📲"Halo Assalamualaikum sayang...," Ucap Silvira di seberang.
📲 "Waalaikumusalam," jawab Azam.
Silvira terdiam sejenak, dia sangat kaget dan malu karena Azam yang mengangkat telponnya, mana bilang sayang lagi, hadeh..
📲 "Maaf Mas, aku gak tahu kalau yang angkat telfon Mas Azam, anak-anak bagaimana? Aku jemput sekarang ya," ucap Silvi.
📲 "Mereka sudah tidur, besok hari Ahad, bagaimana kalau mereka biar tidur di sini saja, besok pagi aku antarkan.
📲 "Apa gak malah ngerepotin Mas Azam, aku jemput saja ya,"
📲 "Ini sudah malam, kamu pasti capek, kamu istirahat saja, lagian aku senang ada mereka, aku gak sendiri lagi,"
Silvira kembali terdiam sejenak, hatinya tergetar mendengar Azam merasa senang dengan keberadaan Fahri dan Farhan di sana.
📲 "Baiklah kalau begitu, besok pagi-pagi ya Mas, karena mereka mau aku ajak ke klinik cabang di kota apel," Silvi akhirnya mengalah.
📲 "Iyakah, tadi barusan kakakku juga kirim pesan, besok pagi aku disuruh pulang lihat kebun, misal kita bareng gimana? Sekalian pengen bicarakan kelanjutan kita bagaimana,"
📲 "Ehm, gimana ya, aku gak enak Mas,"
📲 "Iya aku tahu kita harus jaga jarak, kamu ajak mbak yang di rumah saja buat nemani kamu biar lebih nyaman, aku pengen ngajak anak-anak ke kebun apel, terus kalian akan aku kenalkan ke orangtuaku,"
📲 "Iya sudah, tanya anak-anak dulu tapi, kalau mereka setuju aku ikut saja," pungkas Silveira.
Selesai menelpon, Silvi dan Azam mungkin punya pikiran yang sama tentang bagaimana kelanjutan hubungan mereka, mereka harus berani maju duluan, namun tetap menjaga syari'at. Karena jika menunggu Ammar dan Arum sebagai perantara mereka, bisa kelamaan, pasalnya mereka masih berduka.
Silvi dan Azam di tempat berbeda namun bersamaan memejamkan mata mereka. Beristirahat, mengisi energi kembali, karena esok hari adalah hari yang cukup mendebarkan bagi mereka, yaitu bertemu orang tua Azam.
🍏🍏🍏🍏🍏🍏🍏🍏🍏🍏🍏🍏🍏🍏🍏🍏
Keesokan paginya Azam mengantarkan anak-anak pulang sekaligus menjemput Silvira untuk bersama-sama ke kota apel.
Mobil Azam memasuki halaman rumah Silvira. Azam dan si kembar segera turun dari mobil dan masuk ke rumah, di dalam ada bu Wati yang menyambut mereka.
"Assalamualaikum," ucap mereka.
"Waalaikumusalam," jawab bu Wati, sambil memandang kagum pria tampan yang datang bersama si kembar.
Oh ini rupanya calon suami mba Silvi, hihi ganteng juga, anak-anak juga kelihatan senang dengannya. Batin bu Wati.
"Bu Wati kok gak libur? Kan kalau Ahad biasanya libur Bu," tanya Farhan.
"Iya, hari ini bu Wati mau diajak mama pergi katanya," jawab Bu Wati.
"Oh, gitu, mama mana?" tanya Fahri.
"Masih di kamar, kalian ganti baju dulu ya, Pak silahkan duduk, tunggu sebentar di sini, mba Silvi masih bersiap," ucap bu Wati. Azam tersenyum dan duduk sesuai instruksi bu Wati. Anak-anak ke atas menuju kamar mereka untuk berganti baju.
Rumah Silvira tidak terlalu besar namun terlihat luas karena pintar menata rumahnya. Di sebelah ruang tamu ada ruang tv dengan karpet di depannya di tepinya ada dua box berisi mainan anak-anak, iya di situ biasanya Silvira menemani Fahri dan Farhan bermain. Di belakang ruang tamu ada ruang makan. Di antara kedua ruangan itu hanya tersekat buffett kaca tempat Silvi menaruh buku-buku yang dia punya. Ruang makan berhadapan dengan tangga menuju lantai atas. Di belakangnya ada dapur kemudian sebelahnya ada kamar mandi dan tempat mencuci.
Rumah itu dua lantai, namun hanya setengah luas lantai bawah yang dijadikan dua lantai, atap ruang tamu dan ruang makan menjulang tinggi hingga bisa melihat lantai dua. Di lantai dua terlihat tiga pintu, iya, itu kamar tidur. Dan di atas dapur ada mini gym, rupanya Silvi suka berolah raga juga seperti Azam.
Azam memandangi isi rumah itu, dan pandangannya terhenti ketika Silvira terlihat keluar dari kamarnya menuju kamar anak-anak.
Tak lama kemudian mereka semua turun ke bawah.
"Sudah siap semuanya?" tanya Azam.
"Sudah dong," ucap Fahri dan Farhan.
"Kita sarapan dulu Mas, sudah disiapkan bu Wati," ajak Silvi.
"Oh iya, baiklah," ucap Azam.
Azam mengikuti mereka ke meja makan. Meja makan itu berisi enam kursi, Azam diminta duduk di kursi paling ujung, di samping kanannya ada Farhan, dan di samping kiri ada Fahri. Silvira duduk di sebelah Farhan.
"Ini masakan bu Wati?" tanya Azam.
"Bukan, aku yang masak," jawab Silvi.
"Hmm, maa syaa Allah, enak, kamu pinter masak," ucap Azam sambil menyantap nasi dan sup ayam masakan Silvi. Silvi hanya tersenyum mendengarnya. Silvira memang sibuk, tapi sedapat mungkin dia memasak setiap harinya.
"Kalian senang tidur di tempat Om Azam?" tanya Silvi kepada kedua putranya.
"Iya seneng banget," jawab Fahri.
"Iya, pas mau tidur kita minum susu bareng, terus gosok gigi bareng, habis itu kita digendong langsung berdua ke kasur, Om Azam kuat," seru Farhan menimpali.
"Iyakah?" tanya Silvi memastikan anaknya benar-benar nyaman dengan Azam.
"Iya Ma, bener," jawab Fahri sambil mengunyah sarapannya.
"Terus kalian mau sama Om Azam terus?" tanya Azam.
"Iya dong, tapi eh Mama gimana?" jawab Farhan, namun dia masih memikirkan mamanya.
"Gimana kalau Om jadi Papa kalian?" tanya Azam. Silvira tersentak mendengar pertanyaan Azam, tak disangka dia secepat itu.
"Jadi Papa? Om mau menikah sama Mama?" tanya Fahri.
"Iya, boleh?" tanya Azam balik. Fahri dan Farhan saling berpandangan.
"Kalau Om menikah sama Mama, nanti tinggal di sini?" tanya Farhan.
"Bisa begitu, tapi kalau Mama keberatan, Om bisa belikan rumah baru untuk kita semua," ucap Azam. Sebenarnya dia juga deg-degan mengajukan pertanyaan itu kepada si kembar, bagaimana kalau ditolak, ah yang penting maju duluan.
"Kita suka sama Om Azam, kita juga senang tinggal dengan Om, tapi kita terserah Mama saja, kalau Mama mau kita juga mau Om nikah sama Mama," jawab Fahri.
"Oke, sekarang kita tanya Mama yuk, Mama mau gak nikah sama Om Azam?" tanya Azam sambil mengeluarkan kotak kecil dari saku celananya dan menyerahkannya ke Silvi.
Silvi sangat terkejut, sampai tidak bisa berkata-kata. Ditatapnya cincin emas sederhana dangan berlian di tengahnya. Tidak menyangka Azam akan melamarnya secepat itu.
"Ehmm, eh.. Ma maaf Mas, boleh aku jawab nanti saja?" ucap Silvi kemudian.
"Iya baiklah," ucap Azam. Merekapun melanjutkan sarapan mereka. Setelah sarapan Azam dan si kembar bermain di halaman, sedangkan sedangkan Silvira bersama bu Wati membereskan meja makan.
"Terima aja Mba, itu pak Azam kelihatannya juga baik, yang penting disukai anak-anak," ucap Bu Wati.
"Iya sih Bu, tapi belum tau gimana nanti, orang tuanya maukah menerimaku dengan kedua anakku?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
🌷𝙈𝙗𝙖 𝙔𝙪𝙡 ☪
semangaaat ukhti tetap sehat n.lanjuuut 💪💪💪💕💕💕💕🙏
2021-11-26
0