Tumben-tumbennya suami berada dirumah. Senang juga sih, akhirnya dia bisa menyempatkan waktu untukku, yang padahal selama ini selalu sibuk diluaran sana, walau perusahaannya sedang mengadakan cuti sekalipun.
"Kamu harus berdandan yang cantik dan sopan hari ini. Awas saja kalau mengecewakan, bukan hanya tangan yang melayang, tapi kakipun tak luput memberi pelajaran sama kamu," ucap Mas Bayu dengan sifatnya yang selalu ketus.
"Iya, Mas!" jawabku sedikit kesal.
"Masak yang enak juga, sebab orangtua kita nanti akan datang kesini semua," cakapnya memberitahu.
"Oh, jadi Mas Bayu sekarang ada dirumah karena ada orangtua yang akan berkunjung, bukan ingin bersamaku. Hhhh, sabar ... sabar Jihan, suatu saat nanti suami kamu akan berubah menjadi romantis. Tunggu saja," guman hati yang kecewa akibat terlalu tinggi harapan.
"Iya, Mas. Pasti itu."
"Oh ya. Tapi ... tapi--?" ucapku tidak bisa meneruskan ucapan.
"Tapi apa? Kalau ngomong jangan bertele-tele begitu," ketusnya.
"Tapi, apakah tidak ada tambahan uang dari kamu, untuk aku belanja bahan makanan nanti," jawabku santai.
Bruuk ... krieet, sebuah meja dari kayu telah ditendang suami.
"Kamu bilang apa tadi, hah!" pekiknya marah.
"Maafkan aku, Mas!" jawabu sudah menciutkan nyali tidak berani lagi menatap wajahnya.
"Dasar perempuan g*bl*k. Apa kamu itu tidak punya uang, hah! Eeh, ingat ya. Kamu itu kerja disekolahan yang keluargaku pimpin karena suamimu ini, kalau tidak ada campur tanganku mungkin kamu sekarang sudah jadi gelandangan, jadi jangan banyak tingkah dan sok-sok'an. Dasar wanita tak tahu diri, sudah dikasih hati malah minta jantung," Kekesalan suami yang sudah memaki-maki.
Sorot mataku sudah tajam melihat kearah suami, rasanya sungguh tidak terima atas ucapannya barusan.
"Tapi apakah kamu tidak bisa membantu sedikitpun keuangan rumah tangga kita? Lagian acara makan-makannya ada keluarga kamu juga, kenapa harus selalu aku yang membiyai semuanya. Kemana gajimu selama ini," bantahku yang sudah mengeluarkan uneg-uneg, yang selama ini terus terpendam.
Plak, dengan satu tamparan kilat, pipi terasa panas dan sedikit ngilu.
"Dasar wanita tak tahu diri. Jangan mau enaknya saja ya kamu ini. Keluarga kamu yang miskin sudah kami angkat derajatnya, jadi seharusnya kamu itu sadar diri dan tahu malu." Rambut sudah terjambak kuat, hingga kepala rasanya berdenyut begitu sakit, saat tertarik begitu kuatnya ke belakang.
"Maafkan aku, Mas. Maaf ... maaf, jika kata-kataku telah menyinggungmu," pintaku sudah menangkupkan tangan, agar suami mau melepaskan jambakkannya.
"Aah, dasar perempuan hina. Cuuiih!" Amarah suami yang sudah meludahkan air liur dilantai keramik.
Wajahnya yang murka oleh kemarahan sekarang sudah melenggang pergi, meninggalkan diriku yang masih duduk terpaku meratapi nasib.
"Astagfirullah, apa salahku? Apakah aku telah banyak dosa, sehingga suami yang seharusnya melindungiku telah membenciku. Oh Tuhan, kuat ... kuatkan aku dalam menghadapi ini semua." Lelehan air mata terus saja mengalir, sambil memukul dada dengan kuat, akibat rasa sesaknya mulai menghampiri.
Detik waktu terus berlalu
Semua berakhir ditanganmu.
Meski aku rapuh dalam langkah.
Namun sebisa mungkin akan bertahan.
Dalam dada berharap banyak
Hanya dirimu yang bisa menjagaku
Duka yang tertoreh
Membuatku lemah namun ingin tetap kuat.
Dalam lelahnya jiwa
Hanya airmatalah yang bisa menenangkan.
Kasih ...
Apakah hati ini tak sempurna untukmu.
Kenapa ... kenapa
Engkau sangat benci dan kejam padaku.
Satu persatu sayur mulai kumasak. Dalam pedihnya mengiris bumbu, ternyata lelehan airmata menjadi pelengkap juga dalam olahan yang mulai jadi. Semua kuterima dengan ikhlas, walau hati kian sesak rasanya.
*****
Sesuai permintaan suami, aku harus rapi dan anggun didepan orangtua dan mertua nanti. Baju dress hitam dibawah lutut, akhirnya menjadi pelengkap pakaian untuk menutupi tubuhku. Entah dari mana ide suami, yang jelas dari bahan kain dan warna, pakaiannya juga sama denganku. Kami kelihatan romantis memakai pakaian couple, tapi dibalik itu semua hanyalah penutup rumah tangga yang tak sehat lagi.
"Wah ... wah, siapa ini?" ucap mertua perempuan yang sudah datang.
"Mama, gimana kabarnya?" sapaku sudah mencium pipi kanan kiri beliau.
"Alhamdulillah kami baik-baik saja, Nak. Gimana kabar kamu juga?" tanya beliau.
"Aku juga baik, Ma."
Mertua sangatlah baik, berbanding terbalik dengan suami yang selalu marah dan kasar.
"Ayo duduk, Ma, Pa!" suruhku mempersilahkan.
"Iya, Nak. Terima kasih."
"Aku tinggal dulu untuk menyiapkan semuanya," pamitku yang masih berdiri.
"Oh, iya. Silahkan."
Suami yang menemui mertua, kutinggal begitu saja. Aku yang mengerjakan semuanya sendirian harus sempurna, jika tidak pasti lagi-lagi kena gampar suami.
Terdengar perbincangan kian riuh, yang sepertinya orang tuaku juga sudah datang. Meja sudah terisi beberapa menu yang beraneka macam masakannya. Semua kelihatan perfect dan semoga saja semuanya suka.
"Hai, Nak!" sapa Mama saat aku masih sibuk menyiapkan sendok.
"Eh iya, Bu. Ternyata kamu sudah datang." Sambutku yang sudah mencium tangan punggung beliau.
"Kamu kok menyiapkannya sendirian? Memang Bayu tidak mau menolong kamu," selidik Mama.
"Gak pa-pa, Ibu."
"Mas Bayu sudah lelah bekerja, jadi aku saja yang pantas menyiapkannya sendirian," jawabku sudah memberikan senyuman termanis.
Wajah sudah meringis menahan perih dada, agar aku kelihatan baik-baik saja didepan orangtua. Rasanya ingin sekali memeluk beliau, untuk menumpahkan segala rasa yang kuderita selama ini.
"Wah, ternyata istrimu pintar masak juga Bayu. Mama tidak salah menjodohkan kalian," puji Mama mertua, saat sudah menghampiri meja makan.
"Iya, dong. Siapa dulu gitu loh. Bayu mana bisa mendapatkan istri yang tidak pintar. Kalau suka malas-malasan pasti sudah ambyar rumah tangga ini. Benar 'kan Jihan?" Santai suami menjawab, sambil wajah tersenyum kaku ke arahku.
Ternyata senyuman tadi hanyalah topeng belaka, saat tangannya sekarang sibuk mencubit bagian perutku. Aku yang bisa meringis kesakitan, sebisa mungkin menahan sekuat tenaga, agar semua orang tidak tahu kelakuan suami selama ini.
"Oh iya, Ma. Terima kasih atas pujiannya."
Semua sudah tersenyum bahagia, melihat kemesraan kami. Suami terus saja memujiku didepan mereka, dengan tangan terus menerus mengelus pelan rambutku, yang seakan-akan dia ingin menunjukkan rasa kepalsuan kasih sayangnya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
ˢ⍣⃟ₛᴀʏᴀɴɢɴʏᴀ'𝐆🍁❤️⃟Wᵃf🤎❣️🧡✅
kalo seumpama punya suami modelan gini sudah aku tendang kalau dia melakukan kekerasan fisik 😏😤
2024-08-28
0
🍭ͪ ͩ🍀⃟ᏽꮲ𐑈•ꪀׁꪱ꯱ׁׅ֒꯱ɑׁ🐅⃫⃟⃤
hmmz geram banget sama ni orangg, minta dikulitiii ish
2024-01-23
1
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
menikah tak perlu cinta, tapi perlu pengertian & penerimaan. saat itu ❤pasti tumbuh. jika pelakunya bisa mikir
2023-03-23
1