Setibanya di sekolah, Zianca segera turun dari mobil sedan milik ayahnya. Tak lupa ia berpamitan dengan kedua orang tuanya, menyalami mereka seperti biasa. Ayahnya selalu melemparkan senyum hangat dan termanis miliknya, sedangkan sang ibu kerap kali hanya memasang wajah datar atau ketus.
Zianca berdiri di gerbang sambil menunggu orang tuanya berlalu pergi. Ia lalu menyimpan ponsel dan headset-nya kedalam tas.
"Ziii.." seru seseorang dengan suara unik yang sudah tidak asing lagi. Gadis imut itu tampak berlari menghampiri Zianca.
"Tumben lo nggak make-up-an??" Celetuk Zianca melihat wajah polos Fina yang tanpa riasan itu.
"Iya nih.. buruan masuk yuk.. tadi gue telat bangun.. jadinya nggak sempat dandan.." celotehnya menyeret Zianca masuk. Namun kemudian langkah Zianca terhenti.
"Pagi Buk !!" Seru Zianca ceria dengan suara nyaring melengkingnya ketika melihat Buk Tini di parkiran roda dua.
"Ya ampun neng.. bikin kaget aja.. suaranya itu loh melengking banget.. kedengeran sampe ke gerbang belakang loh.." celetuk Buk Tini kaget, karena ia tengah sibuk mengatur susunan parkiran sepeda motor para murid.
Meski ia seorang perempuan, namun ia sangat kuat. Ia sudah hampir 1 tahun terakhir ini menjadi security di sekolah Zianca.
Zianca segera menghampiri Buk Tini, ia tampak mengeluarkan sebungkus roti abon dari dalam tasnya.
"Nih buk.. jangan lupa sarapan ya.." ujar Zianca tersenyum hangat.
"Aduh neng.. makasih yaa.. cuma neng Zianca aja yang paling perhatian sama ibuk.. semangat belajarnya ya neng.." ujar Buk Tini sungkan.
Memang sudah kebiasaan Zianca yang hampir setiap hari memberikan cemilan pada Buk Tini yang ia bawa khusus dari rumah. Dan teman-temannya sudah biasa melihat pemandangan seperti itu dari sosok Zianca.
Zianca tau kalau Buk Tini itu hanya sebatang kara, orang tuanya telah lama meninggal sejak ia berusia 17 tahun, saat itu ia putus sekolah karena tidak ada keluarga besar orang tuanya yang mau membantu meringankan biaya hidupnya, itu sebabnya ia memutuskan untuk mencari pekerjaan di kota, awalnya ia bekerja sebagai sales di toko ponsel selama beberapa bulan, karena selalu di cemburui oleh istri pemilik toko, ia pun di pecat, lalu ia bekerja sebagai pembantu rumah tangga, ia bekerja cukup lama disana, namun sayangnya majikannya itu harus pindah keluar negeri dan tidak bisa mempekerjakannya lagi, terakhir ia bekerja sebagai asisten manajer sebuah toko elektronik, lebih tepatnya ia selalu di perlakukan seperti seorang pembantu. Saat itulah ia bertemu dengan calon suaminya 10 tahun lalu.
Meski merasa bahwa sang suami adalah belahan jiwanya sampai mati namun kenyataannya ia justru di ceraikan oleh sang suaminya satu setengah tahun yang lalu dengan alasan paksaan dari kedua orang tua suaminya.
Buk Tini kini baru berusia 31 tahun, cukup muda untuk menjadi seorang janda. Ia bahkan menikah di usia belum menginjak 20 tahun. Suaminya lebih tua 4 tahun darinya itu merupakan anak tunggal di keluarganya. Itu sebabnya ia selalu di tuntut untuk segera menikah dan memiliki seorang cucu ketika sudah menikah.
Mereka telah menikah selama hampir 9 tahun, namun belum juga di karuniai seorang anak. Mertuanya selalu berkeras bahwa putra mereka adalah pria yang sehat dan bugar, itu sebabnya mereka selalu menyalahkan Buk Tini yang belum juga bisa hamil, meski telah melakukan banyak cara, bahkan dokter mengatakan tidak ada masalah dengan hormon dan rahim Buk Tini.
Mereka juga pernah berencana untuk mengadopsi seorang anak, namun mertua Buk Tini menentang hal itu, mereka hanya menginginkan cucu dari keturunan darah mereka, bukan cucu yang di ambil dari panti asuhan.
Satu setengah tahun yang lalu, suaminya ternyata diam-diam di jodohkan oleh orang tuanya dengan seorang janda anak 1, yang mana suami janda itu telah meninggal dunia karena kecelakaan. Mertuanya mengenal perempuan itu dari rekan kerja mereka. Mereka yakin jika perempuan itu pasti bisa memberikan mereka keturunan, karena sudah memiliki seorang anak perempuan dari suami sebelumnya.
Setelah sebulan mereka diam-diam berkencan di belakang Buk Tini, ternyata perempuan itu hamil. Suaminya yang kalut dan merasa bersalah akhirnya memberi tahu Buk Tini. Meski terlambat, namun ia tetap harus memberitahu istrinya, karena ia tidak sanggup lagi membohongi istrinya yang selalu merawat dan mengurusnya dengan sangat baik lebih lama lagi.
"Jangan pernah maafin aku Tin.. ini semua salahku.. seharusnya aku berjuang bersamamu.. seharusnya aku mempertahankan rasa cintaku padamu.. namun aku justru terlena dengan perempuan lain.. tolong.. maafin perilaku kedua orang tuaku padamu Tin.. namun jangan pernah kamu maafin aku.." hanya itu kata-kata yang ia ucapkan sambil bersimpuh di depan Buk Tini.
Sementara 'perempuan' itu ikut serta bersamanya dan tengah menunggu di teras rumah mereka.
Buk Tini hanya menangis tertunduk tak bergeming. Ia berusaha keras menahan isak tangis dan sesak di hatinya. Ia tak sanggup marah apalagi memaki suaminya yang begitu ia cinta. Ia hanya menyalahkan dirinya sendiri atas kejadian itu.
"Andai ia bisa memberikan anak pada suaminya.."
"Andai ia bisa segera hamil setelah menikah.."
Ia hanya merutuk dirinya sendiri di dalam hati dan terus menerus menyalahkan dirinya sendiri. Tak sedetikpun ia menyalahkan suaminya yang telah mengkhianatinya karena ia begitu mencintai suaminya. Ia hanya bisa menahan amarahnya untuk dirinya sendiri. Ia juga menerima keputusan suaminya dengan lapang dada. Bahkan ia mendoakan kebahagiaan mereka dengan tulus.
Setelah berpisah, Buk Tini segera pindah keluar kota, ia hidup uring-uringan selama berbulan-bulan. Ia hidup dengan tabungan yang seadanya. Hingga suatu hari ia melihat sebuah brosur di kantin makan langganannya, berisikan lowongan kerja sebagai security dengan fasilitas makan dan tempat tinggal serta mendapatkan gaji.
Ia berpikir itu adalah peluang yang sangat besar, ia bisa belajar bela diri secara gratis, bahkan bisa berhemat karena tidak perlu lagi membayar uang makan dan uang sewa untuk tempat tinggalnya.
Akhirnya ia mengikuti pelatihan itu rutin setiap harinya selama 4 bulan sebagai satu-satunya peserta perempuan, hingga ia mendapat lowongan kerja di sekolah Zianca saat ini karena ia dinilai sangat telaten, disiplin dan sangat pembersih. Itu sebabnya kepala sekolah Zianca menyukai kinerja Buk Tini dan memilihnya.
Ia benar-benar membuka lembaran baru disana, berada di lingkungan baru, teman baru, pengalaman baru, dan pekerjaan baru.
Ia benar-benar menjadi pribadi yang baru. Ia bahkan masih berusaha mengikhlaskan cerita masa lalunya yang hingga kini masih sangat menyakitkan. Ia hanya bisa pasrah dengan takdir dan keadaan realita hidupnya. Meski ia sangat merasa sudah ikhlas, namun dia tetap merasa sangat patah hati, selain trauma untuk menjalin hubungan lagi, dia pun belum bisa mengobati luka hatinya yang mendalam.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments