"Kak Devitaaaa! Tidakk!" Teriak Kanaya dalam tidurnya.
"Kanaya, bangun sayang! Bangun!" panggil Ratna, mama Kanaya. Yang mencoba membangunkan Kanaya dari tidurnya.
Kanaya terduduk denga kening yang berkeringat. Kedua matanya membelalak dan nafasnya terengah - engah.
"Kanaya!" panggil Ratna, sambil memeluk anak gadisnya yang yang selalu bermimpi buruk sejak kejadian tragis hari itu. Tepatnya 6 bulan yang lalu di taman bermain.
"Ikhlaskan Kanaya, ikhlaskan kepergian kakakmu, dia sudah damai di sana." ujar Ratna sambil meneteskan air mata. Meski ia sendiri merasa berat kehilangan seorang putrinya, tetapi ia tidak ingin kehilangan salah satu putrinya lagi yang sangat di cintainya.
Kepergian Devita yang sangat tragis telah membuat trauma yang sangat mendalam pada diri Kanaya. Ia bahkan selalu menyalahkan dirinya sendiri atas kejadian itu. Walaupun tidak mudah untuk melupakan kejadian hari itu. Tapi, Kanaya tidak akan pernah lupa kejadian tragis itu akan selalu terus - menerus menghantuinya.
Kanaya melepaskan pelukan mamanya dan mengusap keningnya yang basah karena keringat.
"Kanaya tidak apa - apa, Ma?" ujar Kanaya sambil memaksakan sebuah senyuman yang manis.
Kemudian Kanaya melirik jam yang berada di dinding kamarnya dan beranjak dari ranjang.
"Kanaya baik - baik saja. Sekarang Kanaya mau siap - siap kuliah dulu." ujarnya. lalu bergegas menuju ke kamar mandi.
Ratna memandang punggung anak gadisnya dan menghela napas pelan. Ia pun keluar dari kamar Kanaya dan membiarkannya untuk bersiap - siap pergi untuk kuliah.
Di dalam kamar mandi, Kanaya menatap wajah tirusnya. yang terlihat tidak bersemangat di depan sebuah cermin. Ia pun menghela napas berat sebelum membasuh wajahnya dengan air.
samar - samar di dengarnya suara telpon genggamnya berbunyi, dan ia pun segera keluar ke kamar mandi dan mengambil telepon genggamnya yang ia letakkan di meja.
"Ya, Devan?" jawab Kanaya saat ia mengangkat panggilan telepon dari Devan.
Devan Permana adalah sahabat karibnya sejak kecil. Devan tinggal di sebelah rumah mereka sejak berusia 12 tahun. Walaupun Devan lebih tua dua tahun dari pada Kanaya, namun mereka sangat cocok dan akrab.
Devan sendiri telah bekerja pada sebuah firma hukum. Ia lulus fakultas hukum dua tahun yang lalu dan sedang melanjutkan kursus pendidikan Advokat, agar ia bisa menjadi pengacara yang handal seperti cita - citanya.
"Halo Kelinci Cantikku!" Panggil Devan pada Kanaya.
Kanaya memutar bola matanya malas. Rasanya ia ingin sekali menjitak kepala Devan setiap kali ia memanggilnya dengan sebutan 'Kelinci Cantikku'.
"Ada apa sih, Van?! Aku mau mandi, Nih!" ujar Kanaya dengan nada suara yang terdengar kesal.
"Apa?! Kamu baru mau mandi? Memangnya kamu nggak jadi ketemu dosen hari ini?" tanya Devan heran, karena hari sudah agak siang.
"Jadi, Tapi nanti jam 10 lebih," jawab Kanaya singkat.
"Ya sudah, cepetan mandi. Nanti aku kesana sebentar lagi." ujar Devan.
"Iya, ya sudah ya," ujar Kanaya.
"Bentar, Ay....." panggil Devan
"Apalagi sih, Van?!" tanya Kanaya kesal.
"Menurut kamu, aku bagus pake baju yang warna apa, Ay? Biru atau hitam?" tanya Devan meminta saran.
Kanaya pun membuka kaca jendelanya dan melihat keluar, ke jendela tetangga di sebrang kamarnya.
Dari jendela kamarnya itu, Kanaya melihat Devan sedang memegang 2 buah kaos yang satu berwana biru dan satu kaosnya lagi berwana hitam.
"Hitam" jawab Kanaya langsung lalu menutup percakapan teleponnya dan masuk ke kamar mandi.
Ya..., Devan sering melakukan hal seperti itu karena jendela kamar mereka saling berhadapan yang memungkinkan mereka untuk bisa melihat satu sama lain.
Sebenarnya Devan masih ingin berbicara namun ia berdecak kesal karena melihat Kanaya sudah langsung memutus sambungan teleponnya. Kemudian ia langsung memakai kaos hitam yang sudah di pilihkan oleh Kanaya, dan mulai menyisir rambutnya.
Ya, hari ini Devan sudah berjanji akan mengantar Kanaya pergi ke kampusnya untuk bertemu dengan dosen pembimbing skripsinya.
Sejak kehilangan Devita, kuliah Kanaya sempat terbengkalai. Dan baru sebulan lalu Devan berhasil menyemangati Kanaya untuk kembali kuliah dan menyelesaikan skripsinya. Devan pun tak segan - segan mengantar jemput Kanaya ke kampus di antara jam kerjanya. Semua itu ia lakukan agar Kanaya bisa kembali beraktivitas dan melupakan kejadian tragis yang telah merubah hidup Kanaya.
Ia ingin Kanaya kembali seperti dulu, yang selalu bersemangat dan selalu tersenyum.
Devan tidak perlu mengetuk pintu jika ia masuk rumah keluarga Kanaya. Karena keluarganya sudah sangat mengenalnya. Ia pun sering bertandang kesana, untuk bertemu dengan Kanaya. Rumah Adi Wiguna adalah rumah kedua baginya, begitu pula rumahnya untuk Kanaya.
Devan hanya tinggal berdua dengan ibunya setelah ayahnya meninggal tiga tahun yang lalu. Dan kehadiran Kanaya yang sering bermain ke rumahnya membuat Bundanya dekat dengan Kanaya.
"Pagi, Om dan Tante" sapa Devan pada kedua orang tua Kanaya.Dengan senyum manisnya.
"Pagi juga Devan. Kanaya masih di atas tuh, Kamu langsung naik aja temui Kanaya." ujar Ibu Kanaya padanya.
"Baik tante, Aku langsung ke atas dulu ya." jawab Devan sambil berjalan setengah berlari ke kamar Kanaya.
Ratna dan Rayhan saling pandang melihat Devan berjalan ke lantai atas. Mereka bersyukur karena ada Devan yang selalu memperhatikan dan menjaga Kanaya, terlebih sejak kepergian Devita. Devan lah yang paling giat memberikan semangat dan membantunya melewati masa - masa duka.
"Kanaya.., Ay!" panggil Devan sambil mengetuk - ngetuk pintu kamar Kanaya.
"Bentar, Van! Kamu jangan masuk dulu!" Teriak Kanaya dari dalam kamar.
Kanaya pun tergesa - gesa memakai pakaiannya. Kemudian membukakan pintu bagi Devan.
"Bentar ya, Van." ujar Kanaya sambil membiarkan pintu kamarnya terbuka dan berbalik ke arah meja rias.
Devan langsung masuk ke dalam kamar Kanaya, dan dengan santainya duduk di ranjang Kanaya.
"Ay..., Kira - kira apakah kamu bisa wisuda bulan depan?" tanya Devan tiba - tiba sambil memperhatikan Kanaya yang sedang memoles make up tipis di wajahnya.
"Ya, mudah - mudahan. Memang kenapa Van?" tanya kanaya. Dan mengernyitkan dahinya sambil melihat Devan dari pantulan cermin di depannya.
Devan merebahkan dirinya di ranjang Kanaya.
"Gak ada apa - apa. Aku juga akan lulus kursus Advokatku bulan depan," ujar Devan.
"Oh, Ya. Bagus itu, Van!" ucap Kanaya sambil tersenyum lebar pada Devan.
Kanaya ikut merasa senang karena Devan bisa lulus Kursus Advokatnya. Itu artinya Devan juga akan melaju selangkah lagi untuk menjadi pengacara seperti Cita - citanya selama ini.
"Iya, dan aku ingin melamar bekerja pada kantor Advokat Asegaf Star (AS). Temanku mengatakan di AS mereka sedang merekrut Advokat baru," ucap Devan. Sambil menoleh ke arah Kanaya.
"Maksudmu Asegaf Star yang terkenal itu?" Tanya Kanaya. Sambil mengernyitkan dahinya.
Devan kemudian duduk dan mengangguk.
" Tapi, Bukankah kantor Advokat itu berada di pusat Kota B?" tanya Kanaya lagi.
"Iya, Ay." jawab Devan singkat.
"Lalu, Kamu akan pindah, Van?" tanya Kanaya sambil membalikkan tubuhnya ke arah Devan. dan terlihat sedikit sedih.
"Belum tentu, Ay. Kan, aku baru mau melamar kerja disitu. Dan aku juga belum tentu di terima, kan?" ujar Devan sambil tersenyum canggung.
"Ayo, Kita berangkat, Ay.!" Ajak Devan sambil bangkit dari ranjang dan berjalan keluar dari kamar Kanaya. Ia tidak ingin membahas dulu mengenai kemungkinan ia akan pindah dari kota D, kota mereka sekarang.
Kanaya mengikuti Devan dan berjalan di belakangnya. Ia masih memikirkan apa yang dikatakan Devan tadi.
Akankah Devan benar - benar akan pindah ke kota B dan meninggalkan Kanaya.?
Nantikan kisah mereka selanjutanya ya...!
Terima kasih sudah membaca. Maaf jika masih banyak typho.
Jangan lupa like, komen dan vote. Kalau berkenan tekan tombol like...like..like
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 218 Episodes
Comments
🐾💖ratu_halu🦋🌻
awal cerita yg bgus
2022-06-09
0
Christina Hartini
nyimak dl Thor 🤭
2022-04-09
0
Ejang Ahadi
lagi.....
2022-03-25
0