Melawan Om Nyeremin

"Dasar jal*ng! Setelah menghabiskan uangku, kau main di belakangku hah?!" Om itu meraih kerah baju Mbak Lina.

PLAK! PLAKK!

Aku merasa ngilu mendengar suara tamparan yang terdengar begitu keras. Pasti sekarang sudut bibirnya sudah berdarah.

Mbak Lina meraih kaki Om itu, dia memeluknya.

"Aku mohon Mas, maafin aku. Dengerin dulu penjelasanku!"

DUAKK!

Om itu menendang Mbak Lina. Membuatnya jatuh tersungkur.

DUAK!!

Kini dia menendang perut Mbak Lina. Mbak Lina mengerang kesakitan.

Ini sudah keterlaluan. Aku hendak beranjak keluar.

"Kamu mau kemana?!" Pipit menahan tanganku.

"Aku mau menolong Mbak Lina. Om itu sudah keterlaluan!"

"Jangan Tisa! Kamu nggak lihat badannya Om itu?! Gede banget! Mana tato di tangannya serem lagi! Sekali dorong, jatuh kita!"

Pipit benar! Sejak kapan aku jadi sok pahlawan gini? Biasanya aku tidak peduli dengan keadaan sekitar.

Dilihat dari ujung sedotan pun, aku pasti tidak akan menang melawan Om itu.

BUKK!!

Uhuk uhuk uhuk!

Terdengar suara pukulan lagi disusul dengan suara batuk Mbak Lina.

Sudah cukup! Aku nggak tahan lagi melihat Mbak Lina dipukuli.

"HENTIKAN!" teriakku sambil keluar kamar.

Om itu urung menendang Mbak Lina lagi. Pipit juga ikut keluar. Dia terus memegang tanganku. Bisa kurasakan tangannya terus gemetar.

Dia pasti takut. Aku pun merasa takut. Siapa yang tidak takut melihat orang berbadan besar dan bertato sedang melotot kepada kita?

Kubantu Mbak Lina untuk bangun. Om itu melayangkan tangannya untuk menampar Mbak Lina lagi. Aku segera menahan tangan itu.

Aku benar-benar sudah gila! Aku tidak akan menang melawannya!

Benar saja, Om itu langsung menghempas tanganku. Nyeri sekali rasanya tanganku dihempasnya begitu saja.

"SUDAH CUKUP OM!" teriakku.

Gila! Kenapa aku berani berteriak pada orang nyeremin kayak gini?!

"JANGAN IKUT CAMPUR!" bentaknya.

Tuh kan, dia beneran nyeremin! Semoga dia nggak ngeliat lututku yang sedang gemetar!

Matanya yang melotot seakan mau lompat dari lubangnya.

Tuhan, tolong aku!

"Cukup Om! Aku tahu Mbak Lina salah. Tapi Om juga nggak bisa seenaknya buat mukul Mbak Lina kayak gini!" Semoga nada suaraku tidak terdengar gemetar karena takut.

Plak!

"Tisa!" Pipit mendekat ke arahku.

Kupegangi pipiku yang terasa panas karena tamparan om itu. Leherku rasanya juga terasa sakit karena kerasnya tamparan itu, sampai membuat kepalaku menoleh ke samping.

Mataku yang juga terasa panas karena tamparan tadi menatap tajam ke arahnya.

Plakk!

Aku balas menamparnya. Tanganku sendiri sampai ikut panas karena menampar pipi keras itu.

Matanya tambah melotot. "Berani-beraninya jal*ng ini menamparku!"

Dia menyebutku jal*ng! Aku tidak terima. Kulayangkan tanganku lagi untuk menamparnya.

Hup!

Dia menangkap tanganku. Aku meringis sakit karena pergelangan tanganku dicengkeram olehnya.

"Om, hentikan Om! Kami minta maaf, kami minta maaf! Tolong jangan mukul lagi!" Pipit memohon sambil berusaha melepaskan cengkraman tangan Om itu dari pergelangan tanganku.

"Hegh! Ternyata kosan ini tempatnya para jal*ng!" Dia menyeringai menatap Pipit. "Aku akan memaafkan kalian, jika kamu bersedia jadi wanitaku!" tangannya hendak menyentuh wajah Pipit.

Segera kucegah tangan itu. "Jangan berani-beraninya kamu menyentuh sahabatku!" Kucengkeram pergelangan tangannya meskipun tidak muat di tanganku yang kecil.

"Jal*ng ini! Berani-beraninya mencengkeram tanganku!"

Om itu meraih dua tanganku, dan menahannya di satu tangan. Sementara tangan yang satunya mengarah ke wajahku.

Aku tidak bisa melawan lagi. Aku memejamkan mata menunggu tamparannya.

Satu detik, dua detik. Tak ada tamparan yang sampai di pipiku.

"Siapa lagi ini?! Mau jadi sok pahlawan ya?!"

Kubuka mataku. Andri menahan tangan besar Om itu.

"Lawan Om itu bukan perempuan, tapi saya!"

BUAKK!

Andri memukul Om itu. Sekali pukul, om itu langsung tumbang. Saat ingin bangun, Andri memukulnya lagi. Terus dipukulnya om itu, sampai tidak bisa melawan.

"Stop, stop! Saya kalah!" Om itu menyerah. Andri berhenti memukulnya.

Om itu langsung berdiri dan melarikan diri. Sebelum jauh, dia menoleh lagi.

"Awas kamu ya Lina!" ancamnya.

Melihat om itu sudah menjauh pergi, lututku yang sedari tadi gemetar akhirnya tumbang juga. Tubuhku melorot jatuh terduduk.

"Tisa, kamu nggak papa?!" Pipit memegang bahuku.

Aku hanya mengangguk. Aku tidak apa-apa, cuma gemetar saja.

Bisa-bisanya aku punya pikiran untuk melawan orang yang menyeramkan tadi. Tubuhku tidak melayang saat dipukulnya saja sudah untung.

"Kalau kamu takut, kenapa kamu memaksakan diri untuk melawan orang yang menyeramkan tadi?" Andri jongkok di depanku.

"Lihat, bibirmu sampai berdarah karena ditamparnya!" Andri menyentuh sudut bibirku.

Segera kutepis tangannya.

"Kalau kamu dari tadi ada di kamar, kenapa tidak keluar?! Kenapa tidak sedari awal kamu keluar, sebelum semua orang dipukuli?! Kenapa setelah semua orang dipukuli kamu baru keluar?!" Aku menatapnya kesal.

"Lihat cowok itu! Dia sampai tidak sadarkan diri karena dipukuli om tadi. Lihat Mbak Lina, pipinya lebam karena ditampar tangan besar itu!"

"Sudah semuanya, jangan bertengkar. Aku sudah cukup berterimakasih kalian sudah mau keluar menolongku," ucap Mbak Lina menengahi.

"Aku akan bawa Restu ke klinik untuk mengobati lukanya. Sekali lagi, terimakasih ya semuanya karena sudah menolongku," imbuh Mbak Lina.

"Akan aku antar kalian ke klinik!" Andri ikut membopong cowok yang dipanggil Restu tadi.

"Tidak usah, di depan sini ada becak. Kami akan naik becak saja," tolak Mbak Lina.

Mereka bertiga berlalu meninggalkanku dan Pipit. Aku bangkit bangun dan duduk menyenderkan tubuhku di tembok samping pintu.

Aku menatap kedua tanganku. Masih gemetar.

Ini pertama kalinya aku bertengkar dengan seseorang bahkan sampai menamparnya. Wajar kalau aku masih gemetar.

Sebenarnya aku bukan tipe orang seperti itu. Biasanya aku tidak pernah peduli dengan urusan orang lain. Aku cenderung tidak peduli dengan keadaan sekitar. Makanya selama ini aku tidak pernah bertengkar dengan seseorang.

Aku sangat menghindari pertengkaran atau keributan.

Saat melewati gang yang dipenuhi geng motor saja, aku langsung putar balik. Aku lebih baik memilih jalan memutar yang panjang ketimbang berurusan dengan mereka.

Entah setan apa yang merasukiku tadi. Sampai-sampai, aku yang biasanya tidak peduli dengan orang lain, malah sok-sokan menolong Mbak Lina.

"Kamu punya betadine sama kapas nggak?" tanya Pipit. "Bibirmu luka, pasti perih!"

Aku menggeleng. Mana pernah aku punya benda seperti itu. Untuk minyak kayu putih yang biasanya dimiliki semua orang saja aku tidak punya.

"Aku punya." Andri tiba-tiba muncul di depan pagar kos. Aku hanya meliriknya.

Dia segera masuk ke kamarnya. Kemudian keluar dengan membawa kotak P3K.

"Terimakasih." Pipit meraih kotak itu dari tangannya, lalu menuangkan betadine ke kapas.

"Jangan langsung begitu," cegah Andri saat Pipit hendak menempelkan kapas di sudut bibirku. "Kita bersihkan dulu lukanya, biar tidak infeksi."

Andri meraih kapas dan betadine dari tangan Pipit. Kemudian dia duduk didepanku. Di sini tidak ada kursi sama sekali. Kami duduk di lantai.

Aku menatapnya. Apa yang mau dia lakukan? Apa dia mau mengobatiku?

"Aku bisa melakukannya sendiri!" cegahku.

"Diamlah, jangan bergerak. Aku akan membersihkan lukanya."

Andri mulai membersikan lukaku. Aku hanya bisa membuang pandanganku ke arah lain. Aku tidak berani menatapnya.

Terpopuler

Comments

◡̈⃝︎➤N୧⃝🆖LU⃝SI✰◡̈⃝︎👾

◡̈⃝︎➤N୧⃝🆖LU⃝SI✰◡̈⃝︎👾

Sayang sekali si tisa gak bisa karate 😅

visualnya aku ngehalu sendiri 🤣
tysabiani

2021-12-18

1

Inayah Widi Asih

Inayah Widi Asih

kdrt nggak boleh dibiarin.. harus ada yg berani melawan..

2021-11-16

1

Siska

Siska

aku tau gmn rasanya jd Tisa pas ngadepin om² serem itu,soalnya aku jg g suka ad keributan/petengkaran kek gt.. aku prnh 1X brtengkar sma orang rasanya tu gemetar dr ujung kepala smpe ujung kaki,jtung berdebar kek maraton gt,stlh saat itu udh g mau lg debat sma orang mnding diam aj prgi...

2021-11-13

2

lihat semua
Episodes
1 Nggak Bisa Tidur Gara-Gara Suara Aneh
2 Inilah Aku
3 Sol Sepatu Lepas
4 Lagu Pengantar Tidur
5 Dasar Netizen
6 Tamu Tak Diundang
7 Melawan Om Nyeremin
8 Penghuni Baru
9 Kelakuan Iren
10 Kunci Kos Hilang
11 Dijemput
12 Berkunjung Ke Rumah
13 Dicium
14 Iren Menyukaiku
15 Iren Pindah
16 Dikejar Debt Collector
17 Ditampar Lagi
18 Nggak Jadi Dicium
19 PENGUMUMAN
20 Bertemu dengan Jodoh
21 Jalan-jalan Bareng
22 Nggak Jadi Makan di Kafe
23 Mbak Lina Keguguran
24 Dipecat
25 Impian Yang Menjauh
26 Kerja
27 Assisten Direktur?
28 Ternyata Dia Direkturnya
29 Obat
30 Es Krim Untuk Sepasang Kekasih
31 Pertemuan Saat Meeting
32 Tisandra Putri Kusuma
33 Koko
34 Toko Perlengkapan Bayi
35 Satu Minggu
36 Sumpelan
37 Besar Sebelah
38 Lampu
39 Mengganti Lampu
40 Mesin Foto Kopi Baru
41 Ke Rumah Pak Yosua
42 Mendung Tapi Panas
43 Hadiah Untuk Tante Ima
44 Suka Udang
45 Wallpaper
46 Gosip Yang Beredar
47 Jawaban
48 Yosi
49 Pengakuan
50 Di Balik Tembok
51 Makan-makan
52 Pawang
53 Om Andri
54 Jual Bakso
55 Mawar
56 Obrolan Berkuah
57 Ayah Salah Paham
58 Siapa Tiwi?
59 Kepo
60 Tiwi Datang
61 Identitas Tiwi
62 Terjalin Dan Terputus
63 Rumah Andri
64 Bertemu Mantan Calon Mertua
65 Untuk Pembaca Yang Tercinta
66 Kedatangan Seseorang
67 Hareudang
68 Makan Bersama
69 Istri Kedua
70 Gaun Pengantin
71 Jadi Perempuan
72 Ke Rumah Sakit
73 Di Rumah Sakit
74 Ditelfon
75 Dering Yang Bersamaan
76 Bagaimana Dia Bisa Tahu?
77 Kata Sandi
78 Penghuni Baru Lagi
79 Siapa Faiz?
80 Kiriman Gaun pengantin
81 Dress Warna Maroon
82 Bernyanyi Bersama
83 Survei Bercocok Tanam
84 Makan Malam Bersama
85 Makan Malam Bersama 2
86 Tunangan
87 Terkuak
88 Andri Cemburu
89 Kejadian Di Gang Sepi
90 Kejadian Di Gang Sepi 2
91 Kenapa Secepat Ini?
92 TAMAT
93 Pengumuman
Episodes

Updated 93 Episodes

1
Nggak Bisa Tidur Gara-Gara Suara Aneh
2
Inilah Aku
3
Sol Sepatu Lepas
4
Lagu Pengantar Tidur
5
Dasar Netizen
6
Tamu Tak Diundang
7
Melawan Om Nyeremin
8
Penghuni Baru
9
Kelakuan Iren
10
Kunci Kos Hilang
11
Dijemput
12
Berkunjung Ke Rumah
13
Dicium
14
Iren Menyukaiku
15
Iren Pindah
16
Dikejar Debt Collector
17
Ditampar Lagi
18
Nggak Jadi Dicium
19
PENGUMUMAN
20
Bertemu dengan Jodoh
21
Jalan-jalan Bareng
22
Nggak Jadi Makan di Kafe
23
Mbak Lina Keguguran
24
Dipecat
25
Impian Yang Menjauh
26
Kerja
27
Assisten Direktur?
28
Ternyata Dia Direkturnya
29
Obat
30
Es Krim Untuk Sepasang Kekasih
31
Pertemuan Saat Meeting
32
Tisandra Putri Kusuma
33
Koko
34
Toko Perlengkapan Bayi
35
Satu Minggu
36
Sumpelan
37
Besar Sebelah
38
Lampu
39
Mengganti Lampu
40
Mesin Foto Kopi Baru
41
Ke Rumah Pak Yosua
42
Mendung Tapi Panas
43
Hadiah Untuk Tante Ima
44
Suka Udang
45
Wallpaper
46
Gosip Yang Beredar
47
Jawaban
48
Yosi
49
Pengakuan
50
Di Balik Tembok
51
Makan-makan
52
Pawang
53
Om Andri
54
Jual Bakso
55
Mawar
56
Obrolan Berkuah
57
Ayah Salah Paham
58
Siapa Tiwi?
59
Kepo
60
Tiwi Datang
61
Identitas Tiwi
62
Terjalin Dan Terputus
63
Rumah Andri
64
Bertemu Mantan Calon Mertua
65
Untuk Pembaca Yang Tercinta
66
Kedatangan Seseorang
67
Hareudang
68
Makan Bersama
69
Istri Kedua
70
Gaun Pengantin
71
Jadi Perempuan
72
Ke Rumah Sakit
73
Di Rumah Sakit
74
Ditelfon
75
Dering Yang Bersamaan
76
Bagaimana Dia Bisa Tahu?
77
Kata Sandi
78
Penghuni Baru Lagi
79
Siapa Faiz?
80
Kiriman Gaun pengantin
81
Dress Warna Maroon
82
Bernyanyi Bersama
83
Survei Bercocok Tanam
84
Makan Malam Bersama
85
Makan Malam Bersama 2
86
Tunangan
87
Terkuak
88
Andri Cemburu
89
Kejadian Di Gang Sepi
90
Kejadian Di Gang Sepi 2
91
Kenapa Secepat Ini?
92
TAMAT
93
Pengumuman

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!