Malam ini aku memilih untuk berdiam diri di dalam kamar. Semua yang terjadi sehari penuh ini membuatku merasa aneh. Aku bertemu tiga orang cowok yang sangat aneh. Yang pertama tadi Kak Lesham. Cowok yang menemuiku tiba-tiba dan mengajak aku untuk kenalan. Padahal dia sudah tahu namaku, lalu untuk apa dia mengajakku berkenalan ulang coba?
Dan setelah kutanya, dia malah kabur begitu saja. Seolah dia tidak mau menjawab pertanyaanku yang terbilang mudah.
Yang kedua, Kak Jin. Sejujurnya aku paling penasaran dengannya. Dia tahu bahwa aku sedang haus. Padahal aku tidak mengatakan apapun. Dan kami juga baru bertemu tadi siang untuk yang pertama kalinya. Sebelum kejadian tadi pagi aku tidak pernah bertemu dengannya. Apa dia bisa membaca pikiranku?
Ah, aku harus berpikir positif saja. Tadi dia bilang bahwa 'mengobrol perlu tenaga, kan?' itu artinya dia hanya berinisiatif membawakanku minuman. Bukan karena hal lain. Oke, Nadisha. Berpikirlah yang logis-logis saja. Buang jauh-jauh pikiran tidak masuk akal itu.
Tapi, ada satu lagi yang membuatku terkejut. Kak Jin tahu namaku. Bagaimana bisa? Bahkan aku belum memasang name tag-ku. Apa dia mendengar orang lain memanggilku Nadisha? Masuk akal. Aku rasa dia mengetahui namaku melalui orang-orang yang memanggilku.
Aku harus selalu berpikir positif saja.
Yang terakhir ada Kak---entahlah. Aku tidak tahu namanya. Pokoknya dia itu ketus sekali. Tidak ada ramah-ramahnya. Aku harap tadi adalah pertemuan terakhirku dengan cowok itu. Aku sudah tidak mau lagi berurusan dengannya. Bentuknya saja cowok, tapi mulutnya pedas seperti cewek. Apa mungkin dulu ia adalah seorang cewek, tapi waktu lahir jadinya cowok?
Oke, itu tidak masuk akal.
Dia juga tahu namaku, kan?
Bagaimana bisa aku hari ini bertemu dengan tiga cowok dan ketiga-tiganya tahu namaku?
Rasanya seperti namaku sudah dengan sengaja disebarkan.
Aku ingin mengeluh, tetapi apa isi hidupku hanya terisi dengan keluhan dan pertanyaan saja.
Ponselku bergetar di saku celana. Membuat lamunanku membuyar seketika. Siapa lagi kalau bukan Zelo yang mengirimiku pesan. Aku menghela napas jengah. Dengan malas kubuka pesan yang masuk. Kulihat di notifikasi hanya ada satu pesan saja yang masuk. Tumben. Biasanya Zelo akan mengirimiku pesan yang banyak. Bisa ku hitung pesan yang Zelo kirim paling sedikit adalah sepuluh pesan. Tunggu, kenapa nomornya tidak ku simpan?
Apa mungkin ini nomor barunya Zelo?
Tanpa banyak bertanya lagi, aku langsung membuka pesan yang masuk itu. Seketika aku tercengang melihatnya.
Gw didepan rumah lo
______
Aku tidak tahu harus senang atau tidak sekarang.
Aku masih ingat betul siapa itu Kak Lesham. Bahkan sebelum dia mengirimiku pesan, aku sempat memikirkannya dengan kedua cowok lagi itu. Tapi belum sempat aku menyimpulkan semuanya, cowok itu malah mendatangi rumahku. Aku sudah tidak mau bertanya-tanya lagi bagaimana ia bisa tahu namaku, nomorku bahkan sampai alamat rumahku. Sekarang aku harus menemuinya dulu. Akan ku tanyakan kepadanya nanti semua yang menggenangi pikiranku sejak tadi.
Aku langsung turun dari kasurku. Menata rambut panjang yang berantakan. Setelah itu aku langsung pergi keluar menemuinya. Jika hanya sekadar bertemu saja tidak perlu mengganti pakaian, kan? Aku rasa tidak.
Ketika aku sampai di tangga paling bawah. Kak Savalas sedang mengetik tugasnya di depan televisi. Saat aku ingin melangkah kembali, dia menoleh kepadaku. Aku menebak bahwa Kak Savalas akan bertanya kepadaku ke mana aku akan pergi. Ketahuilah, Kakakku yang satu ini memang selalu memperhatikan dan mengawasiku. Aku tidak bilang jika dia overprotektif. Aku hanya bilang bahwa dia sangat peduli kepadaku. Sampai-sampai dia selalu mengawasiku tiada henti. Kak Savalas menutup laptopnya. "Mau ke mana, Sha?" tanyanya sesuai dugaanku.
Aku tersenyum lantas menghampirinya. "Cuma ke depan doang. Kakak mau ikut? Nyari angin," ujarku setengah berbohong. Aku memang mau ke depan. Tetapi bukan untuk mencari angin. Melainkan menemui Kak Lesham.
Kak Savalas mengernyitkan alisnya. "AC di kamar lo rusak lagi?"
"Ya, gitu deh. Nanti kalau Papa pulang Nadisha mau minta yang baru," jawabku. Masalah AC ternyata cukup membantuku untuk bisa keluar rumah tanpa diikuti Kak Savalas. Oh, iya. AC di kamarku itu memang sering rusak. Aku tak tahu karena apa. Tapi yang pasti, AC itu menyala sesuka hatinya. Kadang dingin. Kadang malah tidak menyala sama sekali. Sudah hampir yang kesekian kalinya AC di kamarku itu di serviskan. Namun, tetap saja begitu. Memang sudah saatnya aku meminta yang baru.
Kak Savalas mengambil laptopnya. Ia berdiri lalu mengacak-acak puncak rambutku sambil terkekeh. "Ya udah. Jangan lama-lama. Ini udah mau jam sepuluh. Nanti lo bisa masuk angin. Gue ke kamar dulu," kata Kak Savalas tanpa ada curiga sedikitpun.
"Iyaa."
"Itu televisinya matiin, Sha."
"Iyaaa."
"Cepetan tidur, besok sekolah. Bentar lagi Papa sama Mama pulang. Kalau lo belum tidur, siap-siap aja diceramahi besok," katanya meskipun Kak Savalas sudah berada di kamarnya.
Aku mendengus. "Iya, Kak. Good night."
"Malam juga."
Akhirnya, Kak Savalas pergi juga. Aku langsung teringat Kak Lesham lagi. Aduh, pasti dia sudah menungguku dari tadi. Astaga, kenapa aku lama sekali sih! Dengan gegabah aku mematikan televisi dan melempar remote-nya ke sembarang tempat. Aku langsung berlari menuju ke depan rumah. Namun, sesampainya aku di depan rumah aku sama sekali tidak melihat ada Kak Lesham di sini. Sama sekali tidak ada sosok-sosok manusia yang berdiri ataupun hadir di depan rumahku.
Aku menghela napas. Padahal aku ingin bertanya banyak kepada Kak Lesham. Tetapi dia sudah tidak ada.
Betapa bodohnya aku langsung percaya kalau Kak Lesham memang datang ke rumahku. Bisa jadi dia hanya berbohong kepadaku, kan?
Dia mengerjaiku malam ini.
Aku berdiri di halaman rumahku. Mataku mencari seseorang di semua sudut rumahku. Tapi hasilnya tetap sama. Tidak satupun orang yang datang ke rumahku. Kak Lesham benar-benar mengerjaiku. Dia menyebalkan sekali. Dan aku juga sangat bodoh bisa langsung percaya kepadanya.
Hawa dingin menusuk tulang rusukku. Aku menggosok-gosokkan kedua tanganku. Aku memutuskan untuk masuk kembali ke dalam rumah.
Ponselku bergetar lagi. Tanpa membaca notifikasi di layar ponsel, aku langsung membuka pesan yang masuk.
Nyariin gw ya?
Pesan itu sudah pasti dari Kak Lesham. Tuh, kan! Aku bilang juga apa. Dia pasti hanya mengerjaiku sejak tadi. Sekarang aku jadi tahu jika Kak Lesham lebih menyebalkan daripada Kakak kelas yang ku temui di kantin siang tadi.
Aku mengetik balasan untuk Kak Lesham. Lalu ku pencet kirim setelahnya. Aku tidak jadi masuk ke dalam rumah. Entah mengapa aku masih ingin berdiri di sini sambil menunggu balasan dari Kak Lesham. Lagipula ini juga belum malam sekali. Masih pukul setengah sepuluh lebih.
Nggak lucu, Kak
Semenit kemudian pesanku langsung terbalas.
Gw dibelakang lo
Membaca pesan itu aku langsung terkejut. Spontan aku langsung membalikkan badanku. Dia benar-benar datang ke rumahku. Kukira dia berbohong.
"Hai, Nadisha," sapanya sambil menyengir kuda.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Alya_Kalyarha
semangat nulisnya kk, udah aku like ya
kalau sempat mampir baliklah ke karyaku "sahabat atau cinta" dan "berani baca" tinggalkan like dan komen ya makasih
2020-06-03
0