Kutenteng kantong plastik berisi sempol di tangan kiriku. Sementara tangan kananku memegang cilok, sambil sesekali menyuapkannya ke mulut.
Lalu batagor? Sudah habis kulahap di tempatnya tadi.
"Tis, nggak bisa apa kalau makan ciloknya nanti aja?" tanya Pipit.
Sambil jalan-jalan di mall, aku terus menyuapkan cilok ke mulut.
"Diliatin orang, malu tahu! Masa makan sambil jalan?" imbuhnya lagi.
"Ya biarin aja napa Pit! Orang lihat kan karena punya mata," kukunyah cilok dengan penuh kenikmatan.
"Lagian kenapa sih kamu antusias banget sama cilok itu? Bukannya sama ya, kayak cilok yang kamu beli tiap hari."
"Beda kali Pit! Yang ini tuh gratis, makanya lebih nikmat!" ucapku sambil mengacungkan cilok di tanganku.
"Aish! Nggak masuk akal banget sih! Tungguin di sini ya. Aku mau nyobain dress itu!"
Aku duduk di kursi yang memang disediakan di sana. Sementara Pipit berlalu ke ruang ganti baju.
Tak lama, dia keluar menunjukkan dress yang dipakainya kepadaku.
"Gimana? Bagus nggak?" tanyanya.
"Bagus!" ucapku sambil beralih mengunyah sempol.
Kemudian dia masuk ke ruang ganti lagi dan keluar dengan dress yang berbeda.
"Kalau ini bagus nggak?"
"Bagus!" Aku mengangguk.
Beberapa kali dia keluar masuk ruang ganti. Mencoba banyak baju. Aku hanya terus mengangguk dan mengatakan bagus.
"Ish! Dari tadi kamu cuma ngangguk-ngangguk terus! Beneran bagus nggak sih?" Pipit mulai protes dengan anggukanku.
"Nih, denger ya Pit. Yang buat bagus itu bukan bajunya, tapi orangnya! Dasarnya kamu itu cantik, mau pakek baju apapun pasti bakalan tetep cantik!"
"Uuhh, sayangku! Makasih ya." Pipit malah memelukku.
"Udah ah, jangan peluk-peluk terus, aku mau makan sempol nih!" Kudorong tubuh Pipit menjauh.
"Yaudah deh, kalau gitu aku nggak jadi beli! Aku masih punya dress yang baru di rumah." Keputusannya membuatku melongo.
Apa?! Dari sekian banyak baju yang dicobanya, ujung-ujungnya malah nggak beli.
Nggak capek apa dia, gonta-ganti nyobain baju tadi?
Nggak ada gunanya muter-muter terus tadi. Ujung-ujungnya nggak beli apa-apa. Ah, udahlah. Terserah dia mau beli apa nggak.
"Yuk, kita jalan-jalan lagi. Cari yang lain, buat cuci mata," ajaknya seraya menggandeng lenganku.
Kutinggalkan plastik bungkus cilok dan sempol di pojokan kursi yang aku duduki tadi.
"Eh Mbak, Mbak. Sampahnya tolong dibawa!"
Aku menoleh ke mbak-mbak yang jaga baju di mall itu.
Astaga! Kenapa dia bisa tahu sih kalau aku ngumpetin sampah di situ?
Kutatap wajah Pipit yang mendelik ke arahku.
"Kenapa kamu buang sampah di situ?! Malu-maluin banget sihh!" Matanya yang mendelik seakan mengatakan itu.
Aku hanya nyengir ke arahnya.
"Maaf Mbak, tadi kelupaan!" ucapku pada mbak penjaga baju sambil mengambil sampahku.
"Hiiighh! Gemes aku tuh sama sikapmu Tisa!" ucap Pipit seperti mau menggigitku.
"Hehehe. Maaf."
Setelah itu kami terus keliling mall, mondar-mandir nggak jelas. Kata Pipit sih, ini namanya cuci mata, tapi menurutku bukan cuci mata. Kaki pegel iya.
Saat keluar mall, seseorang mendorongku dari belakang, membuatku hampir jatuh.
Pipit yang ingin menahanku agar tidak terjatuh malah menginjak ujung belakang sepatuku.
Kreeek!
Aku memandang sepatuku.
Astaga! Sol sepatuku lepas!
Sol sepatu kaki kiriku tertinggal satu langkah dariku karena diinjak Pipit.
"Pipit!" teriakku.
"Tuh kan bener! Sepatumu itu udah nggak layak pakai!"
Setelah merusak sepatuku, dia malah bilang gitu?
"Pit, kamu tuh udah ngerusak sepatuku! Bukannya minta maaf, malah bilang gitu!"
"Tisa, ini tuh udah saatnya kamu ganti sepatu! Copot tuh sepatu dan buang ke tong sampah!"
Beberapa orang yang lewat memandang ke arahku. Melihat sepatuku yang lepas sol-nya.
Kucopot sepatuku dan membuangnya ke tong sampah.
"Yuk, kita masuk mall lagi. Kita beli sepatu baru buat kamu," ajak Pipit.
"Nggak usah deh, di kosan masih ada sepatuku yang lain. Pulang aja yuk!" tolakku.
"Ya ampun Tisa! Terus kamu pulang nyeker?" tanya Pipit.
"Iya, nggak papa. Mall sama kosanku kan deket."
Akhirnya aku benar-benar pulang tanpa alas kaki, alias nyeker.
Karena Pipit yang terus muter-muter di mall tadi, aku baru pulang jam delapan malam.
Sampai di kos, aku langsung masuk kamar mandi untuk cuci kaki.
Kutatap kamar sebelah kiri kamarku. Lampu yang selama ini mati, kini menyala. Mungkin benar kata Pipit tadi pagi, ada penghuni baru yang datang, tapi bodo amat. Aku bukan tetangga baik hati yang akan menyapa setiap penghuni baru.
Tiba-tiba, pintu kamar itu terbuka. Ada seorang cowok nyembul dari dalam dengan kaos oblong warna putih lengkap dengan celana kolornya.
Ada sesuatu yang terjiplak sempurna di tengah-tengah celana kolor itu.
Glek!
Aku menelan ludahku.
Astaga! Apa yang aku pikirkan?! Mataku! Mataku ternodai!
Segera kubuang mukaku ke arah lain.
"Halo Dek. Aku penghuni baru di sini," sapanya. "Adek juga penghuni di sini?"
Kenapa dia manggil adek?
"Iya, salam kenal," ucapku tak memusingkan panggilan adek barusan. Aku berlalu begitu saja.
Saat ingin membuka pintu kamar, sayup-sayup kudengar suaranya bergumam, "Kenapa Ibu kos membiarkan anak dibawah umur ngekos di sini sih? Ini kan kos-kosan campuran."
Siapa yang dimaksud anak di bawah umur? Aku?
Kembali kuputar badanku menghadap ke arahnya.
"Siapa maksudnya anak di bawah umur? Aku?" tanyaku padanya.
Dia tampak terkejut karena aku mendengar ucapannya.
"Ya, siapa lagi kalau bukan kamu? Kan di sini cuma ada aku sama kamu!" sahutnya.
"Denger ya Om, aku tuh bukan anak di bawah umur! Aku udah 22 tahun!" ucapku memberikan kejelasan.
"Apa kamu bilang? Om?! Umurku baru 23 tahun! Aku bukan Om-om!"
"Siapa suruh muka trapas?" ucapku tidak peduli.
"Dasar bocil!"
Siapa lagi tuh bocil? Dia ngatain aku bocil? Baru kenal udah ngajak ribut!
"Denger ya Om, aku tuh bukan bocil! Aku udah 22 tahun!"
"Aku juga bukan om-om!" sahutnya tak mau kalah. Dia mendekat ke arahku. Membuat benda yang sedari tadi sembunyi di kolor sedikit berbandul.
Aku terbelalak melihatnya.
Aaargh! Kenapa aku malah melihat ke arah situ lagi sih?!
Refleks, kututupi wajahku dengan kedua tangan.
"Kenapa?" Dia terlihat bingung menatapku.
"Mohon maaf, kedepannya tolong pakek celana yang lebih tebal!" ucapku melihat ke arah benda mengerikan itu.
Sial! Kenapa aku malah melihat ke sana lagi?!
Dia terlihat kikuk. Mungkin dia malu karena aku sudah melihat sesuatu yang seharusnya tidak aku lihat dari dirinya.
"K-kalau gitu, aku masuk ke kamar dulu," ucapnya terbata.
Nah kan dia beneran malu.
Cowok itu berlalu masuk ke kamarnya. Begitu pun juga aku.
Kuputuskan untuk mandi, karena aku belum mandi seharian.
Saat mengaitkan handukku ke centelan di dalam kamar mandi, lagi-lagi aku mendengar suara aneh. Seperti merintih kesakitan. Aku urung membuka baju.
Suara apa itu? Masa kamar mandinya berhantu, sih?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Andi Sary Nova
gustiii awas matax bintitan Krn ngeliat ikan belut🤭🤪🤪🤪
2023-01-28
1
AiraRa
Ngakak hbs ...ada yg berbandul....
😂😂😂
2022-11-09
1
Ganuwa Gunawan
udah kaya timbangan padi aja berbandul..
kaya kaya tuh burung lupa pake sarang segitiga bertelur nya ya thor.
2022-10-12
1