Arumi tersenyum lembut mendengar ucapan dari pria itu. Berteman tidak lah akan terasa sulit baginya. Arumi memiliki banyak teman. Dulu ia merupakan gadis yang sangat supel.
Sebuah anggukan pelan pun terlihat darinya. Tidak ada alasan bagi Arumi untuk menolak hal itu. Lagi pula, ia masih memiliki sedikit harapan akan cinta yang mungkin telah lama terlupakan.
Moedya menghabiskan sisa kopinya yang mulai dingin. Ia pun tampak bersiap untuk pergi. Dengan segera Arumi melepas jaket yang sedari tadi melingkar di tubuhnya. Jaket yang menutupi kemejanya yang basah.
Arumi menyodorkan jaket itu kepada Moedya. Pria itu tertegun sejenak dan menatapnya. "Pakai saja!" Ucap Moedya.
"Aku tidak tahu kapan kita akan bertemu lagi, atau bahkan mungkin ... mungkin kita ...." Arumi menelan ludahnya sendiri. Tenggorokannya tiba-tiba terasa begitu kering. Lidahnya terasa kelu dan ia tidak sanggup untuk melanjutkan kata-katanya.
Dengan wajah ragu, Moedya menerima jaket itu. Ia tidak langsung memakainya dan hanya memegangnya. Sesaat kemudian, mereka berdua pun keluar bersama dari dalam kantin itu.
"Terima kasih untuk traktirannya," ucap Arumi dengan sebuah senyuman manis yang mengiringinya. Ia berdiri dan menatap Moedya untuk sesaat.
Hal yang sama pun dilakukan oleh Moedya. Ia menatap balik gadis itu dengan cukup lekat. Moedya seakan tengah mengobati rasa rindunya selama ini. "Sama-sama," sahut pria bertato itu.
Rasa canggung kembali menyelimuti mereka berdua. Sikap kikuk Arumi dan Moedya terlihat lucu saat itu. Akan tetapi, itu semua tidak berlangsung lama. Moedya segera dapat menguasai keadaan. "Mau kuantar sekalian, Arum?" Tawarnya.
Gerbang menuju taman bunga di hati Arumi rasanya terbuka lebar. Ada banyak bunga yang bermekaran di sana, begitu indah dan berwarna-warni. Arumi ingin sekali mengangguk dan mengatakan "iya, tentu saja". Akan tetapi, dengan segera ia tersadar dari keinginannya.
"Tidak, terima kasih. Aku masih ada urusan lain," jawab Arumi. Ia mencari alasan untuk menolak tawaran pria itu.
"Baiklah," balas Moedya. Ia tidak membujuk ataupun memaksa gadis itu untuk ikut bersamanya. Sesuatu yang di luar perkiraan Arumi. Gadis itu sudah terlanjur merasa percaya diri.
"Okay ... nice to meet you, Moe ... Moedya," Arumi mungkin harus berhenti memanggil pria itu dengan sebutan Moemoe.
Semuanya telah benar-benar berakhir. Tidak ada lagi Moemoe dan Miemie yang dulu, yang ada kini adalah Moedya dan Arumi.
Arumi terus melangkahlan kakinya menapaki trotoar yang basah karena hujan tadi. Ada beberapa genangan di sebagian sudut jalan. Ia tidak tahu jika ada sepasang mata yang terus memperhatikan kepergiannya dari jauh, hingga gadis dengan kemeja putih itu tak terlihat lagi.
Menghela napas dalam-dalam, Moedya pun segera memakai kembali helmnya. Ia lalu menaiki motor retronya dan meninggalkan halaman parkir klinik bersalin itu.
Hujan telah benar-benar berhenti dan menghapuskan awan gelap yang menyelimuti langit sore itu. Meski cuaca terasa lumayan dingin, namun setidaknya langit pun kembali terang.
Seperti itulah kehidupan. Ada kalanya kita harus menjalani suatu ketidaknyamanan yang luar biasa. Kesedihan yang teramat dalam dan terasa sangat menyiksa, bahkan mungkin terasa begitu berat dan menakutkan sehingga tak ingin kita ulangi lagi.
Akan tetapi selama masih ada keyakinan di dalam diri, maka kita akan selalu bertahan. Bertahan untuk hari esok. Apa yang terjadi hari ini, belum tentu terulang kembali pada esok hari.
Jika hari ini hujan turun dengan begitu deras, maka mungkin saja esok mentari akan bersinar dengan terik sepanjang hari. Siapa yang tahu dengan jalan takdir Tuhan? Siapa yang dapat menerka masa depan? Kita hanya cukup menjalani kehidupan ini dengan baik, meskipun terkadang tidak selalu semulus apa yang kita harapkan.
......................
Arumi telah kembali ke toko. Di sana ada dua orang gadis yang membantunya. Bukanlah gadis yang dulu bekerja pada Ryanthi, karena mereka kini telah berumah tangga.
Sesuatu yang terasa begitu miris. Secara fisik Arumi jauh di atas mereka. Namun, siapa sangka karena mereka telah lebih dulu dapat menikmati indahnya pernikahan. Sementara Arumi, masih berkutat dalam kesendiriannya.
Itulah keadilan Tuhan. Kecantikan fisik bukan jaminan dalam segalanya, karena nyatanya cinta pun membutuhkan lebih dari sekedar tubuh indah dan wajah rupawan.
Waktu sudah menunjukan pukul enambelas tiga puluh. Saatnya untuk menutup toko. Kedua gadis itu juga sudah bersiap untuk pulang.
Arumi kembali sendirian di dalam toko itu. Sudah hampir dua tahun ia memilih untuk tinggal di sana, meskipun terkadang pulang ke rumahnya yang kini ditempati oleh Keanu dan keluarga kecilnya.
Semenjak kepergian Ryanthi, hidup Arumi terasa kian sunyi. Ia telah kehilangan salah satu idola dalam hidupnya. Entah kepada siapa kini ia akan bercerita dan berkeluh kesah. Entah siapa yang akan menemaninya lagi menatap langit malam dan merasakan keheningannya. Semuanya hanya tinggal kenangan.
Sama halnya dengan kisah cintanya bersama Moedya. Semua telah menjadi sebuah kenangan yang tidak mudah untuk ia hapuskan.
Duduk bersandar pada ranjang kecilnya, Arumi terus memperhatikan foto sang ibu. Diusapnya wajah cantik itu, air matanya pun menetes dengan tanpa permisi.
Arumi sangat merindukan sosok Ryanthi. Ia kini merasakan apa yang Ryanthi rasakan dulu ketika harus kehilangan sosok orang-orang yang dicintainya.
Gadis itu tahu dan sangat menyadari jika perpisahan pasti akan terjadi dalam setiap kebersamaan. Namun ia tidak pernah dapat membayangkan, jika perpisahan itu ternyata memang sangat menyakitkan. Teramat sakit dan rasanya begitu menyesakan.
Sesaat kemudian, Arumi menghapus air mata yang menetes di pipinya. Akan tetapi, entah kenapa karena air mata itu kembali terjatuh.
"Aku gadis yang kuat, ibu. Aku sama sepertimu ...." lirih Arumi. "Aku gadis yang kuat ...." Arumi mengulangi kata-katanya. Akan tetapi, hal itu tidak menjadikan air matanya berhenti. Ia justru malah merasa semakin tersakiti.
Diletakannya foto itu di dadanya. Arumi pun menangis. Tangisan yang terdengar sangat memilukan. Ia tidak peduli seberapa keras ia meratap, karena di sana ia hanya sendiri.
Hanya Tuhan lah yang melihat dan mengetahui, betapa selama ini ia telah berpura-pura untuk menjadi dewasa dan kuat. Kenyataannya, Arumi bahkan tidak dapat mengatasi kerinduannya terhadap mereka yang telah pergi meninggalkannya.
Pertemuannya dengan Moedya telah membuat kabut di dalam hatinya kian pekat. Harapannya yang indah telah benar-benar sirna. Cinta yang ia jaga dan ia simpan baik-baik selama ini, mungkin tidak akan pernah berbalas lagi. Moedya tampaknya sudah menutup pintu hatinya untuk dirinya.
Sebuah penyesalan yang teramat dalam. Sebuah kebodohan yang merusak segalanya. Jika dulu Ryanthi memiliki Adrian sebagai pilar yang dapat menopangnya agar tetap dapat berdiri tegak, lalu saat ini siapa yang Arumi miliki? Gadis itu benar-benar sendiri.
Haruskah ia berharap agar Edgar kembali dan dapat meluruskan semuanya? Entahlah. Ia juga merasa tidak yakin jika hal itu akan dapat mengubah apa yang telah terjadi. Lagi pula, kejadian itu sudah terlalu lama berlalu.
Arumi pun merasa sangat bodoh. Ia fikir jika Moedya akan kembali padanya. Ia mengira jika cinta yang dirasakan pria itu kepadanya, akan dapat membuatnya bertahan. Akan tetapi, Arumi telah salah. Ia terlalu berbangga hati atas rasa cinta yang besar dari Moedya untuknya. Kenyataannya, kini ia hanya dapat meratapi nasibnya, sendirian dan kesepian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
Maisha Intania
seperti nya gara2 Edgar... moemoe dan miemie putus...
2023-08-22
1
Yuyun Yuningsih Yuni
jadi penasaran,,napa mereka putus ya
2021-12-12
0
Danendra Faiz
masih teka tekiii kenapa mereka putus ceu ceu?
2021-12-05
0