outlet membuatnya tidak sempat memperhatikan penampilan.
Dengan langkah tak bersemangat Jenaka keluar kantor dan terkejut ketika suara klakson mengagetkannya. Jenaka menunggu pemilik mobil keluar dan lebih terkejut lagi ketika mengetahui kalau pemilik mobil tersebut adalah Mandala.
"Kak Mandala?" Jenaka tersenyum lebar menampilkan lesung pipi di wajahnya yang kucel.
"Hi Jen!" sapa Mandala sambil tersenyum memamerkan deretan gigi indahnya. "Mama nyuruh kita ke butik untuk fitting baju. Ayo masuk!" Mandala membukakan pintu untuk Jenaka.
"Oh... Iya Kak!" Jenaka mengumpat dirinya sendiri yang tidak mementingkan penampilan dan terlihat berantakan seperti sekarang.
Jena merapihkan sedikit rambutnya agar lebih terlihat cantik dimata Mandala. Cepat-cepat Ia menyemprot parfum saat Mandala berjalan memutari mobilnya dan duduk di kursi pengemudi.
"Pakai seat belt dulu ya!" tanpa permisi Mandala memakaikan Jenaka seat belt. Membuat jantung Jenaka berdegup kencang dibuatnya. Jenaka bahkan sampai menahan nafas karena terkejut oleh sikap tiba-tiba Mandala.
"Makasih Kak." jawab Jenaka gugup. Mandala hanya membalasnya dengan seulas senyum.
Mandala mengemudikan mobilnya menuju butik tempat mereka harus fitting baju pengantin. Beberapa kali mencoba akhirnya pilihan jatuh pada kebaya putih untuk akad dan gaun warna merah maroon dengan payet gold yang terlihat cocok di tubuh Jenaka.
"Kita makan dulu yuk Jen!" ajak Mandala setelah selesai fitting baju.
"Iya Kak!" Jenaka setuju saja. Dia terlalu sibuk menenangkan debaran jantungnya yang bertalu semakin cepat.
Mandala lebih banyak diam sepanjang perjalanan. Hanya berkata seperlunya saja. Jenaka tak mempermasalahkannya. Toh Ia tak tahu mau membahas apa. Diajak makan bareng saja sudah anugerah baginya.
Makan malam juga tanpa banyak mengobrol. Kadang Mandala sibuk mengetikkan pesan di handphone miliknya. Jenaka maklum, Mandala adalah pengusaha yang punya banyak pekerjaan untuk diselesaikan. Justru Jenaka senang, saat Mandala asyik dengan Hp miliknya, Jenaka justru asyik memandangi wajah gantengnya hihihi...
****
Waktu berjalan dengan cepat. Seminggu berlalu tanpa terasa. Tibalah hari pernikahan Jenaka dan Mandala dilangsungkan.
Mereka menikah di masjid dan melangsungkan pesta pernikahan di hotel tempat mereka pertama kali bertemu waktu itu.
"Saya terima nikah dan kawinnya Jenaka Putri Binti Lukman Hadi dengan mas kawin emas 100 gram dan seperangkat alat sholat dibayar tunai!" dengan sekali tarikan nafas Mandala resmi memperistri Jenaka.
Jenaka mencium tangan Mandala yang kini menjadi suaminya. Mandala mencium kening Jenaka, istri yang baru dinikahinya. Jenaka tersenyum lebar. Lelaki impiannya sudah menjadi suaminya sekarang.
*****
Pesta pernikahan berlangsung amat megah dan meriah. Tamu yang hadir pun hanya orang pilihan. Ada pejabat dan pengusaha terkenal. Maklum saja, Om Prabu adalah salah seorang pengusaha yang memiliki banyak perusahaan besar, dan Mandala adalah calon penerusnya.
Dari pihak keluarga Jenaka pun hanya keluarga Ayah dan Bunda serta teman dekat Jenaka saja yang diundang. Ayah dan Bunda malu jika mengundang banyak tamu, semua karena Om Prabu yang membiayai pestanya dan juga karena merasa minder dengan tamu yang hadir.
Jenaka yang masih merasa semua ini bak mimpi terus tersenyum bahagia di hari spesialnya. Bahkan Lulu dan Lily yang awalnya tak percaya hanya bisa menatap iri kebahagiaan sahabatnya.
Jenaka melirik lelaki gagah yang berdiri di sampingnya. Mandala nampak sangat tampan saat mengenakan tuksedo hitam dengan dasi kupu-kupu. Bak porselen mahal yang dipahat sempurna oleh Yang Maha Kuasa.
Saat pesta berakhir, Jenaka yang sudah mengganti gaunnya dengan dress lalu mengikuti Mandala pulang ke rumah milik Mandala. Rumah mereka kini.
Rumah milik Mandala amat besar. Dengan taman besar di depannya dan sebuah mobil yang diparkirkan di halaman rumahnya.
Mandala membawakan koper milik Jenaka dan mengantarnya ke kamar atas. "Ini kamar kamu."
"Kamar aku? Bukannya.... kamar kita?" tanya Jenaka malu-malu.
"Iya. Kamar kamu. Kamar aku ada disana!" Mandala menunjuk kamar di seberang kamar Jenaka yang dipisahkan sebuah balkon.
"Mm... Maksudnya Kak Mandala, kita enggak satu kamar?" Jenaka bertanya terus terang.
Mandala mengangguk. "Iya. Masuklah! Akan kujelaskan semuanya di dalam!"
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
Lily
gimana ya kira kira perasaan laki-laki memperlakukan perempuan lain seperti ini padahal sudah punya istri yang dicintai
2024-01-11
0
Khodijah Cyti
mandala gak semanis yg dibayangkan kah?
2023-03-12
0
Ayas Waty
kok perasaan q gk enak ya
2023-01-04
0