Setelah kurang lebih tiga puluh menit perjalanan, akhirnya sampailah juga Tanu sekeluarga di puncak bukit. Hamparan tumbuhan hijau terlihat jelas di sejauh mata mereka memandang.
" Nah kita sudah sampai. Di sini lah tempat yang ayah maksudkan." Ucap Tanu sembari menurunkan Tama dari gendongannya.
" Ayah memang hebat, jadi berhari - hari kerja itu untuk ini ya." Ucap Rani kagum.
" Hehe.. iya Ibu. Ayah tidak tahu kenapa sampai berpikiran begitu. Mungkin karena Ayah dahulu pecinta alam, begini lah jadinya. " jawab Tanu bangga.
" Ya.. Ayah memang hebat, Ibu juga luar biasa hebatnya. Jadi kami merasa bangga dan bersyukur memiliki orang tua seperti kalian." ucap Raka dengan penuh keyakinan.
Sorot cahaya matahari pagi berwarna jingga menambahkan keindahan di bukit itu. Suara alam memanjakan mata mereka yang melihatnya.
Rani dan bulan menghamparkan tikar. menyiapkan bekal untuk segera makan. Sementara itu Raka dan Riko masih terlihat asyik berfoto ria. Tama yang dari tadi nggak bisa jauh dari Ayahnya, menarik tangan Ayahnya untuk mengajak bermain.
Saat semua perbekalan telah selesai di sajikan, Rani mengundang anak- anak dan suaminya untuk segera berkumpul.
" Ayah, Tama, Riko, Raka, ayo semuanya kita makan. Mumpung makanannya masih terasa hangat."
" Iya bu..." jawab Tanu, Riko, dan Raka bersamaan.
" Ayah seberapa nasinya ? Segini kurang tidak ? tanya Rani pada Tanu .
" Sudah Ibu, segitu saja sudah cukup. Ayah tidak bisa makan banyak sekarang."
" Kenapa Ayah ? Ayah lagi mau diet, kok makannya sedikit. Biasanya kan sepiring penuh. Nanti Bulan lho yang menjadi gendut karena makan sebagian jatahnya Ayah." Ucap bulan keheranan.
" Ayah tidak apa - apa. Hanya mengurangi makan saja. Kan Ayah sudah tua, jadi kalau makan seperlunya saja. Sudah, ayo kita lekas sarapan.. mumpung masakannya masih hangat. "
Masakan Rani memang sangat lezat, terlihat dari keluarganya yang lahap saat makan. Tak heran kalau Rani dulu jadi idaman banyak pria. Pastinya semua pria menginginkan wanita yang sempurna. Cantik, sopan, pandai, apalagi pandai dalam memasak.
Begitupun dengan Tanu. Tanu adalah salah seorang pengagum Rani. Ketampanan, keluguan, kepandaian yang dia miliki mampu membuat pujaan hatinya bertekuk lutut di hadapannya. Karena kedekatannya, Tanu hampir tidak pernah sedikitpun keluar untuk membeli makanan. Bagaimana tidak, Rani hampir setiap hari mengirimkan makanan khusus untuk dirinya. Dan juga saat Tanu bertamu ke rumah Rani, dia selalu dibuatkan makanan kesukaanya.
Rani selalu berpesan pada Tanu, jangan suka jajan di masa muda. Ingat menabung. Sisihkan uang untuk masa depan kita. Kata itu, yang selalu terngiang di telinga Tanu. Dia menuruti apa yang dikatakan kekasihnya. Alhasil saat pernikahan tiba, pernikahan yang mereka idamkan, tanpa bantuan finansial dari orang tuanya terlaksana.
Matahari pagi yang semakin meninggi, membuat suasana menjadi hangat. Di tengah makan bersama Bulan iseng menyikut lengan kakaknya, Raka.
" Kamu kenapa sih Bulan ? Jangan usil deh." ketus Raka memandang Bulan dengan kesal.
Melihat kakaknya kesal, Bulan segera meminta maaf. "Maaf kak, Bulan itu bukan usil. Tapi mau memberitahu. Orang tua kita dari dulu selalu terlihat romantis banget. Aku jadi bangga punya orang tua seperti mereka. Lihat saja setiap mereka makan, pasti selalu suap - suapan. "
" Owh begitu, kirain mau usil. Kakak jadi salah paham jadinya. Habisnya kamu selalu usil sama kakak sih." Sambil garuk kepala Raka menyadari kesalahpahamanya. Lalu melanjutkan kata - katanya." Dari dulu mereka selalu begitu, bahkan saat di tempat umum pun. Saat makan tidak lupa mereka lakukan."
Riko yang sejak tadi lahap makan, menyela pembicaraan mereka. "Kalian tahu kan orang tua kita itu idola kita . Kasih sayangnya, kebaikannya, kesabarannya dalam mendidik dan merawat kita patut kita acungkan jempol."
Tanu dan Rani yang mendengar pembicaraan anak - anaknya tersenyum malu. Tanu pun berkata, " Kalian ini mengingatkan kami saat masih SMA. Kebiasaan kami yang seperti ini, sudah dari SMA kami lakukan. Tentunya saat kami sudah menjalin kasih. Ayah ingat saat mengutarakan perasaan Ayah pada Ibu kalian, sebelum menerima cinta Ayah, dia meminta satu persyaratan. "
Riko, Raka, dan Bulan saling bertatapan. Lalu Bulan bertanya pada Ayahnya. " Apa itu Ayah persyaratannya? Susah tidak?"
Tanu pun menjawab dengan senyum manisnya. " Mudah sekali. Ayah pun sampai kapanpun sanggup."
" Terus apa itu Ayah persyaratannya?" Bulan kembali mengulang pertanyaannya.
Tanu pun menjawab, dan menatap wajah istrinya yang merah merona karena mengingat masa pacaran mereka. " Syaratnya Ayah kalau makan sama ibu kalian, dimanapun berada harus selalu suap - suapan. Agar kami terlihat sudah saling memiliki."
Rani tak bisa menahan rasa malunya, dia pun menepuk lengan suamiya dan berkata. " Sudah lah Ayah, itu cukup jadi pengetahuan kita aja, jangan di ceritakan secara detail. Ibu kan jadi malu."
Dan waktu pun sudah mendekati pukul sembilan lebih tiga puluh menit. Tanu dan keluarganya segera membereskan tempat mereka makan dan berkemas untuk pulang.
Tama yang sejak berangkat tadi bersorak sorai terus kegirangan, dan akhirnya ikut pulang dengan wajah cemberut.
" Tama, besok lagi kita ke tempat ini. Masih ada banyak waktu untuk kita bisa ke tempat ini." Ucap Bulan menghibur
Tama, yang masih belum bisa bicara lancar.
" Bagaimana kalau setiap hari minggu, kita kembali kesini lagi." Tanu memberikan usulan.
" Kami juga inginnya begitu Ayah. Tapi Kami kan tidak mempunyai banyak waktu. Minggu depan kami tidak bisa pulang, Ayah." ucap Raka sedih.
" Benar juga ya, Ayah sampai lupa kalau kalian tinggal di asrama. Kalau begitu menunggu kalian pulang saja, biar seru."
" Iya Ayah, Ibu juga sependapat dengan Ayah. Tanpa mereka, suasananya pasti akan berbeda. Ibu tidak mau kalau tak ada mereka."
" Jadi begitu ya, tanpa mereka Ibu tidak mau ikut jalan - jalan? Kalau begitu besok minggu Bulan mau mengajak Tama bermain kesini lagi sama teman-teman Bulan Bu."
" Eittt.. tidak boleh. Ibu tidak menyarankan kamu bermain kesini membawa Tama. Nanti kalau dia menangis kamu tidak bisa menenangkannya." Rani melarang Bulan membawa Tama pergi.
" Bulan bisa kok menjaga Tama agar tidak sampai menangis. Ingat, Bulan itu sudah bukan anak kecil lagi." Ucap Bulan membela diri.
" Iya Ibu tahu kamu sudah bukan anak kecil lagi. Tapi kalau kesini tanpa pengawasan Ibu, kamu tidak boleh membawa Tama pergi. Ibu pasti akan mengkhawatirkannya."
" Baiklah Ibu. Kalau Ibu sudah melarang, Bulan tak bisa membantah. Takut kena apes." Bulan pun menuruti kata Ibunya, meskipun sebenarnya ia sangat berat mengabaikan keinginannya sendiri.
" Maafkan Ibu ya Bulan, bukannya Ibu tidak percaya kamu bisa menjaga Tama. Tapi Ibu khawatir kalau Tama jauh dari Ibu. Beberapa hari ini sebenarnya Ibu mimpi buruk. Tama memanggil kita, dia menangis seorang diri. Ibu tak bisa menenangkan Tama. Berkali kali Ibu mencoba menghiburnya pun, Tama tetap tak mau berhenti menangis." Ucap Rani sembari mengingat apa saja yang dia impikan.
" Ayah kan sudah bilang sama Ibu, mimpi Ibu itu hanya bunga tidur saja. Jangan sampai membuat beban di pikiran Ibu. Lupakan saja, dan sebaiknya kita berdoa saja semoga keluarga kita terhindar dari sesuatu yang buruk." Ucap Tanu pada Istrinya yang masih saja gelisah memikirkan mimpinya.
......................
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 184 Episodes
Comments
Kuda Kencana
Halo juga kak, salam kenal... terima kasih sudah berkunjung. Aku kunjung balik kak.🙏
2022-05-01
0
Duyung kesayangan
Hallo kak.
Salam kenal dari cinta berbeda keyakinan
2022-05-01
1