Akhirnya mereka berangkat menuju kota apel menaiki Range Rover milik Azam. Azam yang menyetir ditemani Farhan, sedangkan Fahri duduk di bangku belakang bersama Silvi dan bu Wati. Sepanjang perjalanan bu Wati tidur karena minum obat anti mabuk perjalanan yang membuat beliau mengantuk.
Azam menyetel murottal juz 30 agar anak-anak dapat mengikuti sambil murojaah. Sedangkan Silvira sibuk dengan tabletnya untuk melihat laporan yang dikirimkan karyawannya.
Setelah tiga jam perjalanan mereka tiba di kota tujuan.
"Mas, misal kita ke klinik dulu gimana? Aku cuma sebentar kok, cuma ngecek pembukuan sama menyapa anak buahku," tanya Silvira.
"Iya, okey, dimana tempatnya?" tanya Ammar.
"Itu sudah dekat, perempatan lampu merah belok kiri, ada ruko-ruko sebelah mall, ya di situ," jawab Silvi memberi arahan. Azam hanya mengangguk sambil menyetir menuju klinik sesuai arahan Silvi. Setelah sampai di da Silva skin care, Azam memarkirkan mobilnya.
"Okay sampai alhamdulillah," ucap Azam.
"Yuk, turun semua ya, tunggu Mama di dalam saja," ucap Silvi, Azam dan kedua bocil segera turun dan menunggu Silvi turun dari mobil.
"Bu Wati, bangun Bu, kita sudah sampai nih," ucap Silvi, perlahan bu Wati terbangun dan ikut turun bersama mereka.
"Selamat pagi Bu," sapa Dian karyawatinya ketika Silvira membuka pintu.
"Iya, pagi," jawab Silvi.
"Kalian tunggu di sini ya, sebentar ya Mas," ucap Silvi.
"Iya," sahut Azam, dan dia duduk di lobby bersama si kembar dan bu Wati.
Silvira segera naik ke lantai atas bersama Dian. Meskipun memakai jilbab syar'i namun dia masih terlihat anggun, karena memakai high heels dan tas dari brand ternama.
Si kembar asyik bermain tebak-tebakan bersama Azam, sedangkan bu Wati hanya tersenyum dan tertawa melihat kelucuan mereka.
Para resepsionis yang ada di depan mereka bisik-bisik. Melihat bos mereka datang bersama lelaki tampan, tidak seperti biasanya yang datang sendiri atau bersama si kembar.
Tak lama kemudian Silvira turun bersama Dian dan dokter kulit konsultan mereka. Silvi juga menyapa para karyawannya yang tidak sedang melayani pelanggan.
"Ya sudah kalau begitu, saya pamit dulu ya," ucap Silvira berpamitan kepada semua karyawannya.
🍏🍏🍏🍏🍏🍏🍏🍏🍏🍏🍏🍏🍏🍏🍏🍏
Setelah dari klinik kecantikan, mereka melanjutkan perjalanan ke rumah orang tua Azam. Silvira semakin gugup dan berdebar akan bertemu orang tua Azam, tangannya berkeringat, sehingga terus-terusan menggenggam sapu tangan miliknya.
Mereka tiba di tempat wisata kebun petik apel milik Azam dan keluarganya. Azam memarkirkan mobilnya di tempat parkir yang lumayan ramai hari itu, setiap weekend kebun mereka penuh wisatawan dari luar kota, untuk memetik apel manalagi khas kota itu.
"Kebunnya lagi ramai, kita ke rumah dulu aja ya," ucap Azam. Sambil menggiring mereka ke rumah megah di seberang pintu masuk kebun apel.
Di halaman rumah tampak seorang wanita paruh baya sedang memberi makan ikan koi di tepi kolam ikan.
"Assalamualaikum Bu," ucap Azam ketika melihat ibunya.
"Waalaikumusalam," jawab Ibu Azam. Azam segera menghampiri beliau seraya mencium tangan, kemudian memeluk, dan menciumi wajah beliau.
"Sehat Le," ucap ibu Azam.
"Alhamdulillah, berkat doa Ibu," jawab Azam.
"Ini Bu, kenalkan Silvira, yang aku ceritakan tempo hari, ini Fahri dan Farhan, dan ini bu Wati yang menjaga mereka," ucap Azam memperkenalkan mereka.
Mereka saling bersalaman. Lama sekali Ibu Azam melihat Silvira. Azam yang mengetahui Silvi mulai grogi karena terus dipandangi, mengajak mereka masuk ke dalam.
"Masuk yuk Bu, Bapak mana?"
"Iya, Bapak ada di dalam, yuk masuk, anak-anak juga, masuk yuk, kita makan siang ya, ini sudah waktunya makan siang," ajak ibu Azam.
"Oh iya, ini tadi saya bikin brownis alpukat, bisa ditaruh kulkas dulu bisa dimakan dingin-dingin," ucap Silvi sambil menyerahkan paperbag berisi beberapa mangkuk brownis alpukat.
"Iya, terima kasih Nak," ucap Ibu Azam sambil menerimanya.
Mereka semua masuk dan duduk di meja makan, Bapak Azam duduk di ujung, sebelah kanannya ibunya, kemudian Silvi, dan bu Wati, sebelah kiri bapaknya ada Azam, Farhan, dan Fahri.
"Nak Silvi ini kesibukannya apa?" tanya Bapak.
"Saya mengurus si kembar dan ada klinik kecantikan beberapa, di kota sini juga ada," jawab Silvi.
"Si kembar namanya siapa tadi?" tanya Ibu.
"Farhan dan Fahri Uti," jawab mereka berdua.
"Kelas berapa Nak?" tanya Ibu.
"Kelas dua," jawab Fahri.
"Kalian suka sama Om Azam?" tanya Ibu.
"Iya Uti, kami senang bersama Om," jawab Farhan.
"Kalian setuju kalau Om menikahi Mama kalian?" tanya Ibu lagi.
"Iya Uti, kalau Mama mau kami juga senang," sahut Fahri.
"Gimana Zam, kamu sudah serius dengan mereka?" tanya Bapak.
"Iya Pak, tadi saya sudah melamarmya, namun belum dijawab," ucap Azam.
"Apalagi yang ditunggu Nduk? Anak-anakmu sudah senang dengan Azam, Azam itu anak yang baik, Ibu berani jamin. Dia memang pernah gagal berumah tangga, namun sepenuhnya bukan salahnya, mantan istrinya yang ngotot bercerai, alasannya tidak ada anak, setelah periksa, Azam normal dan sehat,"
"Iya Bu, saya cuma takut kalau Bapak dan Ibu tidak menerima kami, saya janda dan ada dua anak," ucap Silvira.
"Kami percaya dengan pilihan Azam, kalau dia pilih kamu, itu artinya dia sudah menemukan yang terbaik baginya, dia yang menjalani, kami hanya bisa mendoakan, dia memang cuma PNS dengan gaji yang tak seberapa dibanding usahamu, tapi dari kebun apel itu setiap bulannya dia mendapat empat puluh persen dari pendapatan bersihnya, sedangkan yang enam puluh persen untuk kakaknya yang mengelola," kata Bapak.
"Bukan Pak bukan karena materi, saya hanya takut tidak mendapat restu Bapak dan Ibu, kalau Bapak dan Ibu merestui kami, saya minta Ibu yang pakaikan cincin ini untuk saya," ucap Silvi sambil menyerahkan kotak cincin dari Azam tadi.
"Baiklah," ucap Ibu sambil menerima kotak itu dan membukanya, lalu mengambil cincin di dalamnya dan memakaikannya kepada Silvi.
Silvira tersenyum bahagia memandang jari manisnya yang kini terisi cincin berlian dari Azam.
Setelah makan siang mereka duduk di halaman belakang sambil menikmati dessert buatan Silvira tadi.
Anak-anak bermain bersama Dhana yang lebih muda satu tahun dari mereka, Dhana adalah anak mas Amir kakaknya Azam.
Azam duduk di teras belakang di samping ibunya, kemudian di sebelah ibunya ada Silvi dan bu Wati.
"Jadi kapan kalian mau akad?" tanya Ibu.
"Saya terserah Dik Silvi saja Bu," jawab Azam.
"Nanti saya coba telpon budhe saya dulu Bu, karena beliau pengganti orang tua saya yang sudah tiada," jawab Silvi.
Ibu Azam merasa terenyuh mendengarnya, beliau menggenggam erat tangan Silvira.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
🌷𝙈𝙗𝙖 𝙔𝙪𝙡 ☪
💜💜💜💜💜💜💪💪💪💪👍👍👍🙏
2021-11-26
0