ANACONDA

"Bagaimana nikah Jun?" tanya Anwar pada anaknya yang sedang menemaninya bermain catur di ruang keluarga.

"Enak Pa," jawabnya sambil nyengir yang langsung dihadiahi pukulan yang cukup keras di pundaknya dari arah belakang.

"Awwshh!" Tadinya Juna ingin marah pada pelaku penganiayaan padanya, tapi setelah ia tahu siapa pelakunya maka ia urungkan. Hanya bisa memamerkan deretan gigi putihnya.

"Kenapa?! Mau balas?" tanya Risma ikut bergabung, di belakangnya ada Nina, salah satu asisten rumah tangga membawa tiga cangkir teh melati dengan irisan lemon dan satu piring bolu yang dibuat oleh Risma siang tadi.

"Berasa anak tiri bin anak angkat, selalu diperlakukan buruk," sungut Juna mengusap-usap di bagian pundaknya bekas pukulan Risma.

"Lebay kamu Jun. Semenjak nikah lemah benget. Ditoel dikit aja langsung meringis," ledek Risma lagi.

Risma dan Juna kalau sudah bertemu bikin suasana rumah tambah ramai dan makin hidup. Apalagi kalau adik perempuan Juna ikut bergabung. Beuh. Kalah pasar.

"Enak karena bisa enak-enak ya?" tanya Anwar tiba-tiba. Membuat konsentrasi Juna pada pion-pion di hadapannya buyar.

"Jangan taunya enak-enak saja, kamu juga punya kewajiban. Yang terpenting hubungan kamu dengan April bagaimana? Jangan sampai nantinya membuat hancur rumah tangga yang baru kamu bina," ujar Anwar mengangkat cangkirnya lalu menyeruput isinya.

"Nah! Baru saja mau Mama tanyain. Bagaimana April? Mama harap kalian sudah berakhir. Jangan jadikan Raya hanya sebagai pengganti yang seenaknya saja kamu campakkan kalau masa lalu datang," imbuh Risma dengan sengit.

Juna hanya bisa memijat pelipisnya. Ia juga tidak tahu bagaimana hubungannya dengan April. Jujur ia masih mencintai wanita yang lebih memilih mengejar karirnya dan meninggalkan dirinya di hari dimana seharusnya menjadi hari pernikahan mereka. Sedangkan keberadaan Raya, menurut Juna sebagai penghibur hatinya yang sedikit retak. Apalagi menurutnya Raya itu gadis yang ceria dan penurut. Buktinya dipaksa menggantikan kakaknya saja ia masih bisa menjalani harinya dengan senyum lebar. Kalau gadis lain mungkin sudah terus-terusan menangis mengurung diri di kamar atau bahkan yang lebih parah lagi bunuh diri.

Pukulan cukup kencang yang mendarat di pahanya membuat Juna berjengit.

"Ditanya malah melamun," cebik Risma.

"Iya Pa, Ma. Juna juga tahu kok kewajiban Juna. Salah satunya menafkahi Raya lahir batin," jawabnya.

"Kalau nafkah batin itu si maunya kamu."

"Belum Juna kasih kok. Lagian Juna mau selesain dulu dengan April," jawabnya dengan gerakan tangan mengambil satu potong bolu berwarna hijau yang beraroma pandan yang langsung dimasukan ke mulutnya.

"Hah? terus tadi kamu minta dipijat itu kenapa? bukannya karena keseringan genjot-genjotan?"

"Mamah ini, enggak ada bahasa lain yang lebih halus apa?" protes Anwar yang merasa risih dengan ucapan istrinya.

"Tau nih Mama. Juna jadi ngebayangin kan jadinya."

"Lah terus apa kuda-kudaan? itu juga sudah halus lho menurut Mamah. Dari pada Mamah keluarkan nama yang sebenarnya, yang ada nantinya bakalan jadi bintang karena disensor."

Juna dan sang papa hanya bisa geleng-geleng kepala. Kalau mamanya sudah bicara sangat sulit untuk dibantah. Namun, bagaimanapun juga kelakuan Risma, mereka berdua tetap sayang pada wanita yang mempunyai tahi lalat di atas bibirnya sebelah kanan. Juna sempat berfikir karena tahi lalat itulah mamanya menjadi sangat cerewet.

"Jun ... Jun. Malang benar nasib kamu Nak. Sudahlah ditinggal pergi di hari pernikahan. Sekarang udah nikah belum pernah merasakan surga dunia," ucap Risma terbahak.

"Tuh lihat 'kan? Betapa lancarnya Mama membully anaknya sendiri. Bukannya kasihan, ini malah meledek habis-habisan. Ok! fix aku memang cuma anak pungut," gumam Juna.

Juna lalu menenggak tehnya. segera pamit ke kamar. Juna pikir akan terbebas dari sindiran sang mama, tapi nyatanya tidak sesuai yang ia inginkan.

"Ngapain cepet-cepet ke kamar? Ngerasain enak-enak juga enggak," sindir Risma.

"Mah!" Tegur Anwar.

Juna hanya bisa mendengus, lalu segera pergi dari tempat yang membuatnya sesak napas.

Membuka kamarnya yang ternyata sudah gelap karena lampu utama telah dimatikan. Hanya menyisakan cahaya temaram dari satu lampu di atas nakas. Tujuan utamanya adalah kamar mandi. Ia harus membersihkan tubuhnya dan mengganti pakaiannya terlebih dulu supaya tidurnya nyenyak.

Keluar dari kamar mandi, ia baru menyadari bahwa tidak ada Raya di atas kasurnya. Ia pun segera menangkap keberadaan Raya. Ia berjalan ke tempat dimana Raya tidur.

"Tau diri juga kamu rupanya. Tanpa diminta sudah punya inisiatif," ucapnya menatap Raya yang tertidur meringkuk di sofa dengan rambut tergerai hingga sebagian menutupi wajahnya.

Juna menyingkirkan rambut yang menutupi wajah istrinya. Dirapikan di belakang telinga.

"Manis juga," bisiknya. Tangannya mulai menyentuh alis tebal milik istrinya. Ia mulai menilai-nilai bahwa alis Raya sedikit lebih tipis dibanding alis April. Rambut Raya juga agak kecoklatan, entah asli dari lahir atau karena diwarnai, Juna menebak-nebak. Sedangkan rambut April hitam legam. Namun, Juna rupanya tidak bisa menampik, kalau Raya sangat manis, apalagi saat tertidur seperti ini. Wajahnya terlihat makin imut.

Tangan itu turun membelai pipi chubby istrinya, lalu turun lagi membelai bibir mungil Raya. Tanpa sadar Juna menelan salivanya. Dijauhkannya tangan itu dari bibir Raya.

"Huft. Bisa-bisa lepas kendali."

Juna lalu berdiri kemudian membopong Raya untuk dipindahkan ke kasur. Ia merasa kasihan kalau Raya harus kesempitan tidur di sofa. Setelah menyelimuti istrinya, Juna mulai bergabung ke tempat tidur. Mulai memejamkan mata dengan tubuh membelakangi istrinya.

Tengah malam Raya merasakan rengkuhan di tubuhnya. Diperutnya sudah melingkar satu tangan, yang Raya sudah tau pasti pemilik tangan itu. Disingkirkannya tangan itu secara perlahan lalu gesernya tubuh sang suami yang menempel pada tubuhnya.

Namun, usaha Raya sia-sia karena tidak sedikitpun tubuh Juna bergeser menjauh, malah makin menempel padanya. Dengan setengah kesal, Raya bangun lalu pindah ke sisi tempat tidur yang kosong. Baru saja ia merebahkan tubuhnya, kembali sebuah tangan melingkar di perutnya.

"Mas, geser!" Raya tau bahwa sebenarnya Juna tidak tidur. Mana mungkin orang tidur bisa mengikuti orang yang berpindah tempat. Namun Juna bergeming, malah semakin mengeratkan pelukannya.

"Mas Juna! Raya tendang nih!" ancamnya kemudian.

"Dingin Ray. Enggak dosa kali istri menghangatkan suami sendiri," bisik Juna di telinga Raya, yang membuat Raya meremang.

"Yaudah kalau dingin matiin aja AC nya. Pakai selimutnya," ucap Raya yang masih berusaha menyingkirkan tangan Juna yang melingkar di perutnya.

"Maunya pakai selimut hidup gimana dong," jawabnya yang membuat Raya semakin kesal. Dengan sengaja, Raya menyikut perut Juna dengan keras. Hingga membuat rengkuhan tangan itu terlepas dan menimbulkan suara erangan.

"Kira-kira dong. Mainnya kasar banget nih, enggak mau dilembutin rupanya," ucap Juna meringis memegang perutnya yang terkena sikutan istrinya.

"Salah siapa nempel terus kaya lintah."

"Enak aja lintah, lintah itu kecil. Kalau punyaku lebih pantas disebut anaconda," jawabnya dengan bangga.

Terlihat kerutan di dahi Raya, pertanda dirinya tidak mengerti apa yang Juna bicarakan.

"Apaan si, enggak nyambung! Lagi ngomongin lintah bawa-bawa anaconda," gerutu Raya.

"Kamu enggak tau kalau aku punya peliharaan anaconda? Mau lihat enggak?" tanya Juna.

Raya menggeleng tapi kemudian mengangguk.

"Yang bener yang mana? Mau apa enggak?"

"Mau. Emang ditaruh dimana anacondanya? Aku enggak pernah lihat ada kandang anaconda di rumah ini."

"Enggak perlu kandang. Aku bawa terus kemana-mana," jawab Juna sambil tersenyum jahil.

"Mana? buktinya enggak ada di sini." Raya mengedarkan pandangannya ke segala penjuru kamar untuk mencari si anaconda.

"Bener mau lihat?" tanya Juna memastikan.

Raya mengangguk ragu. "Udah jinak belum anacondanya? Takut digigit."

"Asal kamu yang nyentuh pasti jinak. Siap ya?" Juna lalu turun dari tempat tidur kemudian berdiri di hadapan Raya. Ia memegang pinggiran celana tidurnya dan mulai menurunkannya hingga bawah pusar. Namun, terhenti karena dirinya yang terjungkal akibat tendangan Raya hampir mengenai anaconda kebanggaannya.

"Dasar Juna mesum!" teriak Raya yang sambil membelakangi Juna.

TBC

Mas Juna ternyata punya peliharaan toh 🤫🤫

Jangan lupa tinggalkan jejak kalian berupa like, komen, vote dan juga hadiah yang banyak ya hehehehe

Klik juga favorit supaya kalian tau kalau cerita ini update

❤️❤️❤️

Sampai jumpa di part selanjutnya

Maaf atas segala kekurangan 🙏🙏🙏🙏

Terima kasih 😍😍😘😘

Te

Terpopuler

Comments

Bu sul Nganjuk

Bu sul Nganjuk

anaconda..... ..... 🤣🤣🤣🤣🤣☺
.

2024-10-11

0

SOO🍒

SOO🍒

🤣🤣🤣🤣

2022-01-31

0

Jani Moetia

Jani Moetia

Anaconda bawa racun mematikan ya..lgs blendung klo kena 🤣🤣

2022-01-26

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!