"Kenapa jalannya begitu?" tanya Risma pada Juna yang baru saja keluar kamar padahal sudah jam tujuh pagi.
"Enggak apa-apa Mah," jawab Juna yang langsung menarik salah satu kursi yang ada di ruang makan dan duduk di sana.
"Enggak apa-apa tapi jalannya kaya bocah habis sunat. Memang semalam bisa enak-enak? Kok bangunnya siang banget, Raya juga tumben enggak sholat subuh berjamaah" ujar Risma.
Juna mengabaikan ucapan mamahnya. Ia memilih meminum air saja. Semalam Raya menendang pangkal pahanya sangat kencang. Juna rasa istrinya itu mantan atlet taekwondo yang bisa menendang lawannya tepat sasaran tanpa perlu melihat.
Tentu saja Juna kelojotan, untungnya enggak kena si anaconda. Bisa nyesel seumur hidup Juna, belum juga di uji coba udah KO duluan.
Semalaman Juna nahan sakit di sekitar pangkal paha, sampai tidak bisa tidur. Pantaslah sekarang ia bangun kesiangan karena Juna baru bisa memejamkan matanya setelah sholat subuh di kamar.
Sedangkan Raya, dia hanya bisa menyesal dan meminta maaf karena reaksi refleknya menendang sang suami.
"Maaf Mas, Raya enggak sengaja," ucapnya menyesal.
"Enggak sengaja tapi kenceng banget Ray. Ngilunya sampai enggak hilang-hilang."
"Terus gimana Mas? Apa kita ke klinik atau ke rumah sakit aja?"
"Enggak! yang ada entar jadi bahan tertawaan."
"Terus gimana dong. Apa Mas Juna mau berendam air hangat? Siapa tau bisa sedikit mengurangi ngilunya."
Juna tampak berfikir. "Gimana kalau kamu coba elus-elus aja. Siapa tau langsung baikan." Juna tersenyum jahil.
"Elus-elus pakai garpu mau?"
"Ngapain senyum-senyum? Beneran semalam udah gol?" tanya Risma hingga membuyarkan ingatan Juna akan percakapan dengan Raya semalam.
"Kalau ada penghargaan yang diberikan untuk orang yang selalu mencampuri urusan orang lain, mungkin Mama bakalan dapet deh."
"Heh! Memangnya Mamah ini orang lain buat kamu?!"
"Ya enggak sih Mah. Ah udahlah Juna mau mandi dulu. Papa udah berangkat Mah?"
"Ini udah jam berapa? jelas papa kamu udah berangkat dari semenjak iler kamu masih netes."
"Ck." Mana ada orang ganteng ileran. Jani juga belum pulang Mah?"
"Kaya enggak tau adekmu aja. Dia kan kalau mendaki gunung ya berhari-hari."
"Mas Juna sudah bangun? Mau disiapin sarapan sekarang?" tanya Raya muncul dari dapur dengan membawa dua mangkuk bubur ayam buatannya.
"Nanti aja. Mau mandi dulu," ucapnya lalu meninggalkan Raya dan Risma berdua di ruang makan.
"Silahkan dimakan Mah. Raya ke kamar dulu ya, mau siapin pakaian Mas Juna."
"Iya. Jangan lama-lama nanti bubur kamu keburu dingin."
"Iya Mah."
Raya menyusul Juna ke kamarnya. Saat masuk kamar, Raya mendengar gemericik air di dalam kamar mandi yang itu artinya Juna sudah berada di dalam sana. Raya segera menuju lemari untuk memilihkan pakaian yang akan dikenakan suaminya. Raya selalu mengingat apa yang sudah Ana dan bundanya katakan. Meskipun belum ada perasaan apa pun diantara keduanya, Raya tetaplah istri sah Juna yang mempunyai hak dan kewajiban sebagai istri. Salah satu kewajibannya menyiapkan segala kebutuhan Juna seperti memasak untuknya juga seperti sekarang menyiapkan pakaiannya.
Raya mengeluarkan satu kemeja berwarna biru muda, celana bahan dan sebuah jas dengan warna senada dengan celana. Tak lupa juga ia menyiapkan dasinya. Semuanya Raya letakan di atas kasur.
"Beres!" ucapnya dengan kedua tangan ia taruh di pinggang. Saat akan keluar kamar tiba-tiba tangannya dicekal oleh Juna yang baru saja keluar dari kamar mandi.
"Apaan si Mas?!" Raya terkejut, untung saja ia tidak melihat Juna yang toples, karena Juna rupanya sudah memakai kaos dan celana pendek.
"Inget 'kan tugas istri apa, saat suaminya akan berangkat kerja?"
"Bikin sarapan? Udah kok tinggal Raya siapin aja. Nyiapin baju? udah juga tuh," ucapnya sambil menunjuk pakaian yang sudah disiapkannya di atas kasur.
Juna menoleh. "Oke! tunggu di sini jangan kemana-mana?" perintah Juna. Ia lalu mengambil pakaian itu lalu masuk ke kamar mandi.
Beberapa saat kemudian Juna keluar sudah mengenakan pakaian yang Raya pilihkan. Berjalan ke hadapan Raya lalu diam berdiri. Raya mengernyit. "Mau a--pa?" tanya Raya gugup.
"Pakein." Juna menyerahkan dasi kepada Raya.
"Pake sendiri, aku enggak bisa."
"Enggak mau usaha?"
"Ck." Raya langsung merebut dasi dari tangan Juna. Raya mulai memakaikan dasi itu.
"Lama banget Ray. Kalau begini caranya bisa-bisa aku telat datang ke kantor setiap hari."
Raya yang kesal karena konsentrasinya memakaikan dasi buyar gara-gara perkataan Juna, ia dengan sengaja menarik dasi yang sudah dikaitkan itu sehingga membuat Juna tercekik.
"Aaarrcckk." Juna menepuk-nepuk tangan Raya minta untuk dilepaskan. Raya segera mengendurkan ikatan dasi tersebut kemudian tertawa melihat muka Juna yang menurutnya lucu saat ia menarik dasinya hingga membuat sang suami tercekik.
Melihat sang istri mentertawakannya membuat Juna kesal. Juna pikir harus memberi Raya hukuman agar perempuan di hadapannya ini tidak semena-mena lagi terhadapnya. Tanpa Raya duga, dengan cepat Juna meraih tengkuknya, menempelkan bibirnya pada bibir Raya. Seketika tawa Raya terhenti, digantikan dengan tubuhnya yang menegang.
"Ehem! Semalam masih belum puas?" sindir Risma yang berdiri di depan pintu kamar.
Keduanya langsung reflek menjauhkan tubuh masing-masing. Juna berjalan ke cermin untuk memperbaiki dasi.
"Sudah Mama duga. Raya enggak balik-balik dari tadi pasti lagi kamu kerjain."
"Minta pasang dasi ke istri emang enggak boleh?" Juna balik bertanya.
"Ya boleh, tapi enggak usah pake acara cium-cium segala jadinya Raya enggak segera sarapan."
"Juna mencontoh Papah sama Mamah. Mamah juga suka bantuin papah pasang dasi terus berlanjut dengan ciuman yang kadang bikin papah enggak jadi berangkat ke kantor."
Muka Risma memerah karena ucapan Juna. Dia pikir selama ini tidak ada yang memperhatikan saat dirinya sedang berada di puncak hingga membuat suaminya batal berangkat ke kantor karena harus mengejar dan meraih nikmatnya surga dunia di atas kasur.
"Kamu ini omongannya ngawur. Ayo cepat sarapan!" Risma berlalu meninggalkan kamar.
Juna berjalan keluar kamar dengan melewati Raya. Barulah Raya bisa bernapas lega. Ia meraba bibirnya. "Kenapa ciuman pertamaku diambil pria yang tidak aku cintai?"
Tenang Ray meskipun kamu belum mencintai Juna, tapi dia itu suami kamu.
Jadi sah-sah saja dia mengambil ciuman darimu.
Yang enggak boleh itu ciuman sama orang yang bukan suami kamu walaupun kamu cinta mati sama orang itu.
"Kenapa bibirnya dipegangi terus? Ketagihan ya, mau lagi?" tanya Juna yang ternyata kembali lagi ke kamar karena tidak melihat Raya keluar dari kamarnya.
Raya mendengus mendengar ucapan suaminya. "Aku ambil cabe dulu biar makin hot!" ucap Raya kesal berlalu meninggalkan Juna yang cengar-cengir tidak jelas.
TBC
Semoga suka ya dengan part ini
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian berupa like, komen, vote, dan hadiah sebanyak-banyaknya 😉
Bagi yang belum klik favorit, segera diklik ya ... supaya kalian tahu kalau cerita ini update
Mohon maaf atas segala kekurangan 🙏🙏🙏
Sampai jumpa di part selanjutnya
Terima kasih 😍😍😍😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Jani Moetia
Mama kepo banget sih 😁
2022-01-26
0
langitsenja
ya ampun ga brenti nguakakk bacanya dr awal smpe sekarang 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣💦
2022-01-11
0
♡⃝ 𝕬𝖋🦄 Pecinta novel 💞
bener tuh Raya pake bon cabe level 30 aja biar makin hot lagi 😂😂😂
2022-01-11
1