" Eh vin, kamu tadi ngapain saja sih, sama Pak Tanu. Kok lama banget." tanya Tasya keheranan.
" Nggak ngapa-ngapain. Ihh, mau tahu saja kamu itu."
" Ngapain coba." Tasya yang duduk di sebelah Vina mendesak agar Vina mau bicara.
" Nggak ada apa-apa." jawab vina singkat.
" Iihh, jahat banget, nggak mau ngasih tahu. Hemh." Tasya mengeluh kesal Vina tak mau berbagi cerita.
" Aku enggak punya tahu. Kalau kamu mau tahu, pergi sana ke kantin. Ambil sendiri, tidak perlu membayar." Ucap Vina mencoba bercanda.
" Jadi kamu yang akan membayar? Baiklah, nanti aku akan kesana ambil gorengan sepuasnya. Aku ajak teman-teman yang lain juga ya."
" Eitt.. Nggak mau. Aku nggak mau. Kamu yang mengambil, ya kamu yang membayar. Enak saja bawa teman-teman yang lain. Memangnya aku anak orang kaya?"
" Tadi katanya, aku disuruh mengambil sendiri dan tidak perlu membayar kan, kenapa sekarang disuruh membayar?"
" Haha.. Maaf, kataku yang tadi di ralat." Vina tertawa lebar.
" Nggak bisa, nggak ada yang namanya ralat-ralatan."
" Pokoknya ada. Harus di ralat."
Hanya karena kata tahu, Vina dan Tasya membuat kegaduhan di kelas. Hingga Sastro, Guru yang terkenal galaknya, menegur dan mengingatkan mereka.
" Tasya, Vina! kalian berdua jangan ribut. Atau Bapak akan mengeluarkan kalian dari dalam kelas? " Sastro melirik ke arah Tasya dan Vina, lalu memarahi mereka.
" Baik Pak, Maaf Pak. Kami janji tidak akan mengulanginya lagi." Ucap Tasya dan Vina bersamaan.
" Kenapa mengikuti kata-kataku?
" Ya sudah, diam dan jangan ribut. Kalau kalian masih ribut, Silahkan keluar." Ancam Sastro karena Vina dan Tasya masih ribut.
Beberapa jam berlalu, jam pelajaran pertama dan kedua selesai. Sastro meninggalkan ruang kelas IPA.
Di gantikan dengan Tanu yang sejak lima menit yang lalu sudah menunggu di luar ruang kelas IPA.
" Silahkan Pak Tanu." Sastro menyuruh Tanu untuk segera masuk ke dalam kelas.
" Baik Pak, terima kasih." Ucap Tanu yang segera memasuki ruang kelas.
Tepuk tangan, sorak sorai para murid menjadi tradisi saat Tanu memasuki ruang kelas. Ini adalah bentuk penghargaan untuk Guru teladan.
Vina melirik ke arah Pak Tanu, lirikannya tak sedikitpun berkedip. Tiba - tiba matanya berair karena Tasya meniup matanya .
"Huufffttt.." hahaha.. Tasya tertawa lebar.
" Ihhhh..kenapa sih kamu Sya?" Vina menabok punggung Tasya dengan agak keras karena kesal.
" Aduhh .. duhh..sakit tahu." Tasya mengeluh kesakitan karena pukulan Vina.
" Kamu yang mulai ya.. jangan salahkan aku kalau kesakitan." Vina berkata dengan ketus.
" Tapi kamu membalasnya keterlaluan. Aku cuma meniup mata kamu, bukan memukul." Ucap Tasya protes.
" Aku nggak mau tahu, siapapun yang mencari gara-gara denganku, akan bernasib sama."
" Nggak bisa begitu. Kalau begitu aku mau balas memukul." Ucap Tasya lalu mengambil kesempatan untuk bisa memukul Vina.
" Nggak kena, yee.." Vina meledek Tasya karena pukulannya nggak mengenai sasaran.
Melihat Vina dan Tasya ribut, Tanu mencoba berteriak pelan menghentikan mereka.
" Vina, Tasya.. Apa yang kalian lakukan. Jangan ribut dikelas." Tanu menyuruh Vina dan Tasya agar tidak membuat kegaduhan.
" Ini Pak, Vina memukul punggung Tasya." ujar Tasya dan melirik ke arah Vina dengan kesal.
" Tasya yang mulai lebih dulu Pak." sahut Vina dan membalas melirik ke arah Tasya.
Tanu tidak sabar melihat mereka ribut. Semakin didiamkan mereka semakin ribut. Kemudian Tanu mendatangi meja mereka.
" Sudah, sudah. Jangan bertengkar lagi. Kalau masih ribut bapak nggak akan jadi ngajar di kelas ini."
"Jangan Pak. Iya, kami nggak akan ribut. Kami berjanji Pak."
"Bagus kalau begitu. Sekarang semuanya buka PR Kalian. Mari kita bahas sama - sama." Tanu kembali ke depan dan mulai membahas soal nomer satu.
Satu per satu pertanyaan terbahas sudah, tugas mereka dikumpulkan untuk di nilai. Vina yang paling sempurna. Tak ada satupun jawaban yang salah. Tanu semakin kagum padanya. Padahal dia tahu, dahulu Vina tidak suka mata pelajaran bahasa inggris. Dari smp sampai kelas x nilainya jauh dari kata cukup. Tetapi saat Tanu mengajar di kelasnya Vina berubah seratus delapan puluh derajat.
Mungkin kekagumannya pada Tanu yang membuatnya menjadi seperti itu. Hanya kurun beberapa minggu saja, saat Tanu mengajar di kelasnya mampu membuat seorang Vina mengejar peringkat kelas pertama.
Semua itu juga tak lepas dari Tanu yang selalu mampu mengambil hati murid-muridnya. Dorongan semangat dengan kata-kata saktinya, mampu menghipnotis semua murid untuk mendengarkan dan mengikuti apa yang dia katakan.
Sembilan puluh menit berlalu, jam istirahat tiba. Tanu keluar dari ruang kelas IPA. Vina mengejar dan memanggilnya.
" Pak Tanu."
" Iya, kenapa Vin? "Tanu menoleh ke arah Vina dan menjawab panggilannya.
" Emmhh.. kalau Bapak ada waktu, nanti setelah pulang sekolah, Bapak bisa tidak menemui Vina di kelas ini?"
" Mau ngapain? Sekarang saja, malah bapak ada waktu." ucap Tanu penasaran.
" Enggak Pak, nanti sepulang sekolah saja. Ada yang ingin Vina sampaikan ke bapak. "
" Kenapa harus nanti? Sekarang saja. Bapak tidak tahu nanti bisa atau tidak menemui kamu."
" Iya tidak apa-apa Pak. Tunggu murid yang lain pulang dahulu. Vina tak mau mereka mengganggu Vina."
" Owh begitu, jadi harus nanti setelah pulang sekolah ya? Nanti kita lihat saja bisa tidaknya bapak menemui kamu. Ya sudah, bapak mau ke ruangan bapak dulu ya." Tanu meninggalkan Vina lalu pergi menuju ke ruang Guru.
Vina hanya terdiam, Pak Tanu tidak memberikan jawaban yang memuaskan hatinya. Dia berpikir dengan jawaban seperti itu, pasti Pak Tanu lebih memilih untuk menolak menemuinya. Tetapi dalam lubuk hatinya yang paling dalam, Vina sangat yakin jika Pak Tanu akan menemuinya. Perasaan itu memberikannya sebuah kepercayaan diri lagi.
" Hemhh. Aku enggak boleh berpikiran negatif, harus selalu positif. semangat terus vin!" Tiba-tiba saja, Vina tak sadar berteriak sendiri, untuk menyemangati dirinya .
Lalu saat dia menyadari beberapa teman melihat ke arahnya, Vina pun mengacuhkan mereka. Lalu pergi begitu saja meninggalkan mereka .
" Hemhhhh. Gara-gara aku memikirkan Pak Tanu terus, membuat perutku menjadi sangat lapar. Aku harus makan yang banyak sekarang.
*Tetapi jangan sampai terlalu banyak, nanti semua orang mengira aku hamil karena perutnya buncit. Bisa gawat kalau sampai terjadi seperti itu.
Nama baikku bisa tercemar. Hah! Tapi aku lapar sekali, kalau sekedar makan banyak sekali saja, ku pikir tidak akan ada efeknya. Perutku masih bisa menampung banyak makanan. Tanpa membuatnya menjadi buncit. Ya sudah, Ayo Vina, let's go! Kita
makan sepuasnya. Tanpa harus memikirkan hal
yang tak berguna*."
Gumam Vina dalam hati, dan langsung menuju kantin sekolah untuk makan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 184 Episodes
Comments