Kanaya tahu Devan seorang yang berbakat dan passionnya memang di dunia hukum. Ia pun lulus dari Fakultas hukum dengan Cum Laude, Sehingga mudah saja baginya mencari pekerjaan di kota mereka. Cita - cita Devan adalah menjadi pengacara yang handal. Dan dengan bekerja di kantor Asegaf Star yang sangat terkenal itu, Pasti akan cepat memuluskan langkahnya untuk menjadi pengacara yang handal, Karena dengan begitu ia bisa belajar banyak dan berkarir disana.
Kanaya sangat percaya, Jika Devan akan sukses disana. Tapi, jika Devan benar akan bekerja disana. ia akan sangat kehilangan Devan.
"Ay, Ayo cepat naik!" seru Devan pada Kanaya yang masih menerawang dengan pikirannya.
Kanaya pun tersadar dan segera naik ke atas mobil Devan yang terpakir di depan rumahnya.
" Abis ini, kita nonton yuk Ay, Film yang kamu tunggu udah di rilis tuh," ujar Devan sambil menyetir mobilnya.
"Beneran Van. Udah di rilis? Jam berapa? jawab Kanaya penuh semangat.
"Siang kayanya. Nanti aku lihat lagi jadwalnya, Ay." balas Devan sambil fokus menyetir.
Tak lama mereka sudah sampai di depan kampus Kanaya. Dan Devan memarkirkan mobilnya.
"Doain ya, Van. Mudah - mudahan ini revisi terakhirku," ucapa Kanaya.
"Pasti, Ay. Semoga sukses ya. Aku tunggu kamu di sini," jawab Devan.
Kanaya mengangguk dan keluar dari mobil Devan.
Devan menatap Kanaya yang melangkah menjauhi mobilnya dan memasuki bagunan fakultas itu.
Setelah menunggu selama kurang dari satu jam, Devan melihat Kanaya berjalan ke arah mobilnya.
"Gimana, Ay?" tanya Devan setelah Kanaya masuk ke dalam mobilnya.
Kanaya tersenyum lebar dan berkata, " Minggu depan aku bisa ujian, Van."
"Yes!" seru Devan dengan gembira.
"Selamat ya, Ay. Akhirnya Skripsi kamu di Acc juga!" ujar Devan langsung memeluk Kanaya.
"Makasih, Van. Dan doain juga semoga minggu depan aku bisa lolos ujian. ucap Kanaya.
"Pasti Ay. Aku tahu kamu pasti bisa," jawab Devan masih memeluk Kanaya.
Kini Devan sudah lega karena Skripsi Kanaya sudah di Acc, sehingga besar kemungkinan Kanaya bisa ikut wisuda bulan depan.
"Kita harus rayain ini, Ay," ujar Devan sambil melepas pelukannya.
"Nggak usah Devan, Kan aku belum ujian. kok udah merayakan?" ujar Kanaya sambil tertawa kecil.
"Nggak pa - pa, Ay. Nanti, aku yang traktir. Yuk kita berangkat sekarang!" ujar Devan sambil memundurkan mobilnya keluar dari parkiran mobil, kemudian menuju ke mall terbesar di kota itu.
Beberapa saat kemudian Kanaya dan Devan keluar dari bioskop dengan senyum di wajah mereka dan membahas film yang baru tadi mereka tonton.
"Tapi semua itu cuma ada film, Van." ujar Kanaya yang menanggapi cerita di film yang mereka tonton.
"Menurut aku, Cerita seperti itu memang ada, Ay, yang tetap bertahan sampai kapanpun," ujar Devan berpendapat.
"Devan..Devan... ternyata kamu romantis juga!" celoteh Kanaya sambil tertawa hingga ia tidak melihat jalan dan menabrak seseorang.
Bugh!
"Aduh.." pekik lara sambil memegang hidungnya yang menabrak sesuatu yang keras.
Kanaya terkejut saat mengetahui ia menabrak seorang laki - laki dan hidungnya terbentur dada bidang orang itu. Namun yang membuat Kanaya semakin terkejut. orang yang di tabrak Kanaya adalah Yohanes Elvano Alvarendra. Mata Kanaya membalalak dan mulutnya terbuka karena kaget dan terkejut.
"Maaf" kata - kata itu reflek meluncur saja dari mulut Kanaya.
Elvano tidak bergeming ia hanya menatap Kanaya dengan dingin, kemudian melirik sekilas pada Devan yang menarik Kanaya mundur.
Lalu tanpa berkata - kata, Elvano langsung pergi meninggalkan mereka.
"Kamu nggak apa - apa, Ay?" tanya Devan pada Kanaya yang masih memandang Elvano berjalan meninggalkan mereka.
Kanaya mengangguk walaupun masih terkejut dengan apa yang telah terjadi baru saja. ini kali pertama Kanaya bertemu dengan Elvano lagi setelah beberapa bulan tidak bertemu dengannya.
Kanaya terakhir bertemu dengan Elvano sekitar 6 bulan yang lalu di tempat pemakaman Kakaknya yaitu Devita. Saat itu pun Elvano memandangnya dengan dingin, dan hanya sekilas saja. Kanaya tidak terlalu memperhatikannya. Karena saat itu, Kanaya teramat sedih dan berduka dengan kehilangan Devita, saudara kembarnya.
"Jangan dipikirkan lagi, Ay. Ayo kita pulang," ujar Devan sambil menggandeng tangan Kanaya.
Ternyata Elvano memperhatikan Devan dan juga Kanaya berjalan di mall itu. Tangannya terkepal.
Ia tidak rela. Melihat gadis yang menghancurkan hidup dan kebahagiaanya sekarang tampak sangat berbahagia.
Elvano sangat membenci Kanaya. Ia menyalahkan Kanaya atas kematian Devita yang tragis pada hari itu. Jika bukan karena Kanaya, mungkin Devita masih hidup.
"Ck! Ternyata secepat itu dia melupakan apa yang telah di lakukannya pada Devita? Jika bukan karena dia, Devita tidak akan pergi ke taman bermain pada hari itu!" batin Elvano.
Meski polisi telah mengatakan kejadian itu adalah murni kecelakaan. Tetapi, walaupun begitu Elvano tidak tinggal diam. Dengan uang yang di milikinya, ia memastikan taman bermain itu di tutup selamanya dan untuk Kanaya?
Elvano memang belum melakukan apapun pada Kanaya.
Pada hari pemakaman Devita, ia melihat Kanaya berdiri di sana, di samping makam Devita, tepat di sebrang Elvano berdiri. Ia menangis tersedu - sedu dengan wajah yang sembab.
Elvano hanya menatapnya, dan merasa heran mengapa kanaya bisa menangis begitu sedih. Padahal ia lah penyebab kematian Devita. Karena menghormati pemakaman Devitalah Elvano tidak langsung mendamprat Kanaya.
"Jangan harap kau bisa berbahagia seperti itu, Kanaya Zavira!" gumam Elvano sambil memandang kedua orang itu berjalan keluar Mall.
****
"Mampir dulu Ay, Bunda pasti nanyain kamu?" Ajak Devan saat Devan memarkirkan mobil di depan rumahnya.
"Besok aja deh Van. Hari ini aku mau istirahat saja, salam aja buat Bunda," jawab Kanaya.
Kanaya masih teringat pandangan dingin Elvano padanya tadi. dan rasanya ia ingin cepat - cepat pulang kerumahnya
Kanaya memang tidak pernah memikirkan Elvano lagi sejak ia sudah mengikhlaskan Elvano bersama kakaknya di taman bermain hari itu.
Namun, saat ia bertemu lagi dengan Elvano tadi, ia masih dapat merasakan ketertarikan dirinya pada Elvano. Bagaimanapun Kanaya harus memendamnya. Biarlah kenangan akan Elvano hilang bersama kenangannya akan pada Kakaknya Devita.
"Ya sudah aku antar sampai depan pintu, Ay," ujar Devan sambil melangkah keluar.
"Nggak usaha, Van. kayak rumahnya jauh aja." canda Kanaya sambil tertawa.
Namun, Devan tetap mengantar Kanaya sampai ke rumah.
"Makasih ya Van, dah nganterin dan udah trakrir aku makan," ujar Kanaya.
"Kaya sama siapa saja," jawab Devan membalas candaan Kanaya.
Kanaya tersenyum bahagia, karena mempunyai sahabat seperti Devan, yang selalu ada untuknya. Bahkan dalam saat - saat. terpuruknya
Terima kasih sudah membaca. Maaf kalau masih banyak typho.
Nantikan kisah mereka selanjutnya ya....!
Jangan lupa like, komen dan vote. Di tunggu komentarnya ya~~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 218 Episodes
Comments
🐾💖ratu_halu🦋🌻
woooow 😱😱keren skali visualnya thoor, 😘sehat slalu thoor
2022-06-09
1
rara
kayaknya elvano mo balas dendam sama Kanaya
2022-03-10
2
Asmidar Jasman II
lanjut😁😁😁😁
2022-01-15
1