KISAH DI KOS-KOSAN CAMPURAN
"Ahahaha! Hihihi!"
Kututup telingaku dengan bantal mendengar cekikikan dari kamar sebelah.
Sudah jam berapa ini?!
Kenapa mereka ribut sekali?!
Kulihat jam dari handphone.
Jam 23.17
Sudah jam segini! Mereka ngapain sih?!
Gini nih kalau ngekos di kos campuran.
Tiap malam, kamar sebelahku selalu aja rame. Kemarin suara desah*n. Sekarang suara cekikikan. Entah suara apa lagi besok.
Padahal yang kutahu, tetangga sebelah kamarku itu belum menikah, tapi setiap malam, selalu aja terdengar suara laki-laki.
Cekikikan itu terdengar lagi.
Haduhhhh! Gimana aku bisa tidur kalo rame gini! Mana besok harus kerja lagi. Kugaruk kepalaku dengan kesal.
"Ah ah ah." Sekarang cekikikan itu berganti dengan desah*n.
Astaga! Telingaku yang suci ternodai sudah.
Aaargh! Kutendang selimutku mendengar suara desah*n itu.
Andai aku punya banyak uang, sudah dari dulu aku pindah dari sini.
Suara desah*n itu masih berlanjut.
Membuatku semakin kesal.
Ya ampun! Mereka berisik sekali sih! Mereka pikir kamar mereka kedap suara apa.
Sepanjang malam, suara desah*n itu terus berlanjut. Suara itu sangat menggangguku.
Entah jam berapa mereka baru bisa diam. Karena tanpa kusadari aku sudah terlelap tidur.
________
Jam menunjukkan pukul tujuh malam ketika aku pulang kerja.
Kutatap kamar sebelah kanan kamarku, lampunya tidak menyala. Kamar yang setiap malam mengeluarkan desah*n.
Semoga aja penghuni kamarnya tidak pulang malam ini. Karena aku sangat mengantuk. Aku ingin istirahat. Tadi malam aja aku kurang tidur. Untung aku besok libur. Jadi aku bisa tidur seharian.
Kos-kosanku ada tujuh kamar berjejer seperti huruf L. Satu kamar untuk dapur, satu kamar lagi berisi dua kamar mandi dan satu toilet.
Tririring!
Bunyi hp mengagetkanku.
Kutatap layar hp. Tertuliskan nama Pipit di layar.
Dengan malas, kutekan tombol hijau menjawabnya.
"Apa Pit?"
[ Aku mau nginep di kosan kamu. Aku udah izin sama Ibu kos. Bentar lagi aku nyampe nih. ]
Tut tut tut.
Sambungan telefon terputus begitu saja.
Kupandangi layar hpku dengan heran.
Nih anak, aku belum bilang iya, tapi udah dimatiin aja telfonnya.
Tok tok tok!
Ada seseorang yang mengetuk pintu kosku.
Kuintip dari jendela kamar yang tertutup tirai. Ternyata Pipit.
"Kok cepet banget nyampeknya?" Kubuka pintu kamarku setengah, mempersilahkan dia masuk.
"Kan tadi aku dah bilang, kalau aku tuh mau nyampek."
Kupandangi kantong plastik hitam di tangannya.
"Apaan tuh?" tanyaku.
"Nih, bakso buat kamu," ucapnya seraya memberikan kantong plastik.
Dengan wajah sumringah, kuambil kantong plastik itu.
"Nah, gitu dong! Kalau kesini tuh bawa makanan. Jangan cuma curhat mulu!" cibirku.
"Wei! Kalau dikasih makanan tuh terimakasih dong!" sahut Pipit.
"Iya-iya. Makasih! Aku mau ambil mangkuk dulu ya di dapur."
Setiap penghuni kosan ini, semuanya diberi kunci dapur dan kunci kamar mandi sendiri-sendiri.
Kami berkewajiban untuk mengunci pintunya setelah selesai menggunakan ruangannya.
Kulihat, pintu dapur sedikit terbuka. Namun lampunya dalam keadaan mati.
Ck, siapa sih yang habis pakek dapur tapi nggak dikunci?! Aku berdecak kesal dan masuk ke ruangan.
Begitu lampu dapur kunyalakan, mataku terbelalak melihat dua manusia saling mengulum bibir di lantai dapur.
Astaga! Mereka ini sudah sinting kali ya. Kenapa mereka melakukannya di sini?!
Mereka terlihat malu menatapku.
Mbak Lina, tetangga kamar sebelahku, mengelap bibirnya dengan cepat.
"Ayo sayang, kita lanjutin di kamar," ajak si laki-laki. Mbak Lina berdiri. Mereka pun berlalu meninggalkanku sendiri di dapur.
Pantas saja tadi lampu kamarnya mati! Ternyata mereka melakukannya di sini! Kenapa Ibu kos tidak menegur mereka sih?! Apa jangan-jangan Ibu kos nggak tahu ya?
Dengan cepat kuambil mangkuk. Tak lupa kukunci pintu dapur dan kembali ke kamar.
Kutuang bakso ke dalam mangkuk.
Kemudian, kulahap dari pentol yang paling kecil.
Pipit tampak menelan air liurnya melihatku melahap pentol bakso.
"Apa?" tanyaku padanya. Pasti mau minta baksonya nih.
"Minta pentolnya satu dong!"
Nah kan bener!
Mendapati tatapan tajam dariku, dia hanya meringis. Memperlihatkan sederet giginya. Ada cabe yang nyangkut di gigi depannya.
"Pit, ada cabe tuh. Nyangkut di gigi depanmu!" ucapku memberi tahu.
"Iya kah?" Pipit mengambil hpnya untuk dibuat kaca. "Oh iya! Pantas aja tadi Virman ngelihatin aku aneh. Ya ampun, ternyata ada cabe toh di gigiku!"
"Kamu masih pacaran sama Virman?"
Pipit hanya mengangguk, karena mulutnya sibuk mengunyah pentol bakso.
Dasar! Kenapa tadi baksonya dikasih ke aku, kalau ujung-ujungnya dia juga minta?!
"Bukannya kemarin kamu curhat ke aku sambil nangis-nangis dan bilang kalau dia selingkuh ya? Kirain kamu putus sama dia."
Pipit menelan bakso yang dikunyahnya. Lalu menjawab, "aku memang putus. Tapi tadi siang balikan lagi!"
"Apa?! Terus apa gunanya kamu curhat sampek nangis-nangis kalau ujung-ujungnya tetep balikan?!" Aku menatap Pipit tidak percaya.
"Ya, mau gimana lagi. Aku masih sayang sama Virman Tis," ucapnya sambil nyengir.
"Sia-sia aku nasehatin kamu Pit, Pit. Kamu tuh udah putus-nyambung sama dia berkali-kali! Putus nyambung lagi, putus nyambung lagi. Alasannya pun sama, karena dia jelalatan sama cewek lain!"
Kulahap pentol bakso yang paling besar.
"Besok-besok lagi, kalau kamu putus sama dia, jangan curhat sama aku! Aku nggak mau kamu nangis-nangis sama aku kalau ujung-ujungnya kamu tetep balikan. Sampai berbusa tahu nggak, rasanya nasehatin kamu!"
Plek plek plek!
Pembicaraanku dan Pipit terhenti saat terdengar suara aneh dari kamar sebelah kanan. Kamar Mbak Lina.
"Suara apaan tuh Tis?"
"Nggak tahu!" Aku mengedikkan bahu, pura-pura tidak tahu.
Meskipun aku tahu kegiatan apa yang dilakukan Mbak Lina sampai mengeluarkan suara seperti itu, tapi aku tidak mau membicarakannya pada Pipit.
"Ah ah ah."
Plek plek plek!
Aku mengusap wajahku kasar. Sia-sia aku pura-pura nggak tahu. Padahal niatnya aku ingin menutupinya dari Pipit, tapi kamar sebelah terus saja mengeluarkan suara desah*n.
Pipit membulatkan matanya menatapku. Aku hanya membuang muka ke arah lain.
"Tis, kamu denger juga kan? Kamar sebelah tadi ... mereka ngapain?!" Pipit terus menatapku penuh tanya.
"Nggak tahu ah! Udahlah, kita tidur aja!" Kubaringakan tubuhku ke kasur yang ada di lantai.
Bukannya menuruti perkataanku, Pipit malah menempelkan telinganya di tembok. Dia berusaha menguping suara desah*n itu.
"Pit, kamu ngapain nempelin telingamu di tembok kayak gitu?!"
"Kamu nggak denger suara barusan?" Dia malah balik nanya.
"Terus kalau denger kenapa?!" sahutku kesal. Gara-gara suara itu, hari-hariku untuk istirahat di malam hari jadi keganggu.
Suara desah*n itu kembali terdengar.
Aaaarrgh! Aku benci suara itu!
Aku akan minta pindah kamar saja ke Ibu kos besok! Mumpung kamar sebelah kiriku masih kosong.
Sudah dua jam, tapi Pipit masih setia menempelkan telinganya di tembok.
"Pit! Udahlah, ayo tidur! Mau sampai kapan kamu nempelin telingamu di tembok?!" ucapku pada Pipit yang masih setia di posisinya.
"Gila ya mereka! Udah dua jam, mereka masih belum kelar-kelar!"
Aku mendelik ke arahnya.
"Yang lebih gila itu kamu! Udah tahu mereka gitu-gitu. Masih aja nguping!"
Pipit akhirnya memilih tidur di sampingku setelah lelah menempelkan telinganya di tembok.
Dia mah enak. Setelah nemplok ke bantal langsung tidur. Lah, aku? Boro-boro ngantuk, orang suara desah*n dari kamar sebelah aja makin kenceng. Gimana mau tidur?!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Nisa Khair
Hem ... jadi ingat tetangga kamar saya nih, Kak othor 🙈
2023-06-08
1
yan nah04
hweh nemu ki lo wes an🤣😂
2023-03-22
1
EkaYulianti
semalaman suntuk kali🙉
2022-10-09
1