Hari semakin dingin, sepertinya malam ini akan turun salju pertama.
"Bakalan dingin banget malam ini," gumam Juno seorang diri. Ia mengintip keluar jendela, terlihat angin cukup kencang berhembus di luar sana. Pepohonan yang beradu dengan tiupan angin yang cukup kencang. Dedaunan yang tampak berterbangan karena tiupan angin. Tidak ada seorangpun yang tampak di luar sana yang berkeliaran, semua orang asyik di kediaman masing-masing membuat kesan seram dan mencekam semakin terasa. Beberapa benda tampak berterbangan di luar sana dengan tiupan angin yang cukup kencang, terkadang tampak memutar seperti ****** beliung kecil tengah terjadi di halaman depan, tapi tak berbahaya bagi sekitar, masih sebatas wajar dan kecil.
Semakin malam malah semakin dingin, tangan Juno mulai terasa membeku dengan suhu mulai semakin turun menjadi minus derajat Celcius. Itu membuat Juno semakin kedinginan, ia pun kembali mendekati tungku perapian untuk menyalakan perapian agar tetap hangat di suasana yang dingin ini. Ia mengambil beberapa potong kayu dari tempat penyimpanan yang sengaja di sediakan pemilik penginapan untuk di gunakan.
Juno mulai memantikkan korek api untuk menyalakan perapian. Butuh beberapa kali percobaan hingga akhirnya ia berhasil menyalakannya. Api mulai menyala dan suasana menjadi sedikit demi sedikit menjadi hangat walau di luar sana masih terdengar gemuruh angin yang kencang. Benar-benar situasi yang tak biasa bagi Juno yang terbiasa tinggal di daerah tropis seperti Indonesia, tapi dia coba untuk tetap bisa berdaptasi dengan lingkungannya sekarang, masih ada beberapa hari lagi yang harus ia lewati di sini itu membuat dia harus berdamai dengan keadaan.
***
Benar saja, tidak lama butiran putih itu satu persatu mulai jatuh dari langit, suasana semakin dingin. walau tidak terlihat banyak yang turun, namun tetap saja suasananya sangat dingin bagi Herjunot dokter muda yang tampan. kulitnya yang putih menjadi merah karena kedinginan, dia terus mempererat jaketnya ke tubuhnya.
Juno kembali menambah kayu bakar pada perapian agar tetap hangat. Dia duduk di depan perapian sambil sesekali menggosok tangannya yang mulai terasa sangat dingin.
Ia kembali duduk dan merapatkan lagi selimutnya lagi dan mencoba menikmati suasana hening di penginapan ini. Terasa sangat damai dengan suasana temaram di luar, terlihat lampu rumah warga atau wisatawan lain yang sama juga merupakan wisatawan asing seperti mereka dari kejauhan sana. Mungkin mereka juga tengah menikmati liburannya dan suasana dingin ini. Bedanya Juno menikmatinya sendirian dan mereka mungkin tengah bersama keluarga yang hangat.
Keluarga yang hangat? Hmmmhhh... Jika memikirkan itu membuat Juno menjadi teringat akan keluarganya yang telah tiada, Juno memang sudah tidak memiliki siapapun kecuali neneknya. Dia kehilangan anggota keluarganya di usia belia nya, itu membuat ia nyaris menjadi sebatang kara dan untungnya dia masih memiliki seorang nenek sebagai tumpuannya. Sebelum pikirannya semakin melantur jauh, Juno segera membenahi lagi kayu di tungku perapian itu yang tampak mulai kehabisan kayu untuk di bakar, ia menambahkan lagi kayunya ke perepian agar tidak padam. Angin masih terasa kencang dengan butiran salju yang semakin banyak saja di luar sana. Dia mulai merasakan hidungnya tersumbat dan membuat dia kesulitan untuk bernafas karena kedinginan. Mulai terasa perih di ujung tenggorokannya. Dia butuh sesuatu yang bisa membuat dia bisa tetap hangat lebih dari sekedar perapian penghangat.
Ia pun segera menuju dapur untuk mengambil sebotol Wine yang sempat ia beli saat ke pasar bersama Amora tadi. Amora? Ya, sedari tadi gadis itu tak nampak batang hidungnya, termyata Amora masih betah di kamar bergumul dengan bantal dan selimutnya. Walau ia sudah menggigil kedinginan ia tetap enggan untuk beranjak dari bantal dan selimutnya di ranjang. Ia terus berusaha meringkuk agar bisa lebih hangat.
Dia melihat jam yang ada di nakas samping tempat tidurnya, ternyata masih jam 9 malam, tapi suasana sudah terasa sangat menyeramkan dengan angin kencang di luar sana. Lama-lama ini terasa sangat menakutkan dan ia mulai tidak tahan di kamar sendirian. Ia mulai merasa bergidik dengan suara angin gemuruh di luar sana.
Akhirnya ia pun memutuskan untuk turun keluar kamar. Amora bergegas mengenakan sendal rumahnya dan meraih jaket tebalnya sebelum keluar kamar. Dari lantai atas Amora melihat Juno yang tengah menikmati hangatnya perapian. Amora pun berjalan berlahan menuruni tangga dan mendekati Juno, Juno masih tidak menyadari kedatangan Amora.
Sepertinya di depan perapian cukup hangat, pikir Amora. Dia pun mendekati Juno perlahan yang ternyata juga tengah menikmati wine. Amora menautkan alisnya melihat apa yang tengah Juno nikmati.
"Kamu mabok?" seru Amora kaget.
Juno segera menoleh ke arah Amora dengan kagetnya. Ia menatap Amora sekilas lalu kembali ke posisi semulanya lagi.
"Iya, dinginkan. Mending hangatin badan pakek ini. Lumayan hangat rasanya," ujar Juno seraya menggoyangkan gelasnya sambil menikmati minuman itu sedikit demi sedikit.
"Itu bukannya bisa bikin mabok, ya?" ujar Amora dengan menyipitkan matanya.
"Bisa kalo kebanyakan, apalagi buat yang cupu," jawab Juno sekenanya dan masih tanpa menatap Amora.
"Daripada mati kedinginan, mending mabokkan," ujar Juno lagi.
Amora masih tidak paham tapi ia tampak tertarik, karena ia juga sudah tidak tahan dengan suasana dingin sedari tadi. Ia duduk di samping Juno dengan sedikit menjaga jarak. Dia mengambil botol wine tersebut dan mencium aroma wine yang cukup menggoda. Juno melihat nya sekilas dan tersenyum sambil meneguk sedikit demi sedikit winenya.
"Minum aja, lumayan buat ngilangin suntuk. Sekalian siapa tau habis minum gila kamu bisa sembuh," ujar Juno mulai lagi. Amora menatap tajam padanya dan bersiap akan pergi. "Iya, maaf. Aku nggak akan iseng lagi. Duduk sini, kita minum bareng, lagian kamu nggak kedinginan apa?" ujar Juno mulai membujuk. Amora pun berlahan mau menurut. Ia duduk di samping Juno. Juno pun menuangkan wine untuknya. Amora mengendusnya sebelum mencicipinya, walau terasa agak keras di lidah Amora tapi Amora juga butuh untuk menghangatkan tubuhnya agar tak kedinginan membeku.
Mereka berdua mulai menikmati malam itu dengan segelas wine bersama. Tidak ada perbincangan berarti diantara mereka. Mereka lebih banyak larut dalam pikiran masing-masing. Hingga akhirnya Amora tertidur di samping Juno. Juno kaget dan melihat ke arah gadis tersebut. Mungkin wine sudah membuatnya mabuk hingga ia tertidur tanpa sadar tersandar di bahu Juno.
Juno memperhatikan lekuk wajah cantik yang tertutupi rambutnya itu, hidungnya yang mancung dengan bibir merah sedikit tebal dan kulit wajah yang halus. Juno pun sedikit menyibak rambut Amora yang menutupi wajahnya. Juno menyentuh lembut wajah itu untuk pertama kalinya. Reaksinya malah membangkitkan hasratnya. Matanya tertuju pada tubuh molek istrinya itu.
Entah setan dari mana tiba-tiba Juno merasa gairahnya mulai semakin terpancing. Apalagi dengan menatap wajah Amora sedekat itu membuat jantungnya berdegup tak karuan. Sesaat pikiran warasnya mulai hilang, ia seakan sangat menginginkan wanita ini di malam dingin ini. Juno memejamkan matanya sesaat dan kembali menatap wajah amora. Ia kembali berpikir.
"Apa aku berhak atas dia? Tapi dia pasti akan sangat marah kalau tahu, jika tidak aku lakukan sekarang maka aku tidak akan punya kesempatan lagi dan dia akan kembali pada kekasihnya kalau kami sudah pulang nanti, tapi jika aku lakukan dia akan membenciku seumur hidupnya. Eh, bukannya dia sudah lama membenciku, kenapa aku harus takut jika dia akan membenciku. Lagian ini bukan pelanggaran hukum, aku melakukannya dengan istri sah ku kan," ujar Juno penuh dengan pergolakan batin.
"Ah, tau lah," ujar Juno mulai beranjak dari posisinya dan mengangkat Amora hendak memindahkan gadis itu ke kamarnya.
Juno menggendong Amora sekuat tenaga yang tersisa. Dia melangkah perlahan takut istrinya itu terbangun. Sesampainya di kamar ia segera membaringkan Amora di ranjang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments