Haaah..
Nggak enaknya masuk shift siang itu karena pulangnya malam.
Aku merogoh kunci dari sakuku untuk membuka pagar kosan.
Aku mengernyit. "Kok nggak ada?"
Aku berganti merogoh saku kiri celanaku. Nggak ada juga.
Aku sedikit mulai panik. Kemudian aku mencari kuncinya di dalam tas.
"Lho! Kok di tas juga nggak ada?!!" Aku masih berusaha mencarinya kembali di dalam tas.
"Masa hilang sih?!!"
Berapa kali pun aku mencari di semua sudut tas, kunci kosanku tetap tidak kutemukan. Sepertinya kunciku benar-benar hilang.
"Terus gimana sekarang?!! Gimana caranya aku masuk?!!"
Aku menatap kamar Iren yang posisinya dekat dengan pagar.
Lampu kamarnya menyala.
"Iren!!!" Aku berteriak memanggilnya. "Ireeenn!!" tak ada sahutan darinya.
Ini sudah jam sepuluh lebih. Apa dia sudah tidur ya?
Aku mengamati pagar di depanku. Tidak terlalu tinggi.
"Apa aku panjat aja pagarnya ya?"
Aku pun memutuskan untuk memanjatnya.
"Ahaha. Ternyata manjat pagar itu tidak terlalu sulit. Sepertinya aku berbakat jadi maling. Hehehe." Aku berhasil memanjat pagarnya.
Belum juga turun, tiba-tiba seseorang berteriak.
"Maling! Maling!"
Sontak aku langsung menoleh. Ada seorang hansip berlari ke arahku. Dia langsung menggoyang-goyang pagarnya.
"Eh, Pak-Pak!! Jangan digoyangin pagarnya! Nanti saya jatuh!!" Aku yang masih berada di atas pagar, berusaha berpegangan erat agar tidak jatuh.
"Turun kamu! Dasar maling!" ucapnya.
"Saya bukan maling Pak. Saya ngekos di sini!!"
"Mana ada maling ngaku! Kalau kamu memang ngekos di sini, kamu nggak mungkin manjat pagarnya!! Harusnya kamu punya kunci buat buka pagarnya!!"
"Kunci saya hilang Pak. Saya nggak bisa buka pagarnya. Mangkanya saya manjat pagarnya!!"
"Halah! Alasan aja. Sini cepet turun!!" Hansip itu meraih satu kakiku dan menariknya.
"Eh, Pak! Jangan ditarik! Nanti saya jatuh!!" Aku berpegangan erat di pagar.
"Makanya, cepet turun!!" dia masih berusaha menarik kakiku.
"Pak, saya bukan maling Pak! Beneran!!"
"Loh, Tisa!! Ngapain kamu manjat pagar?!!" Iren berlari ke arahku. Dia baru keluar dari dapur. Pantas aja dia nggak denger waktu aku manggil dia.
"Kunciku hilang Ren, makanya aku manjat pagar! Tapi aku malah dikira maling!"
Pak hansip terlihat bingung. "Lho, kalian saling kenal?"
"Kan aku udah bilang Pak, kalau aku ngekos di sini!!" ucapku.
"Iya Pak, bener. Dia bukan maling, dia ngekos di sini," jelas Iren.
Hansip itu sekarang malah nyengir. "Oh, kirain kamu maling. Bapak kira bohong tadi, maaf ya. Hehehe."
Aku berhasil turun dari pagar.
"Ya udah, kalau gitu Bapak mau lanjut patroli," ucapnya, lalu pergi meninggalkan kami.
"Jadi kunci kamu hilang Tis?" tanya Iren.
"Iya. Ini aku mau tanya Ibu kos, siapa tahu dia punya kunci cadangan." Aku mengetik nomor Ibu kos.
[ Halo? ]
"Halo Bu. Maaf, saya ganggu malam-malam. Kunci kamar saya hilang Bu, beserta kunci yang lain. Apa Ibu punya kunci cadangannya?"
[ Aduh, maaf Tisa. Ibu nggak punya kunci cadangannya. Soalnya dulu kunci kamar kamu juga pernah hilang. Jadinya udah nggak ada deh kunci cadangannya. ]
"Lah, terus sekarang saya gimana ini Bu? Gimana saya tidurnya, kan nggak bisa masuk kamar?!"
[ Untuk sementara, kamu sekarang numpang tidur di kamar yang penghuninya cewek aja. Besok kita panggil tukang kunci. ]
Aku menatap Iren. "Ibu kos katanya nggak punya kunci cadangan."
"Ya udah, sekarang kamu tidur di kamar aku aja," sahut Iren.
"Nggak papa nih, aku numpang tidur di kamar kamu?"
"Iya, nggak papa. Malah aku seneng bisa tidur sama kamu!" ucap Iren sumringah.
Aku pun masuk ke kamar Iren.
"Ini, kamu ganti baju dulu." Iren menyerahkan baju kaos dan celana training.
"Nggak papa nih aku pakek baju kamu?"
"Iya, nggak papa. Kamu nggak mungkin kan tidur pakek seragam kerja kamu? Kan besok mau dipake lagi."
"Iya juga sih. Makasih ya Ren." Aku mengambil baju dari Iren dan bergegas ke kamar mandi.
"Lho, kamu mau kemana?" cegah Iren.
"Aku mau ke kamar mandi, kan mau ganti baju."
Iren tertawa. "Aduh Tisa, ganti baju di sini aja. Kan kita sama-sama cewek."
Yang Iren katakan benar sih, tapi aku tidak terbiasa ganti baju di depan orang lain. Meskipun itu perempuan.
"Udah, ganti di sini aja. Nggak papa!" ucap Iren lagi.
Aku pun akhirnya menurut. Aku mulai membuka kancing bajuku. Kancing pertama, kancing kedua, Iren masih setia menatapku.
"Jangan dilihat dong! Malu tahu!" ucapku.
"Ahaha. Iya-iya, aku nggak lihat deh!" Iren membuang mukanya ke samping.
Aku pun memutar tubuhku membelakangi Iren dan mulai ganti baju.
Setelah itu, aku merebahkan tubuhku di samping Iren.
"Tis, rambutmu wangi sekali. Kamu pakek shampo apa?" Iren meraih rambutku dan menciumnya.
"Ren, jangan nyium rambutku! Aku hari ini belum keramas!" Aku menarik rambutku dari tangan Iren.
"Masa sih? Tapi tetap harum kok!" Iren kembali mengendus rambutku.
Aku sedikit merasa geli saat nafas Iren menghembus sampai leherku.
"Udah ah Ren, jangan gitu! Geli tahu!" Aku memiringkan tubuhku membelakangi Iren.
Sudah lima belas menit berlalu, tapi aku belum terlelap tidur.
Tiba-tiba tangan Iren menyusup ke perutku. Aku sedikit kaget karena Iren memelukku.
Aku menoleh menatapnya. Mata Iren tertutup. Sepertinya dia mengira aku guling.
Kulepas tangan Iren dari perutku. Tapi lima detik kemudian, tangannya kembali memelukku. Aku kembali melepas pelukannya.
Itu terulang sampai tujuh kali, sampai akhirnya aku membiarkan Iren tidur sambil memelukku.
________
Aku terbangun saat merasakan sesuatu yang kenyal menempel di wajahku.
Astaga! Apa-apaan ini?!!
Iren memeluk kepalaku, membenamkannya di gunung kembar miliknya.
Kakinya juga ikut mengunci tubuhku. Dia memelukku layaknya sebuah guling.
Aku melepaskan diri dari pelukan Iren.
Saat aku duduk untuk mengumpulkan nyawa, aku baru teringat.
Astaga! Hari ini aku shift pagi. Aku akan terlambat kalau tidak cepat bersiap-siap!
Aku menyambar kunci kamar mandi Iren dan bergegas ke kamar mandi.
Setelah mandi aku langsung bersiap-siap untuk berangkat kerja.
Sepertinya Iren jadi terbangun karena aku berisik.
"Maaf ya Ren, aku jadi bangunin kamu."
"Iya, nggak papa. Kamu mau berangkat kerja ya?" tanya Iren sambil duduk dan mengucek-ngucek matanya.
"Iya, aku mau berangkat kerja. Nanti kalau ada Ibu kos sama tukang kunci, tolong bilang sama Ibu kos ya Ren, kalau aku masuk shift pagi. Jadi nggak bisa nemenin."
"Oke."
Aku bergegas keluar dari kamar Iren.
Saat melihat jam dari hp, aku terbelalak.
Jam 05.44.
Sementara aku harus masuk kerja jam 06.00. Aku akan terlambat jika masih harus menunggu angkot yang lewat.
Tepat saat aku merasa bingung, Andri datang entah darimana dengan sebuah motor.
Dia memakai masker warna hitam dan juga topi hitam.
Entah kenapa, semua orang yang memakai masker jadi kelihatan keren.
Eh?! Kok jadi mikirin ini sih! Aku kan lagi buru-buru.
Segera aku menghampiri Andri.
"Ndri, kamu hari ini kerja nggak?" tanyaku.
"Iya, masih nanti jam delapan."
"Bagus! Tolong anterin aku ke tempat kerjaku ya Ndri. Aku udah mau telat nih!"
"Ya udah, kalau gitu ayo naik, aku anterin!"
Aku langsung naik ke motor Andri.
Pas di lampu merah, aku tidak sengaja melihat Ayah di dalam mobilnya.
Mobilnya berada pas di sampingku. Kaca mobil Ayah terbuka setengah.
Gawat!! Jangan sampai Ayah melihatku!! Ini kenapa lampunya nggak hijau-hijau sih?!!
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Widodo Wilujeng
asyik nih kalo aku ditengah2 Tisa sama iren.. bisa makan enak tidur nyenyak 😃😃😃
2023-11-09
0
💐⃞⃝⃟⍣⃝🌺﷽🆅🅸🅽🅰❶﷽⍣⃝కꫝ🎸᭄꧂
entah, kenapa, aku geli sama iren🤭
gegara, Andri sih, selalu ngomong gitu, 😁
2021-12-21
0
◡̈⃝︎➤N୧⃝🆖LU⃝SI✰◡̈⃝︎👾
aku takut iren bikin juga kunci cadangan kamar Tisa
2021-12-18
1