Arkan tiba di ruangannya dengan wajah yang ditekuk. Rasa kesal sangat kentara diwajahnya. Takdir macam apa yang membuat dirinya bertemu lagi dan lagi dengan gadis ceroboh itu.
Pria itu memijat pangkal hidungnya. Ia kembali teringat dengan kemejanya yang tersiram kopi hangat milik gadis itu. Segera, ia mengambil ponselnya dan menghubungi asistennya.
"Di, tolong bawakan kemeja untuk saya," ucapnya setelah panggilan itu terjawab.
Tanpa menunggu jawaban sang asisten, Arkan memutuskan panggilannya. Ia merasa, moodnya sangat buruk. Ia bahkan tak berniat mengerjakan tumpukan dokumen yang tersusun rapih bak menara Eiffel di mejanya.
Tak butuh waktu lama, asisten Arkan memasuki ruangannya dan menyerahkan sebuah paper bag pada atasannya.
"Ini, Bos," ia mengulurkan paper bag tersebut.
Arkan mengulurkan tangannya mengambil benda itu. Dengan segera, ia membuka kemejanya dan memasukkannya kedalam paper bag. Setelah itu, ia menyuruh asistennya membuang kemeja itu.
"Ini. Buang saja," ucapnya.
Asistennya melotot tak percaya dengan pendengarannya. Tak yakin dengan yang di dengarnya, membuat ia kembali bertanya.
"Dibuang, Bos?"
"Iya. Anggap saja buang sial," ketusnya.
Sayang banget, kalo boleh mending buat aku saja, batin asistennya saat itu.
Ia memilih keluar dari ruangan bosnya itu. Baru saja pria itu menarik gagang pintu, terdengar peringatan dari Arkan.
"Jangan coba-coba kamu simpan ya! Saya gak mau ketiban sial lagi," ucapnya.
"Iya, Bos," jawabnya pasrah.
Asisten Arkan menggaruk kepalanya yang tak gatal. Darimana, Bos, tahu sih mau ku ambil? Kadang-kadang dia seperti seorang cenayang deh, pikirnya.
Arkan kembali duduk di mejanya setelah asistennya keluar. Ia mencoba memfokuskan pikirannya pada pekerjaan.
Baru saja fokusnya kembali, ia dikejutkan dengan kehadiran ayahnya. Tanpa disuruh oleh Arkan pun, sang ayah menuju sofa yang ada di ruangan itu dan duduk di sana.
"Papi, tumben ke sini?" tanyanya seraya melangkahkan kakinya menuju sang papi.
"Papi, hanya ingin mengingatkanmu tentang perjodohan yang sudah disiapkan kakek mu. Orang-orang, Papi, sudah menemukan keluarga mereka," ucapnya.
Arkan menghembuskan nafasnya lelah. Tidak bisakah sehari saja telinganya tak mendengar masalah perjodohan ini? Pasalnya, sejak sang kakek berpulang satu bulan yang lalu, Papinya terus saja membicarakan hal ini.
Bahkan, sang Papi, sengaja menyuruh seorang detektif mencari tahu keberadaan keluarga itu. Arkan memijat pelipisnya yang terasa semakin berdenyut.
"Papi, bisa gak sih kita membicarakan hal ini di rumah saja?" Papinya mengangkat sebelah alisnya.
"Kalau di tunda, kamu akan seenaknya mencari calon istri dengan para wanita tidak benar di luar sana. Papi, gak sudi menerima mereka," ucap papinya dengan penuh penekanan.
"Bagaimana jika wanita itu juga tidak benar seperti mereka?" Arkan tidak ingin mengalah pada keputusan sepihak dari sang kakek, tanpa memikirkan perasaannya.
"Jaga bicara mu, Arkan!" hardik papinya.
Arkan membuang pandangannya. Ia tak mengerti dengan jalan pikiran orang tuanya. Ini bukan zaman Siti Nurbaya, yang menerima perjodohan meski enggan melakukannya. Bukankah dirinya punya hak dengan masa depannya?
"Arkan tidak suka dijodohkan," ucapnya.
Ada emosi yang mengalir dari setiap kata-katanya. Tak ingin berdebat, Papinya memilih keluar.
💦💦💦💦💦
Malam hari, Riana sedang membawa beberapa kardus untuk disusun di dalam. Tokonya akan segera tutup. Edy, baru saja tiba di sana setelah menyelesaikan tugasnya di toko yang lain.
Dengan cepat, Edy menyambar kardus yang berada di tangan Riana. Riana yang tak menyadarinya hampir saja berteriak, saat merasakan kardus yang dipegangnya terlepas.
"Ih, ko Edy, nih ngagetin aja sih," ia menepuk lengan pria itu.
Edy tersenyum mendapatkan hadiah kecil itu dari Riana. Sedikit berlebihan bagi Edy. Namun, nyatanya cinta menjadikannya seperti itu.
Selesai dengan tugasnya, Yani menggandeng lengan Riana. Sementara Riana masih saja terlihat diam.
"Mbak Riana, besok off ya?" tanya salah seorang rekan kerjanya.
"Iya. Kenapa?" tanyanya lagi.
"Boleh tukar? Aku, ada perlu besok."
"Boleh sih, aku juga gak ngapa-ngapain di rumah!" ucapnya.
"Jadi, boleh ya, Mbak?" tanyanya memastikan.
Riana mengangguk. Dalam hati, Edy merasa senang karena Riana tidak jadi libur. Masih bisa lihat dan dekat dengannya.
"Lo masih BT ya?" tanya Yani saat melihat wajah Riana.
Riana mengangguk lemah. Edy pun bertanya, "kenapa?"
"Itu, Ko, yang tadi ku ceritakan?" Yani yang menjawabnya.
Tatapan Edy tak beralih dari wajah manis milik Riana. "Lo, cerita apa, Yan ke ko Edy?" tanya Riana.
Yani memukul pelan mulutnya. Ia mengumpat dirinya sendiri, akibat ulah mulutnya yang tak bisa direm.
"Yani, gak cerita apa-apa sama gua," kali ini, Edy sendiri yang menjawab.
Tak ingin menjawab, Riana memilih mempercepat langkahnya. Edy, paham jika Riana tak ingin menjawab saat ini. Pasti masalahnya bikin mood dia hancur.
💦💦💦💦💦
Keesokan harinya, Riana baru saja mengenakan pakaiannya untuk pergi bekerja. Namun, ibunya memanggil dirinya.
"Ri, ayo keluar dulu," ajak ibunya.
"Ada apa sih, Ma?" tanyanya.
Ibunya tak menjawab pertanyaan Riana. Ia pun mengikuti langkah sang ibu menuju ke ruang tamu.
"Nah, ini Pak, anak Saya," ucap ibunya.
Riana mengernyitkan dahinya bingung. Ada apa ini?
"Halo, kenalkan, Saya Danu," pria itu mengulurkan tangannya hendak menjabat Riana.
Riana menyambutnya dan tersenyum ramah. "Halo," ucapnya.
"Bisa duduk dulu kan?" Riana mengangguk.
Ia duduk dengan diapit oleh ayah dan ibunya. Adiknya, sudah berangkat sekolah sejak pagi tadi.
"Maksud kedatangan, Saya, adalah untuk mengatakan pada kalian tentang perjodohan antara, Nak Riana, dengan anak saya, Arkan."
Riana membulatkan matanya. Benarkah ini? Begitupula dengan kedua orang tuanya.
"Maaf, Pak, Saya ingin bertanya," ucap ibu dari Riana.
"Silahkan," ucapnya mempersilahkan.
"Kami tidak pernah menjodohkan anak kami dengan siapapun, Pak! Kenapa bisa tiba-tiba ada perjodohan?" tanya ibunya penasaran.
Riana memilih diam. Terlihat pria itu terkekeh dan membuka tas yang ada di samping kirinya.
"Ini buktinya," ia menaruh sebuah kertas di atas meja.
Kertas itu tertempel materai dan di tanda tangani oleh dua orang. Melihat tanda tangan yang terlihat sangat familiar, membuat ibunya menutup mulut tak percaya.
"Itu, tanda tangan, Bapak!" ucapnya.
"Ya, meraka sepakat untuk menjodohkan cucu mereka saat itu. Karena, baik aku, maupun putrinya, sudah memilih pasangan masing-masing. Kerena itu, mereka mengubah haluan dengan menjodohkan cucu mereka," tutur pria bernama Danu tersebut.
"Jadi?" tanya Riana.
Bukan Riana tak mengerti maksud pria itu. Namun, ia tak bisa menerima perjodohan ini. Apalagi, pria itu tidak ia kenal.
Tidak, rasanya itu akan menjadi mimpi terburuk bagi Riana.
"Kalian akan menikah. Tidak usah terburu-buru, bertemu saja dulu," ucap pria itu menjawab pertanyaan Riana.
Oh my God. Riana menepuk dahinya dan menghembuskan nafas kasar. Sepertinya, Mimpi buruknya baru saja di mulai.
🌺🌺🌺🌺🌺
hai genks, apa kabar kalian. ketemu lagi di new story' ku. jangan lupa tinggalkan vote dan hadiah kalian ya. komen juga. apalagi kalau kalian suka ceritanya. wajib kasih aku semangat dengan vote dan hadiah ya.
Jangan lupa mampir di karyaku yang lain juga. Oh iya, buat kalian yang ingin tahu info seputar visualisasi dan ingin berbincang santai dengan ku, wajib follow akun Ig ku.
Jika ingin tahu karya terbaruku, wajib follow akun Noveltoon ku Ruth89. klik tulisan +ikuti berwarna biru ya genks.
thank you genks. lope you banyak-banyak buat kalian. sampai jumpa lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Queenzee🕊
mampir akak, ASYFA ya, pakai tuyul ini bukanya 🤭
2022-03-09
1
Lucky Saerang
ini mah benci tapi rindu😃
2022-03-06
1
IG : @thatya0316
🌹 buat karya yang luar biasa
2022-01-29
1